Pertemuan Penting
Hari ini Ardian berencana membawa Ayra bertemu dengan keluarganya, ayah, ibu, adik dan juga Loly, dalam acara makan malam yang hangat.Sejak pertemuan pertama mereka, Ardian dan Ayra sudah cukup sering berkomunikasi lewat pesan singkat maupun telephone. Hubungan mereka mulai dekat dan cinta alami muncul di hati Ayra dalam waktu yang begitu singkat. Pesona Ardian sungguh mampu membius gadis pintar namun lugu itu. Ayra terpana, melupakan begitu saja semua kekhawatirannya.Mobil Ardian berhenti di depan gerbang rumah kediaman keluarga Mahendra. Rumah tiga lantai dengan halaman yang sangat luas, halaman depan juga belakang. Terdapat gerbang besi yang cukup tinggi dan juga pos penjagaan dengan dua orang satpam yang dengan sigap membuka pintu gerbang untuk majikannya. Dua satpam itu bernama pak Mahi dan Mahmud.Hati Ayra mulai berdegup kencang, dia menyadari bahwa dia berasal dari keluarga sederhana, dengan tiba tiba akan menjadi menantu dari keluarga kalangan atas, konglomerat kaya raya. Ada rasa takut terselip di hatinya, berusaha dia tahan sekuat mungkin, namun rasa itu benar benar luar biasa."Kamu gugup?" tanya Ardian. Ayra menjawab pertanyaan itu dengan anggukan pelan, itu saja sudah bisa menjelaskan bagaimana kondisi hatinya saat ini."Tidak perlu khawatir, ayah sangat menyukaimu dan dia juga yang sudah membuat kita dekat seperti ini, kamu tidak perlu khawatir," ucap Ardian seraya melihat ke arah Ayra, bereka berdua berbincang di dalam mobil seraya menunggu satpam membuka pintu gerbang besi itu secara sempurna."Ibuku orang yang banyak bicara, namun sangat baik dan ramah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Adikku juga demikian dan ada juga adikku yang paling kecil, namanya Loly, Loly adalah salah satu orang terbaik yang pernah aku kenal, kamu akan mudah akrab dengannya," ucap Ardian. Mendengar itu hati Ayra semakin berdegup dengan kencang, kekhawatiran tidak mampu lagi dia sembunyikan.Pintu gerbang terbuka dengan sempurna, mobil sedan warna putih, mobil kategori mewah itu melaju dengan mulusnya, dia sempat menyapa dua orang satpam yang beberapa detik lalu membukakan pintu untuknya, dua orang satpam yang berdiri berbaris menunggu bosnya memasuki halaman rumah.Sebelum turun dari mobil, Ardian sempat melihat ke arah Ayra."Masih tegang?" tanya Ardian."Iya," ucap Ayra lirih."Tidak usah khawatir, aku akan selalu menemanimu, semua akan berjalan dengan lancar, mereka akan menerimamu dengan baik, bahkan sangat baik," ucap Ardian berusaha menenangkan kegelisahan Ayra."Apa adikmu juga akan menyukaiku?" tanya Ayra lirih."Yup, dia sangat menyukai squishy, kamu bisa membicarakan mengenai hal itu, juga beberapa idol asal Korea, dia sangat menyukainya," ucap Ardian menjelaskan mengenai adiknya."Baiklah, semoga semuanya berjalan dengan baik," ucap Ayra penuh harap.Ardian dan Ayra memasuki rumah.Dari depan rumah ini sudah terlihat begitu mewah, bisa dipastikan pemiliknya adalah orang yang cukup kaya raya. Rumah mewah dengan desain mewah, pintu kayu yang cukup besar, kayu kokoh, jenis kayu jati, dengan ukiran cantik nan mempesona.Memasuki ruang depan, mata Ayra disuguhi dengan pemandangan yang tidak biasa. Ruangan luas dengan kursi sofa berwarna merah kehitaman, kursi sofa mewah yang kelihatan sangat mahal. Gorden di rumah itu pun terlihat menjuntai hingga hampir menyentuh lantai, mewah, berwarna cream kecoklatan. Lampu lampu Kristal, perabotan yang premium, sungguh begitu membahagiakan mata.Mata Ayra masih mengamati sekitar, berusaha untuk tidak terlalu kagum atau bahkan terpana dengan semua pemandangan yang dilihatnya."Kamu suka dengan rumah ini?" tanya Ardian."Penataan rumah ini sangat cantik," puji Ayra."Iya, ibuku sangat menyukai desain interior, dia menyukai segala sesuatu yang rapi, bersih, teratur dan dia cukup perfectionist mengenai hal itu," ucap Ardian memberi penjelasan mengenai ibunya."Pantas saja, ibumu memiliki selera yang bagus," ucap Ayra."Kamu bisa belajar darinya, dia sangat jago, sayangnya setelah menikah aku tidak bisa meninggalkan rumah ini, memiliki rumah sendiri dan mendesain rumahku sendiri," ucap Ardian."Kenapa?" tanya Ayra seraya mengernyitkan dahi."Ya, karena itu peraturan rumah ini, aku hanya tiga bersaudara. Ayahku sengaja membangun rumah besar supaya anak anaknya bisa tinggal dalam satu atap yang sama, apalagi anak laki laki yang merupakan penerus keluarga ini," ucap Ardian memberi penjelasan."Apa kamu keberatan dengan hal itu?" tanya Ardian."Oh, ti-tidak, seorang istri memang harus ikut kemanapun suaminya pergi, apalagi sudah disediakan tempat tinggal, setidaknya seorang istri harus bersyukur," ucap Ayra dengan begitu bijaknya."Baguslah, setidaknya kamu memiliki prinsip yang hampir sama dengan keluarga ini," ucap Ardian seraya tersenyum.Ardian meminta Ayra duduk di kursi sofa merah kehitaman itu, sedangkan dia berjalan masuk ke dalam rumah yang lebih dalam untuk menemui ayahnya. Detak jantung Ayra belum stabil, masih berdetak dengan begitu hebatnya. Semua rasa bercampur antara takut, was-was, khawatir, bingung dan semuanya."Apa aku pantas berada di rumah ini? sedangkan aku berasal dari keluarga sederhana? rumahku saja mungkin hanya sebesar ruang tamu ini," gumam Ayra dalam hati. Beberapa saat Ayra menunggu, segala perasaan itu berkecamuk, dia khawatir keluarga ini tidak akan menerimanya dengan baik, walaupun dia tahu presdir sendirilah yang menginginkannya menjadi menantu di rumah ini.***"Ibu, Ayra sudah menunggu di luar," ucap Ardian pada ibunya yang terlihat sibuk menghias wajah di depan cermin besar di dalam kamarnya."Ardian, putra kesayangan ibu, baiklah, ibu sudah siap. Bagaimana penampilan ibu? Ibu membeli gaun ini di butik langganan ibu, model terbaru, sama dengan yang dipakai beberapa artis ternama, dan ibu mendapatkannya lebih dulu," ucap nyonya besar Sisca."Ibu selalu terlihat cantik, tidak ada yang bisa mengalahkan ibu, tenang saja," ucap Ardian memberi pujian. Terlihat nyonya besar Sisca menghampiri Ardian dan mencium pipinya."Ibu juga baru selesai mengencangkan mata, dagu dan pipi, kamu lihat kan, sudah tidak ada lagi kerutan halus," ucap nyonya Sisca seraya memperlihatkan pipinya."Iya ibu, percayalah ibu terlihat begitu luar biasa," ucap Ardian seraya tersenyum."Ayahmu sudah menunggu, temuilah dia, dia ada di ruang kerjanya," ucap nyonya Sisca."Baiklah ibu, aku akan menemui ayah," ucap Ardian lalu berjalan meninggalkan kamar ibunya, hendak menemui ayahnya yang berada di ruang kerja."Kakak, kamu sudah datang? Mana calon istrimu," sapa Rose."Dia ada di depan, temuilah dia," ucap Ardian."Baiklah, aku akan memberi sedikit tes untuknya, walau pernikahan ini sudah kita rencanakan, paling tidak aku harus memiliki kakak ipar seperti yang aku inginkan," ucap Rose dengan pandangan mata yang seolah menyimpan sebuah rencana.Rose berjalan menuju ke arah ruang depan, dia akan menemui Ayra, calon istri kakak kesayangannya."Hai, kamu Ayra ya?" tanya Rose setelah mendapati seorang wanita duduk di ruang tamunya."Hai, kamu pasti Rose, senang melihatmu," ucap Ayra berusaha mengakrabkan diri."Cantik juga, pantas kakak langsung menerima tawaran ayah," bisik Rose dalam hati."Bagaimana kabar kuliahmu?" tanya Ayra."Sudah mulai libur semester, harusnya kita liburan ke luar negeri, tapi karena kakak sangat sibuk, liburan tahun ini ditiadakan, kita tidak bisa pergi jika salah satu keluarga tidak ikut," ucap Rose yang terlihat lesu menceritakan kekecewaannya."Bagaimana kalau besok besok kita pergi bersama, ada toko squishy besar yang baru buka di Pesona Mall," ucap Ayra."Apa? squishy? Kamu menyukainya?" tanya Rose heran."Ibuku selalu mengatakan jika hobiku itu seperti anak kecil, ternyata ada juga orang dewasa yang menyukainya," ucap Rose seraya tersenyum."Tentu saja, memainkan squishy itu sangat menyenangkan," ucap Ayra yang sebenarnya tidak terlalu suka dengan squishy, bahkan sama sekali tidak mengerti."Baiklah, kita akan pergi bersama, sepertinya kita akan cocok," ucap Rose.Akhir KisahMalam itu di dalam mobil, Alana terlihat menatap Arsen yang sedang sibuk menyetir.“Apa kamu akan melakukan itu selama perjalanan pulang?” tanya Arsen. Alana mengulaskan senyum, rupanya Arsen mengetahui apa yang dia lakukan, terus memandangi laki laki tampan yang ada di sebelahnya.“Apa kamu mau membelikanku ice cream, waktu itu kamu bilang aku menjatuhkan ice cream di bajuku, padahal aku tidak terlalu suka makan ice cream (kejadian di mall),” ucap Alana.“Tidak mungkin, ice cream itu makanan yang hampir semua orang suka,” ucap Arsen.“Ya, mungkin karena aku sudah lama tidak memakannya,” ucap Alana.“Aku sudah lupa bagaimana rasanya,” lanjut Alana.Arsen terlihat mengarahkan matanya pada Alana, hanya sekian detik.“Baiklah,” ucap Arsen yang kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah kedai ice cream yang cukup terkenal.Mobil Arsen berhenti di depan kedai ice cream itu.“Ayo kita turun, kamu boleh membeli apapun yang kamu inginkan,” ucap Arsen seolah mengatakan itu pada anak k
Tidak Ingin Hidup MiskinNyonya Sisca terlihat duduk di apartemen mewah. Penthouse yang dulu ditempati Isabela, sekarang ditempati oleh Rose dan akan menjadi tempat tinggal nyonya Sisca.“Ibu, minumlah,” ucap Rose seraya menyodorkan segelas teh hangat.“Bibi Esti sedang menemani Amora tidur, Rose akan bantu ibu ke kamar ibu,” lanjut Rose.“Apa kita akan tinggal di sini?” tanya nyonya Sisca.“Iya ibu, rumah ibu disita, juga dua apartemen yang lain. Untung apartemen ini sudah atas nama Rose, kakak memberikan apartemen ini untuk Rose tempati,” ucap Rose.“Apa kakakmu memberikan tempat ini untuk Isabela?” tanya nyonya Sisca.“Iya, dulu, sebelum akhirnya dia datang ke rumah,” ucap Rose.“Sebelum dia menghancurkan keluargaku,” ucap nyonya Sisca.Rose terlihat duduk di sebelah ibunya duduk, memegang tangannya, mengelusnya lembut.“Sudahlah ibu, tidak perlu diingat lagi, kita bisa memulainya,” ucap Rose.Nyonya Sisca terlihat menatap Rose dengan pandangan mendalam.“Apa? Memulai? Tidak, semua
Satu Orang Lagi“Arsen? Apa yang baru saja kamu katakana?” tanya nyonya Farida yang kemudian melangkah mendekat ke arah Alana dan Arsen.“Tan-tante Farida,” ucap Arsen gugup.“Arsen, katakana sekarang, apa benar Alana, Alana,” ucap nyonya Farida terhenti.Arsen, Alana dan nyonya Farida duduk di kursi sofa ruang tengah.“Ya Tuhan, apa itu benar Alana, ah, Ayra,” ucap nyonya Farida seraya memeluk Alana.“Maafkan Alana tante, Alana tidak menceritakannya sejak awal, Alana minta maaf,” ucap Alana.Nyonya Farida terlihat mengusap air matanya, dia merasakan apa yang Ayra alami selama tinggal di rumah mewah itu.“Mereka benar benar kejam,” ucap nyonya Farida seraya melepaskan pelukan Alana.“Tante mengerti kenapa kamu sampai di titik ini,” lanjut nyonya Farida.“Tante, tolong rahasiakan ini semua, hanya Arsen dan beberapa orang yang tahu,” ucap Arsen.“Beberapa orang? Siapa?” tanya nyonya Farida seraya menatap Arsen.“E-Edo dan Amanda,” ucap Arsen.“Apa? Kamu mempercayai mereka tapi tidak den
Tidak Mengakui KesalahanArdian terlihat hanya diam, di sebuah ruangan yang bercat hitam. Sendiri, memahami situasi dengan cepat.“Baiklah pak Ardian, mari kita lanjutkan,” ucap seorang penyidik yang baru saja masuk ke ruangan itu.“Sudah aku bilang, aku tidak membunuh istriku! Itu adalah kecelakaan!” teriak Ardian.“Baiklah, anda terus saja mengatakan itu. Jika memang itu kecelakaan, lalu kenapa anda mengatakan pada keluarga anda bahwa istri anda pergi dengan laki-laki lain?” tanya penyidik.“Apa? Siapa yang memberikan informasi seperti itu?” tanya Ardian dengan mata bulat penuh.“Adik anda sudah memberi keterangan, dia kami tetapkan sebagai saksi,” ucap penyidik.“Apa? Rose? Tidak, dia tidak tahu apa apa,” ucap Ardian.“Ya, saya tahu, pelakunya adalah anda dan nyonya Isabela. Anda tahu nyonya Isabela bahkan mendapat tuntutan yang sangat panjang, kejahatannya tidak bisa dimaklumi,” ucap penyidik.Ardian terdiam, melihat kearah penyidik berperawakan kecil namun tengil. Senyumnya penuh
Penangkapan Ardian“A-Ainun,” gumam nyonya Sisca dengan pandangan tidak percaya.Pak Herlambang masih berusaha untuk memahami situasi, tidak ingin tertipu dengan prasangkanya. Namun setelah sekian detik berpikir cepat, wanita yang tiba tiba muncul itu benar benar Ainun, cinta pertamanya.Rose menatap ke arah wanita itu. Dia ingat, wanita yang pernah dia kagumi saat pertama kali melihatnya.“Dia, wanita yang aku lihat malam itu,” gumam Rose dalam hati.Ardian sudah memahami situasinya sejak awal, tidak ada kekagetan di wajahnya, dia hanya penasaran, apa alasan dibalik kemunculan wanita itu? Bukankah dia yang sudah meninggalkan ayahnya puluhan tahun lalu.“A-Ainun,” gumam lirih pak Herlambang. Laki-laki tampan yang berdiri di samping nyonya Ainun terlihat memberi isyarat penghormatan, menundukkan kepalanya pada semua orang yang ada di hadapannya.“Laki-laki itu tampan sekali,” puji Rose dalam hatinya. Dia berusaha membuyarkan pikiran itu dan fokus memahami apa yang sebenarnya terjadi.“
Semua Datang Bersamaan Sekretaris Pete memberikan uang kepada beberapa orang yang merupakan petugas pemakaman. “Pak, semua sudah beres, kami akan merawat makam itu. Oh iya, ngomong ngomong mayat siapa itu?” tanya salah satu petugas pemakaman. “Seperti biasa, mayat dari rumah sakit yang tidak memiliki identitas setelah penyelidikan,” ucap sekretaris Pete memberikan alasan yang mungkin masuk akal dan bisa diterima. “Pak Arsen itu sangat luar biasa, beliau mengurus beberapa jenazah tanpa identitas. Seingat saya ada lima tunawisma yang sudah dimakamkan di sini, dibiayai pribadi oleh pak Arsen,” ucap petugas makam itu. “Ya, sesama manusia kita harus memanusiakan manusia lain,” ucap sekretaris Pete. “Apa seperti itu tidak diurus pemerintah?” tanya petugas makam. “Tentu saja, pemerintah juga mengurus hal semacam itu, namun jenazah jenazah tanpa nama yang datang ke rumah sakit Keluarga Sehat selalu diurus pribadi oleh pak Arsen,” ucap sekretaris Pete. “Pak Arsen memang sangat l