Sebuah Rencana Jahat
Nyonya Sisca terlihat mengangkat beberapa piring dan gelas kotor, meletakkannya di tempat cucian piring yang di sana sudah terdapat beberapa piring kotor yang sepertinya adalah bekas piring makan tadi pagi."Lalu siapa yang membersihkan semua ini ibu?" tanya Ayra."Hmmm, saya dan Ardian, dia cukup ahli untuk urusan seperti ini. Dia sangat menjaga kebersihan dan selama satu minggu ini terpaksa dia yang harus membantu pekerjaan rumah,""Ibu, biar saya saja yang membersihkannya," ucap Ayra yang melihat nyonya Sisca bersiap membersihkan piring kotor tersebut. Nyonya Sisca menjawab ucapan Ayra dengan senyum kelegaan, ternyata Ayra cukup bisa membantu, padahal itu adalah pertemuan pertama mereka."Kamu tidak keberatan?" tanya nyonya Sisca."Tidak ibu, ini bukan masalah besar," ucap Sisca yang bersiap dengan sarung tangan panjang berwarna merah muda, yang digunakan khusus untuk mencuci piring.Tangannya begitu terampil dan cekatan dalam mencuci semua piring piring kotor tersebut. Nyonya Sisca terpukau dengan pekerjaan Ayra, gadis ini tidak hanya cukup cantik, namun benar benar terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah, cocok seperti apa yang mereka inginkan.***Nyonya Sisca dan Ayra selesai dengan piring kotor mereka, lalu berjalan ke ruang tengah untuk bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Terdengar Ardian tertawa bersama ayahnya, sepertinya ada cerita seru yang baru saja diceritakan oleh pak Herlambang kepada kedua anaknya."Ayra, kamu sudah selesai membantu ibu, kamu tidak seharusnya membantunya, kamu tamu di sini," ucap ayah Ardian. "Tidak apa apa ayah," ucap Ayra seraya duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Ardian, sofa berwarna merah tua yang ditata memanjang, menghadap ke arah televisi berukuran besar."Ayah senang kalian bisa sedekat ini, bagaimana jika kita percepat pernikahan kalian?" tanya pak besar Herlambang. "Semua terserah Ayra, aku tidak masalah ayah," ucap Ardian."Tapi sebelumnya, ada yang perlu ayah sampaikan, Ayra apa kamu bersedia menjadi istri Ardian? jika kamu bersedia, ayah berharap Ardian menikah dengan wanita yang bisa menjadi istri seutuhnya," ucap Ayah Ardian yang sepertinya terlalu langsung pada pokok pembicaraan."Menjadi istri seutuhnya? Saya tidak mengerti pak, eh ayah," ucap Ayra gugup."Menjadi istri seutuhnya, berada di rumah, menyiapkan semua kebutuhan suami, mengurusnya sebaik mungkin dan segala hal yang menjadi tugas seorang istri," ucap pak Herlambang. Mendengar hal itu Ayra terlihat diam, bingung dengan apa yang harus diucapkan."A-ayah, sebelumnya saya minta maaf, saya memiliki orang tua yang masih harus menerima nafkah dari saya, karena saya adalah anak satu satunya," ucap Ayra menjelaskan."Berapa yang kamu kirim untuk orang tuamu setiap bulannya?" tanya pak Herlambang."Se-sekitar Lima juta rupiah ayah," ucap Ayra sedikit gugup."Baiklah, ayah akan mengirimkan sepuluh juta setiap bulannya untuk ayah dan ibumu, kamu tidak perlu bekerja lagi, jadilah menantu di rumah ini," ucap pak Herlambang."Bagaimana Ayra, kamu bersedia, jika kamu menolak sampaikan saja, kalian bisa menjadi teman, belum jodoh untuk menjadi pasangan hidup," ucap nyonya Sisca yang seolah tidak memberi waktu Ayra untuk berpikir.“Lagipula menjadi dokter itu pekerjaan yang cukup berat, kamu harus mengurus pasien tanpa kenal waktu. Apa jadinya suamimu nanti? Apa kamu yakin dia akan terurus dengan baik?” ucap nyonya Sisca seolah menyindir.“Ta-tapi, i-ibu, saya baru saja menyelesaikan program co-as, saya baru akan memulai karir saya,” ucap Ayra lirih.“Halah, kamu ini, apa enaknya bekerja, kamu cukup menjadi istri, duduk manis di rumah, suamimu yang akan bekerja,” ucap nyonya Sisca.“Itu adalah sesuatu yang diimpikan banyak orang,” lanjut nyonya Sisca dengan pandangan serius."Aku rasa itu tidak berat, kamu cukup menjadi istri dan juga kakakku," ucap Rose.Aira masih terdiam, dia seolah terintimidasi, dia sendiri, mempertimbangkan segala hal dengan cepat, tanpa memiliki waktu untuk berdiskusi."Sudahlah ibu, mungkin Ayra masih ingin bekerja, kita tidak boleh membebaninya dengan permintaan yang mungkin cukup berat seperti itu, mungkin mereka belum jodoh," ucap Ardian seraya melirik ke arah Ayra.Ayra menghela nafas panjang. Dia coba menggali dengan cepat di dalam pikirannya. Apa benar dia mencintai Ardian? Dan apa benar Ardian adalah jodoh terbaik yang dikirimkan Tuhan untuknya?"Sa-saya sangat berterima kasih ayah sudah mau memikirkan orang tua saya, ta-tapi," ucap Ayra terhenti."Tapi apa Ayra, apa itu kurang?" tanya nyonya Sisca. "Bu-bukan ibu, itu sudah lebih dari cukup, saya hanya tidak ingin menjadi beban," ucap Ayra lirih. "Beban?" ucap Rose lalu setelahnya dia terdengar tertawa dengan begitu lepasnya."Ayra, kamu tau, kamu sedang bicara dengan Herlambang Mahendra, pemilik Abadi Group, presdir rumah sakit Abadi sehat juga perusahaan lainnya, perusahaan yang merupakan perusahaan ternama di Jakarta," ucap Rose."Itu bukan masalah besar, justru jika kamu masih bekerja, apa yang orang orang pikirkan, menantu Herlambang Mahendra bekerja di tempat yang berada di bawah kekuasaan Abadi Group, aneh sekali," ucap Rose menyampaikan pendapatnya.“Lagipula kamu bisa menjadi dokter untuk keluargamu sendiri,” lanjut Rose.“Kamu bias mempersiapkan diri untuk menjadi ibu, apa kamu tidak akan memiliki anak dengan kakakku? Ibu dan ayah anti pengasuh,” ucap Rose yakin."Apa yang Rose sampaikan itu benar sekali Ayra, bagaimana, Kamu setuju untuk segera melangsungkan pernikahan? Kamu tidak perlu repot repot memikirkan mengenai pernikahan, semuanya akan ibu urus, kamu tinggal beritahu orang tuamu, bawa mereka ke Jakarta, semuanya akan beres dengan sempurna," ucap nyonya Sisca.Ayra semakin tersudut. Dia tidak bisa memungkiri, benih cinta itu ada, dia tidak ingin membuat orang yang ingin menikahinya terluka. Memang bukan penolakan, namun bisa jadi ini akan dianggap sebagai penolakan.Ayra menghela nafas panjang."Baiklah ibu, sebaik baiknya istri adalah yang menginguti apa yang menjadi kehendak suaminya, selama itu adalah hal baik, tidak ada alasan untuk menolak," ucap Ayra berusaha memahami setiap situasi.Nyonya Sisca melihat kearah Ayra, lalu tersenyum."Baiklah, sepertinya keputusan yang benar telah diambil," ucap nyonya Sisca.“Kita akan segera menyiapkan pernikahan besar, pernikahan paling megah tahun ini,” lanjut nyonya Sisca.“Iya ibu, pernikahan yang tidak akan terlupakan,” ucap Rose dengan pandangan tajam, juga senyum yang menyimpan misteri.Sejak hari itu, pertemuan pertama, mereka semua mulai sibuk menyiapkan pernikahan. Mungkin semua orang berfikir jika ini adalah awal yang baik bagi Ayra, menjadi menantu seorang miliarder kaya raya, hidup nyaman dengan geLimang harta, tidak perlu bekerja keras dan hanya menjadi seorang istri yang memiliki seutuhnya waktu untuk mengurus suaminya juga anak anaknya kelak.Semua orang menganggap Ayra beruntung, gadis paling beruntung tahun ini. Cinderella nyata, yang benar benar hidup di dunia ini.***Di kediaman keluarga Herlambang, Rose terlihat bercakap dengan ibunya, nyonya Sisca."Ibu, sepuluh juta itu terlalu sedikit, pengasuh pribadi Loly saja mendapat gaji hampir sepuluh juta perbulan, belum lagi perawatnya yang rutin memeriksa kesehatannya dan belum lagi pembantu kita juga mendapat lebih dari Lima juta," ucap Rose pada ibunya ketika mereka berdiri bersebelahan setelah mengantar Ayra dan Ardian meninggalkan kediaman mereka."Kamu samakan Ayra dengan perawat dan pembantu? Wah kamu ini luar biasa," ucap nyonya Sisca dengan mata terbuka penuh."Ah ibu tidak perlu berlagak seperti itu, memang itu tujuan kita bukan? Mendapat pembantu gratis, sekaligus pengasuh gratis untuk Loly," ucap Rose sinis."Tapi dia akan menjadi istri kakakmu, dia akan mendapat lebih dari itu," ucap nyonya Sisca."Ibu menyukai Ayra?" tanya Rose menelisik.“Aku lihat tadi ibu tersenyum padanya,” ucap Rose.“Itu karena dia adalah seorang dokter, dia bisa menjadi dokter keluarga kita, merawat keluarga kita, juga mengurus rumah ini,” ucap nyonya Sisca.“Jika ingin mencari pembantu atau pengurus rumah, kenapa itu tidak mencari pembantu lagi?” tanya Rose.Nyonya Sisca terlihat mengeluarkan matanya pada Rose, melotot, kesal.“Ibu sudah mengganti tiga pembantu dalam beberapa hari ini, apa tidak cukup?” ucap nyonya Sisca kesal.“Ya, karena ibu menerapkan standar yang tinggi, ibu harus menurunkan standar ibu,” ucap Rose.Rose terlihat menghela nafas.“Apa ibu yakin wanita itu akan betah tinggal di rumah kita? Sepertinya dia datang bukan untuk menjadi menantu ibu, melainkan pembantu ibu,” ucap Rose."Jaga ucapanmu,” ucap nyonya Sisca kesal.“Kita lihat saja nanti, apa dia akan bertahan, dia memiliki sifat baik," ucap nyonya Sisca seraya tersenyum sinis ke arah Ayra dan Ardian pergi.Akhir KisahMalam itu di dalam mobil, Alana terlihat menatap Arsen yang sedang sibuk menyetir.“Apa kamu akan melakukan itu selama perjalanan pulang?” tanya Arsen. Alana mengulaskan senyum, rupanya Arsen mengetahui apa yang dia lakukan, terus memandangi laki laki tampan yang ada di sebelahnya.“Apa kamu mau membelikanku ice cream, waktu itu kamu bilang aku menjatuhkan ice cream di bajuku, padahal aku tidak terlalu suka makan ice cream (kejadian di mall),” ucap Alana.“Tidak mungkin, ice cream itu makanan yang hampir semua orang suka,” ucap Arsen.“Ya, mungkin karena aku sudah lama tidak memakannya,” ucap Alana.“Aku sudah lupa bagaimana rasanya,” lanjut Alana.Arsen terlihat mengarahkan matanya pada Alana, hanya sekian detik.“Baiklah,” ucap Arsen yang kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah kedai ice cream yang cukup terkenal.Mobil Arsen berhenti di depan kedai ice cream itu.“Ayo kita turun, kamu boleh membeli apapun yang kamu inginkan,” ucap Arsen seolah mengatakan itu pada anak k
Tidak Ingin Hidup MiskinNyonya Sisca terlihat duduk di apartemen mewah. Penthouse yang dulu ditempati Isabela, sekarang ditempati oleh Rose dan akan menjadi tempat tinggal nyonya Sisca.“Ibu, minumlah,” ucap Rose seraya menyodorkan segelas teh hangat.“Bibi Esti sedang menemani Amora tidur, Rose akan bantu ibu ke kamar ibu,” lanjut Rose.“Apa kita akan tinggal di sini?” tanya nyonya Sisca.“Iya ibu, rumah ibu disita, juga dua apartemen yang lain. Untung apartemen ini sudah atas nama Rose, kakak memberikan apartemen ini untuk Rose tempati,” ucap Rose.“Apa kakakmu memberikan tempat ini untuk Isabela?” tanya nyonya Sisca.“Iya, dulu, sebelum akhirnya dia datang ke rumah,” ucap Rose.“Sebelum dia menghancurkan keluargaku,” ucap nyonya Sisca.Rose terlihat duduk di sebelah ibunya duduk, memegang tangannya, mengelusnya lembut.“Sudahlah ibu, tidak perlu diingat lagi, kita bisa memulainya,” ucap Rose.Nyonya Sisca terlihat menatap Rose dengan pandangan mendalam.“Apa? Memulai? Tidak, semua
Satu Orang Lagi“Arsen? Apa yang baru saja kamu katakana?” tanya nyonya Farida yang kemudian melangkah mendekat ke arah Alana dan Arsen.“Tan-tante Farida,” ucap Arsen gugup.“Arsen, katakana sekarang, apa benar Alana, Alana,” ucap nyonya Farida terhenti.Arsen, Alana dan nyonya Farida duduk di kursi sofa ruang tengah.“Ya Tuhan, apa itu benar Alana, ah, Ayra,” ucap nyonya Farida seraya memeluk Alana.“Maafkan Alana tante, Alana tidak menceritakannya sejak awal, Alana minta maaf,” ucap Alana.Nyonya Farida terlihat mengusap air matanya, dia merasakan apa yang Ayra alami selama tinggal di rumah mewah itu.“Mereka benar benar kejam,” ucap nyonya Farida seraya melepaskan pelukan Alana.“Tante mengerti kenapa kamu sampai di titik ini,” lanjut nyonya Farida.“Tante, tolong rahasiakan ini semua, hanya Arsen dan beberapa orang yang tahu,” ucap Arsen.“Beberapa orang? Siapa?” tanya nyonya Farida seraya menatap Arsen.“E-Edo dan Amanda,” ucap Arsen.“Apa? Kamu mempercayai mereka tapi tidak den
Tidak Mengakui KesalahanArdian terlihat hanya diam, di sebuah ruangan yang bercat hitam. Sendiri, memahami situasi dengan cepat.“Baiklah pak Ardian, mari kita lanjutkan,” ucap seorang penyidik yang baru saja masuk ke ruangan itu.“Sudah aku bilang, aku tidak membunuh istriku! Itu adalah kecelakaan!” teriak Ardian.“Baiklah, anda terus saja mengatakan itu. Jika memang itu kecelakaan, lalu kenapa anda mengatakan pada keluarga anda bahwa istri anda pergi dengan laki-laki lain?” tanya penyidik.“Apa? Siapa yang memberikan informasi seperti itu?” tanya Ardian dengan mata bulat penuh.“Adik anda sudah memberi keterangan, dia kami tetapkan sebagai saksi,” ucap penyidik.“Apa? Rose? Tidak, dia tidak tahu apa apa,” ucap Ardian.“Ya, saya tahu, pelakunya adalah anda dan nyonya Isabela. Anda tahu nyonya Isabela bahkan mendapat tuntutan yang sangat panjang, kejahatannya tidak bisa dimaklumi,” ucap penyidik.Ardian terdiam, melihat kearah penyidik berperawakan kecil namun tengil. Senyumnya penuh
Penangkapan Ardian“A-Ainun,” gumam nyonya Sisca dengan pandangan tidak percaya.Pak Herlambang masih berusaha untuk memahami situasi, tidak ingin tertipu dengan prasangkanya. Namun setelah sekian detik berpikir cepat, wanita yang tiba tiba muncul itu benar benar Ainun, cinta pertamanya.Rose menatap ke arah wanita itu. Dia ingat, wanita yang pernah dia kagumi saat pertama kali melihatnya.“Dia, wanita yang aku lihat malam itu,” gumam Rose dalam hati.Ardian sudah memahami situasinya sejak awal, tidak ada kekagetan di wajahnya, dia hanya penasaran, apa alasan dibalik kemunculan wanita itu? Bukankah dia yang sudah meninggalkan ayahnya puluhan tahun lalu.“A-Ainun,” gumam lirih pak Herlambang. Laki-laki tampan yang berdiri di samping nyonya Ainun terlihat memberi isyarat penghormatan, menundukkan kepalanya pada semua orang yang ada di hadapannya.“Laki-laki itu tampan sekali,” puji Rose dalam hatinya. Dia berusaha membuyarkan pikiran itu dan fokus memahami apa yang sebenarnya terjadi.“
Semua Datang Bersamaan Sekretaris Pete memberikan uang kepada beberapa orang yang merupakan petugas pemakaman. “Pak, semua sudah beres, kami akan merawat makam itu. Oh iya, ngomong ngomong mayat siapa itu?” tanya salah satu petugas pemakaman. “Seperti biasa, mayat dari rumah sakit yang tidak memiliki identitas setelah penyelidikan,” ucap sekretaris Pete memberikan alasan yang mungkin masuk akal dan bisa diterima. “Pak Arsen itu sangat luar biasa, beliau mengurus beberapa jenazah tanpa identitas. Seingat saya ada lima tunawisma yang sudah dimakamkan di sini, dibiayai pribadi oleh pak Arsen,” ucap petugas makam itu. “Ya, sesama manusia kita harus memanusiakan manusia lain,” ucap sekretaris Pete. “Apa seperti itu tidak diurus pemerintah?” tanya petugas makam. “Tentu saja, pemerintah juga mengurus hal semacam itu, namun jenazah jenazah tanpa nama yang datang ke rumah sakit Keluarga Sehat selalu diurus pribadi oleh pak Arsen,” ucap sekretaris Pete. “Pak Arsen memang sangat l