Share

Rencana Pernikahan

"Kamu memang sependiam ini, ya?" Aya memecah keheningan setelah hampir setengah jam Alister mendiamkannya.

Mereka tidak sedang perang dingin atau marahan, memang dasar Alisternya saja yang terlalu kaku dalam membuka obrolan. Sudah mengenal Aya selama dua pekan dan bertemu beberapa kali, tapi keduanya masih terasa asing. Lebih tepatnya, Aya masih segan untuk mengakrabkan diri dengan pria itu. Alister tampak memberikan jarak yang cukup tegas di antara mereka.

Mau inisiatif memulai keakraban lebih dulu namun Aya takut dia salah langkah. Gadis itu memang agak ceroboh, makanya Vincent bingung kenapa Aya bisa jadi dokter. Otaknya memang lumayan encer tapi sikap gegabahnya itu loh yang membuat Vincent angkat tangan. Sejujurnya Vincent tidak kaget mendengar Aya melakukan malpraktek. Kejadian itu sangat cocok dengan kebiasaan kawan gilanya.

"Tidak juga," jawab Alister datar.

Dia berkata jujur, Vincent saksinya, saat bersama orang yang dekat dengannya tentu saja Alister tidak sependiam ini. Begitu pun ketika Alister bersama Vincent, sejak masa kuliah bisa dibilang Vincent ini satu-satunya sahabat pria yang dekat dengan Alister. Mereka kuliah di kampus yang sama namun mengambil jurusan berbeda. Vincent mengambil jurusan hukum sedangkan Alister manajemen dan bisnis.

Saat Alister tidak sedang bersama dua sahabat perempuannya, maka orang yang setia menemani pria itu ya Vincent. Sebenarnya banyak yang mau berteman dengan Alister, hanya saja pria itu membatasi diri. Katanya, Alister tidak suka punya banyak teman karena itu sangat merepotkan. Apalagi punya teman tipikal beban yang apa-apa hobi merepotkan temannya. Secara, semua orang di kampus tahu bahwa Alister adalah pewaris takhta dari konglomerat terkaya di Asia.

"Kalau tidak seharusnya kamu bisa mencairkan suasana dari tadi. Enggak enak tahu, diem-dieman kayak gini."

Alister masih sibuk menyetir, hari ini dia sengaja membawa mobil sendiri tanpa sopir agar bisa bebas berinteraksi dengan Aya tanpa ada yang menguping pembicaraan mereka.

"Kamu mau aku melakukan apa? Koprol sambil nyetir?”

"Dih, lawak, ya enggak gitu juga, aku cuma minta kamu ngajakin aku ngobrol apa kek gitu. Katanya kita harus terlihat akrab dan romantis kalau di depan umum. Kalau sikap kamu terus kaku kayak gini, aku jadi canggung tahu!"

"Inisiatiflah, kamu yang mulai percakapan."

"Bisa-bisanya nyuruh cewek maju duluan, enggak peka banget."

Aya melipat kedua tangannya di atas perut kemudian membuang pandangan ke luar jendela mobil. Dia memperhatikan hiruk pikuk jalanan Ibu Kota di sore hari. Alister menoleh ke arah gadis itu sesekali, dia mengela napas berat sebentar.

"Kamu sudah punya kekasih?" tanya Alister tiba-tiba, Aya mengerutkan kening lalu menoleh cepat ke arah pria itu.

"Kenapa baru tanya?"

"Jawab saja."

"Udah."

"Oh, siapa?"

Aya menunjuk Alister dengan dagunya, pria itu mengerutkan kening—bingung.

"Apa?" tanya Alister lagi memastikan. Aya terus saja melakukan sesuatu yang tidak Alister pahami, pria itu jadi kesal sendiri.

"Bicara yang jelas tidak usah pakai isyarat!"

"Kamu!" sentak Aya, "dasar enggak peka," omelnya.

"Aku pacar kamu?"

"Mm, kamu sendiri kan yang bilang di hadapan orang tua kamu kalau kita pacaran."

Alister mendengus sebal, "Maksudku kekasih sungguhan. Pacar real kamu!"

"Emang kamu enggak real, ya?"

"Aku serius, Rayasa."

"Kamu pikir aku bakalan melakukan kegilaan ini kalau aku punya pacar?"

"Enggak punya, tinggal jawab gitu, susah banget pakai muter-muter dulu."

"Emosian nih Masnya, aku kan cuma bercanda."

"Bener kata Vincent, kamu emang ngeselin," ujar Alister.

"Dih, bawa-bawa Vincent. Kata Vincent juga kamu resek, super duper resek dan ngebosenin. Ternyata emang bener!"

Mereka saling melempar tatapan tajam, keduanya tidak mau saling mengalah sampai mereka lelah sendiri dan memutuskan untuk kembali fokus pada kegiatannya masing-masing. Beberapa saat kemudian, Aya dan Alister tiba di butik untuk fitting baju pengantin. Walau Aya selalu melabeli ini pernikahan settingan nyatanya semua persiapan dilakukan secara matang dan sungguh-sungguh.

Alister bahkan sampai meluangkan waktu untuk fitting baju dan memilihkan cincin pernikahannya dengan Aya, selayaknya pasangan pengantin pada umumnya. Sesekali mereka cekcok masalah selera dalam memilih cincin. Membuat para petugas yang melihat perdebatan keduanya terkekeh geli. Fenomena itu memang kerap dialami oleh para calon pengantin. Mendebatkan hal-hal kecil sampai berujung kesal dan saling melempar kemarahan. Sangat wajar, mungkin itu salah satu ujian menuju hari bahagia.

Saat memasuki area butik, Alister dan Aya langsung disambut hangat oleh para petugas dan pemilik butik tersebut. Mereka langsung diarahkan ke ruang ganti untuk VIP dan para petugas pun mengeluarkan beberapa rancangan tuxedo dan gaun pengantin modern yang mereka desain khusus untuk pernikahan kedua Alister. Pria itu memulai fitting lebih dulu, kurang lebih ada empat set pakaian yang dia coba dan semuanya tampak begitu pas di badan Alister. Membuat penampilan pria itu semakin menawan. Para pegawai butik bahkan sampai berdecak kagum dengan binar mata terang benderang.

Saat Alister sudah selesai mencoba pakaian keempatnya, tirai ganti pakaian wanita baru saja dibuka seluruhnya. Memunculkan sosok perempuan yang begitu memikat hati dengan kecantikan paras dan gaun yang dikenakannya. Semua menjadi harmoni indah yang tampak serasi untuk ditampilkan. Alister terpana untuk sesaat sampai akhirnya dia berdeham dan mencoba bersikap biasa.

"Bagus tidak?" tanya Aya sambil melentangkan tangan, memperlihatkan detail gaun pengantinnya.

"Bagus," jawab Alister singkat.

"Serius?"

"Iya."

"Kok ekspresinya biasa aja? aku terlihat jelek ya mengenakan gaun ini?"

"Tidak."

"Yang benar, ih!"

"Ya memang tidak jelek."

"Bohong! Masa ekspresinya begitu."

"Kamu ingin melihat ekspresi apa dariku, hah?"

"Terpesona kek, tepuk tangan kek, atau apa kek gitu yang menunjukkan rasa takjub. Ini malah biasa aja kayak gitu. Enggak asyik banget. Gaun ini tuh berat tahu! Effort banget aku pakainya sampai minta bantuan sama Mbaknya!"

Alister menoleh pada dua pegawai yang tadi membantu Aya, mereka hanya terkekeh geli melihat omelan Aya. Jujur Alister malu. Gadis itu usia saja sudah 29 tahun tapi kelakuannya seperti bocah 20 tahunan. Benar-benar menjengkelkan!

"Enggak usah bawel, cepat masuk dan ganti gaun berikutnya!"

"Males, udahlah enggak usah dicobain. Toh, reaksi kamu juga biasa aja. Enggak ada yang spesial, buat apa capek-capek nyobain kalau enggak diapresiasi sama sekali."

Alister mengembuskan napas berat, dia melangkah maju menuju Aya dan menarik gorden abu itu dengan sekali gerakan hingga menutupi area ganti. Aya kaget dengan aksi laki-laki itu. Dia yang masih terperanjat hanya menatap bingung calon suaminya.

"Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?"

"Kamu lagi godain aku?" tanya Alister tiba-tiba.

"Hah, maksudnya?"

 Aya serius tidak paham dengan maksud pertanyaan Alister. Mana ada dia mau menggoda Alister. Gadis itu hanya bertanya tentang penampilannya mengenakan pakaian pengantin itu, di mana sisi menggodanya coba?

"Udah cepet ganti, aku masih banyak urusan!"

"Ya, gimana mau ganti baju kalau kamu ada di sini. Keluar sana!"

"Enggak, aku mau tetap di sini."

"Heh, jangan gila, ya! Aku emang setuju nikah sama kamu tapi aku enggak bakal nunjukkin tubuh aku ke kamu sebelum kita resmi jadi suami istri. Enak aja, kamu pikir aku cewek apaan?"

"Oh, jadi nanti kalau sudah menikah, kamu ada niatan bugil di depan aku gitu?" ujar Alister dengan santainya.

"Astaga mulutnya, ya! Keluar sana!" usir Aya melemparkan pakaiannya ke arah Alister, sigap laki-laki itu menangkapnya.

"Wow, udah main lempar baju aja. Kamu mau ganti pakai apa sekarang? Sengaja ya, biar bisa punya kesempatan telanjang di depan aku?"

Aya baru sadar kalau atasan dan celana jinsnya baru saja dia lempar ke arah pria menyebalkan itu. Gadis itu mendengus kesal atas kebodohannya sendiri.

"Stop bercanda pak Alister, bisa tolong berikan baju itu pada saya sekarang?!" kata Aya dengan penuh penekanan. Dia sengaja bicara formal agar Alister tahu bahwa Aya tidak ingin bercanda saat ini.

"Enggak."

"Alister jangan pancing emosiku, ya."

"Emang kenapa kalau emosi kamu terpancing? Kamu bakal nerkam aku bulat-bulat?" pria itu tersenyum jahil membuat Aya ternganga. Dia salah karena mengira Alister pendiam, ternyata laki-laki itu jelmaan dari siluman buaya darat.

"Alister balikin baju aku!" sentak Aya sekali lagi, dengan susah payah dia berusaha menghampiri Alister namun laki-laki itu terus saja mempermainkannya dengan pindah-pindah posisi. Sudah jelas Aya kesulitan bergerak karena gaun itu yang berat.

"Alister jangan kayak bocah, ih!"

Setelah berhasil menangkap kerah jas bagian belakang Alister, Aya langsung memukul pundak pria itu keras. Alister balik badan dengan gerakan cepat kontan saja hal itu membuat tubuh Aya limbung dan pada akhirnya terjatuh ke pelukan Alister. Wajah mereka berjarak sangat dekat, Alister memandangi wajah Aya lama begitu pun sebaliknya. Saling menyelami kedalaman mata masing-masing dan seakan terbuai oleh suasana itu.

"Besar juga," bisik Alister tepat di telinga Aya.

"Apa yang besar?"

"Yang menempel di dadaku sekarang," jawab Alister diselingi senyum setan, Aya berpikir sejenak, ia kemudian menyadari posisi mereka yang masih berpelukan. Dan ya, buah dada gadis itu menempel tepat di dada Alister. Sialnya, kemben gaun pengantin yang dikenakannya sedikit melorot. Sontak saja mata Aya melotot dan dia bersiap menghardik Alister habis-habisan.

"Alisterrr ... dasar mesum!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status