"Busett ... ada gila-gilanya juga ya orang tua lo. Masa anaknya jadi pelakor malah direstuin," kaget Vincent setelah menerima laporan progres rencana Alister dan Aya.
"Gue juga kaget anjir, bisa-bisanya mereka kayak gitu. Tapi enggak mengherankan sih, siapa juga yang bakal nolak bermantukan Alister Byantara, ya, enggak?"
Vincent angguk-angguk saja sambil memeriksa dokumen klien yang akan dibelanya di persidangan nanti siang. Aya yang memang tidak ada kerjaan iseng saja mampir ke kantor Vincent, selain untuk curhat masalah Alister dan rencana pernikahan mereka, ada hal penting lain yang ingin Aya bahas dengan Vincent.
"Beruntung banget lo, lagi ketimpa musibah eh malah dapat durian runtuh. Mau dinikahi anak konglomerat, bilang apa coba sama gue?"
"Hhh, galau gue, Vin, sumpah! Ada pergolakan batin gitu dalam hati gue. Tiap malam gue mikir keputusan ini udah tepat belum, ya? Gue dosa enggak sih ngancurin rumah tangga orang? Padahal gue enggak ada maksud kayak gitu tapi kesannya si Alister pengen gue ngelakuin hal itu. Biadab emang itu laki! Cewek secantik gue malah dijadiin pelakor. Begonya, gue mau lagi," omel gadis itu memarahi dirinya sendiri.
Vincent hanya terkekeh mendengar ocehan kawannya sejak orok itu. By the way, mereka ini tetanggaan sekaligus sudah bersahabat sejak kecil. Dari TK hingga SMA mereka menimba ilmu di tempat yang sama. Namun, saat kuliah mereka berpisah karena memiliki kampus impiannya masing-masing.
"Sebelum ada lo, rumah tangga mereka emang udah berantakan, kok. Itu si Alister udah lelah aja, makanya dia pengen mengakhiri pernikahan ini dengan cara nikah lagi."
Aya yang awalnya menyimpan kepalanya di meja tiba-tiba duduk tegap, "Maksud lo?"
"Hm, ceritanya panjang, males gue jelasin. Lagi banyak kerjaan."
"Sepanjang apa? Jelasin sekarang enggak mau tahu! Kerjaan bisa nanti lagi."
"Ogah, gue lagi dikejar deadline sidang, enak aja main tunda-tunda."
"Jelasin dikit aja, Vin, kepalang penasaran nih gue!" paksa Aya tidak akan berhenti sebelum keinginannya terpenuhi.
"Iya, iya, gue cerita. Jadi gini, Alister sama Mila itu nikahnya tidak didasari rasa cinta. Eh, setahu gue Mila cinta banget sama Alister tapi Alisternya enggak. Dulu mereka sahabat baik, ada satu lagi cewek yang jadi sahabat Alister. Nah, hubungan ketiganya adem ayem aja sejak masa kuliah. Sampai ... Alister nyatain cinta tuh ke sahabatnya yang satu lagi, namanya Nindy. Ya, semacam kisah cinta segitiga antara sahabatlah."
"Repot amat, terus, terus!" komentar Aya menjeda ucapan Vincent.
"Ya, awalnya Nindy gatau kalau Mila ada rasa ke Alister, makanya dia terima cinta Alister karena ternyata Nindy juga suka sama Alister. Mereka pacaran deh tuh lama, sampai bertahun-tahun dan tiba di titik tunangan. Mila terus menyembunyikan perasaannya sampai saat itu. Cinta dalam diam niatnya, tapi sayang ... niatan itu gagal. Cinta diam-diamnya akhirnya ketahuan perkara Nindy enggak sengaja baca curhatan Mila di buku diary-nya. Di sana banyak banget tulisan yang berisi keluh kesah perasaan Mila ketika melihat orang yang dicintai malah mencintai sahabatnya sendiri."
"Dih, alay! Ini anak konglomerat kok kisah cintanya picisan banget. Geli gue dengernya."
"Komen mulu sih, mau lanjut enggak nih ceritanya?”
"Sori, sori, gemes gue, lanjut!"
"Ya, intinya sejak saat itu ketahuanlah kalau Mila ada rasa ke Alister. Mereka mencintai laki-laki yang sama. Nah, si Nindy ini, orangnya tuh baik banget, hatinya lembut dan enggak tegaan. Dia jadi merasa enggak enak karena ternyata selama ini dia udah menyakiti sahabatnya sendiri. Kepikiran, over thinking berminggu-minggu, sampai akhirnya dia memutuskan menceritakan semua perasaan Mila ke Alister. Saat itu mereka juga membicarakan soal kelanjutan hubungan mereka. Nindy minta putus padahal posisinya mereka udah ada rencana nikah. Sebagai bucin level akut, ya si Alister nolak, dong.”
“...Dia enggak mau putus dan kekeh ingin melanjutkan hubungan mereka. Tapi Nindy tetap teguh pada pendiriannya, dia lebih memilih sahabat dibandingkan rasa cintanya ke Alister. Putuslah mereka, dan tentu saja Alister galau brutal saat itu. Ya, namanya juga udah kecintaan, kan. Dia jadi sebel gitu sama Mila, padahal Mila juga enggak ada maksud menghancurkan hubungan Nindy dan Alister."
"Emang udah paling bener kayak kita ya, Vin, sahabatan jangan pakai perasaan."
"Beda ceritanya sih kalau punya sahabat kayak lo. Sahabat dakjal model begini, mana bisa bikin gue jatuh hati."
"Sialan!"
"Mau lanjut kagak?"
"Lanjutlah! Walau menggelikan, gue mau tahu ceritanya sampai ending."
"Oke, jadi setelah putus, Nindy benar-benar menjauhi Alister. Hubungan dia sama Mila juga jadi agak renggang karena Mila kesel tuh sama Nindy. Gara-gara pengakuan Nindy, Alister jadi benci sama Mila."
"Ih, ngeselin banget emang tuh si Nindy! Bego amat jadi cewek, ngapain juga dia sok belain sahabat. Pengen dibilang si paling setia kawan, tuh. Ending-nya semua perjuangan dia jadi sia-sia, kan? Dia putus sama Alister dan hubungannya sama Mila juga tetep hancur! Tolil emang."
Vincent memejam jengkel, ceritanya tak kunjung usai karena terus diinterupsi Aya.
"Lo bisa enggak sih kalau gue lagi cerita, lo diem dulu. Jangan kayak emak-emak lagi ngomentarin sinetron. Puyeng gue dengernya!" omel Vincent kesal.
"Maaf, maaf, abis gue emosi. Ceritanya emang udah cocok dijadiin sinetron gitu. Lanjut, sampai mana tadi?"
"Anjir, gue ampe bingung sendiri," keluh Vincent, "Intinya mereka bertiga jadi enggak akur, terus beberapa bulan setelahnya Nindy mengalami kecelakaan sampai meninggal. Tak lama dari situ, entah kenapa tiba-tiba saja orang tua Alister dan orang tua Mila menjodohkan mereka berdua. Dipaksa menikahlah tuh si Alister, enggak bisa nolak dia karena dia baru dikasih tahu pas hari-H kalau dia bakal nikah sama Mila."
"Gila! Pemaksaan itu namanya!"
"Iya, jadi orang tua Alister dan orang tua Mila ternyata sudah menyiapkan pernikahan dengan matang tanpa sepengetahuan Alister."
"Kenapa enggak kabur aja sih Alister, jadi iba gue sama dia. Ternyata dia korban yang sebenarnya. Udah ditinggal mati mantan tunangan yang dia bucinin, dipaksa nikah lagi sama orang yang enggak dia cinta. Miris!"
"Justru itu! Makanya dia benci sama istrinya sendiri sejak hari pernikahan sampai detik ini. Gue jamin 100% si Alister enggak pernah nyentuh Mila sama sekali. Orang tuanya enggak tahu, tapi gue tahu banget."
"Gokil, lo tahu semua tentang Alister sampai ke urusan ranjangnya juga?"
"Bisa dibilang gitu sih, awalnya gue asal nebak aja di depan dia, eh tuh bocah malah mengiyakan. Jadi ketahuan kan si Mila belum dibuka segelnya."
"Ya ampun kasiannn, terus selama ini kalau Alister mau gituan gimana, dong? Dia main sendiri atau nyari perempuan bayaran?"
"Mana gue tahu!"
"Tadi katanya lo serba tahu, gimana sih.”
"Ya, enggak sejauh itu juga, ege! Edan aja kalau gue sampai tahu."
"Tujuan dia pertahanin rumah tangganya sampai 3 tahun apa dong? Kenapa Mila enggak langsung diceraikan?"
"Alister itu pendendam, walaupun gue enggak pernah denger omongan ini langsung darinya tapi menurut gue dia masih bertahan sama Mila semata-mata buat nyakitin itu cewek. Karena bagi Alister, dia kehilangan Nindy itu karena Mila. Mungkin, tujuan dia nikahin lo juga buat bikin Mila semakin sakit hati."
"Setan tuh cowok! Jahat banget."
"Lo jadi orang konsisten dikit kenapa! Tadi iba sama Alister sekarang malah hujat dia. Sohib gue tuh gitu-gitu juga."
"Gue juga sohib lo, kenapa yang dibela cuma Alister?"
"Udah ah, pusing gue punya sohib dakjal kayak kalian berdua. Pulang sono! Gue mau lanjut kerja."
"Bentar, Vin, gue mau nanyain kelanjutan kasus gue gimana?"
Vincent menatap lama Aya, agak sedikit tidak tega dengan kenyataan yang harus dihadapi gadis itu.
"Keluarga pasien masih menentang keras buat berdamai sama lo, Ya. Mereka tetap ingin mengambil jalur hukum hingga tuntas tanpa jalur kekeluargaan," jelas Vincent menyakitkan tapi ia tetap harus menyampaikan hal tersebut.
Aya tertunduk lemah, dia sudah melakukan berbagai cara untuk menebus kesalahannya tapi sepertinya semua usahanya selama ini sia-sia.
"Astaga... orang ini benar-benar mabuk ternyata, terus kenapa tadi dia seperti orang sadar? Apa memang itu gaya mabuk khasnya?" tutur Aya saat ia kepayahan kenapah Alister memasuki unit apartemennya. Sungguh malam yang sangat panjang dan tidak mudah, dini hari Aya harus menanggung beban berat badan sang suami dan berusaha sendiri membawa pria itu menuju kamarnya yang berada di lantai 20. Peluh keringat bercucuran, sekujur tubuh gadis kamu, ia baru bisa bernapas lega ketika berhasil menghempaskan sang suami ke kasur di kamarnya. "Huhhh, akhirnya. Ahh, pinggangku rasanya seperti mau remuk. Lihat saja kamu yaa, aku enggak akan pernah ngizinin kamu mabuk-mabukkan kayak gini lagi!" Setelah mengatakan itu Aya bergegas mengambil air minum, kebetulan di kamarnya ada kulkas mini. Ia teguk semua minuman kaleng pilihannya lalu berdiri sambil memperhatikan Alister yang menggeliat kegerahan di kasurnya. Aya ingin abai tapi tak bisa, ada dorongan dalam dirinya yang meminta gadis itu untuk m
"Wah... mas Al cilik lucu sekali ya, Nek. Pipinya gemoy tapi lesung pipinya dalam, ahhh menggemaskan," puji Aya saat dia membuka album foto masa kecil Alister yang ditunjukkan nenek Maria. Setelah berbincang dengan Vincent siang tadi, Aya memang memutuskan untuk langsung berkunjung ke rumah orang tua Alister tanpa bilang pada suaminya. Dia datang membawa sebucket Lily putih karena katanya nenek Maria sangat menyukai bunga itu. Kemudian dia juga membeli beberapa kue dan camilan manis sebagai buah tangan. Berkunjung ke rumah mertua memang harus seperti itu, sebagai tanda bahwa kita seniat dan se peduli itu pada mereka. Terserah jika orang lain tidak terima pandangan ini, yang pasti Aya sangat meyakininya. Ini ajaran dari keluarganya, jadi dia setuju-setuju saja, toh ini juga masuk akal. "Iya, Alister kecil memang sangat lucu dan menggemaskan. Dia itu sebenarnya aktif dan humoris, lihatlah semua foto-foto ini, senyumnya sangat lebar dan tulus. Ini adalah ekspresi yang paling nenek
Mila memasuki rumah dan suasananya tampak sepi. Ia melihat jam di tangannya, baru pukul 07.38. Sebenarnya ini juga bukan pemandangan baru, Alister memng jarang di rumah, tapi Rayasa? Kenapa pengangguran itu tidak terlihat sejauh Mila memasuki rumahnya. Biasanya setiap ada Mila, Aya selalu saja menempel dan berkata hal-hal tidak penting yang semakin membuat emosi Mila meradang. ~ "Mbak, tahu enggak kemarin aku dibeliin bunga sama mas Al, bucketnya gede banget. Aku pengen bawa pulang tapi enggak jadi. Masa aku dapat sedangkan Mbak enggak, kan gak adil ya?" "Mbak Milaaa, mas Al minta dimasakin sop buntut, katanya dia lagi pengen makanan rumah. Mau bantuin aku enggak? Sebagai istri kan kita mesti berbakti sama suami ya, karena di rumah ini ada dua istri makanya Mbak harus ikut biar Mas Al bisa sama-sama makan masakan istri-istrinya." "Mbak Mila, ini aku sama mas Al kan belum sempat bulan madu ya. Kira-kira Mbak ada saran destinasi yang cocok buat honeymoon? Aku ngarepnya sih bula
"Rayasa kebiasan lo ya, udah gue bilang jangan ganggu gue di waktu kerja!" protes Vincent sambil menyimpan tas kerjanya di meja dan duduk di kursi samping Aya."Sori, ini mendesak banget jadi gue enggak bisa nunda-nunda. Walaupun gue tahu ini jam sibuk lo tapi please kali ini gue butuh saran dan pencerahan dari lo, Vin."Vincent menghembuskan napas berat, dia meneguk segelas mocktail yang sudah tersaji di atas meja itu. Vincent yakin itu miliknya tanpa perlu bertanya terlebih dulu pada Aya."Kali ini apa lagi? Si Ali bertingkah lagi?""Enggak, bukan Alister yang bertingkah tapi keluarganya. Lama-lama gue kasihan deh Vin sama Alister. Hidupnya ruwet banget, sebagai pengamat gue aja ampe bingung. Dia kerja keras tiap hari, terus ditekan sana-sini dan kehidupannya benar-benar penuh masalah."Vincent cengo mendengar penuturan Aya itu, geli rasanya melihat Rayasa bersikap sok peduli pada orang yang kehidupannya jauh lebih stabil dibanding dirinya. Apakah dia tidak sadar jika saat ini kondis
"Jadi orang tua Mila punya bukti tentang keterlibatan ayah Nindy dalam kasus korupsi?" Aya menegaskan setelah Alister cerita panjang lebar. Jujur Alister juga tidak paham kenapa dia jadi over sharing begini pada Aya. Meskipun perempuan itu sudah jadi istri sahnya, tetapi tidak ada jaminan bahwa Aya akan menjaga rahasia ini supaya tidak bocor keluar. Usia menamatkan cerita tentang masa lalunya, Alister sibuk bertanya pada dirinya sendiri. Apakah dia sudah sepercaya itu pada Rayasa? Apakah perempuan itu bisa menjaga semua rahasia ini? Bagaimana pun kebersamaan mereka didasari oleh perjanjian yang saling menguntungkan satu sama lain. Walaupun tidak mengikutsertakan ketulusan, seharusnya Rayasa tetap berada di pihak Alister bukan? Ya, hanya ini logika masuk akal yang bisa Alister tegaskan pada dirinya sendiri atas kepercayaan yang ia berikan pada istri keduanya. "Setahuku begitu, setidaknya hal itulah yang mendorongku untuk menjalani pernikahan dengan Mila selama
Rayasa sedang duduk santai sambil menikmati jus sehat nan segar usai berenang di kolam yang ada di kediaman Alister Biantara. Sudah satu bulan dia menjadi nyonya rumah di sana, tapi baru kali ini dia bisa benar-benar menikmati semua fasilitas dengan tenang dan santai.Hal ini tak lain dan tak bukan karena perempuan yang hobi memeranginya sudah tidak di sana. Ternyata kalau tidak ada Mila, rumah itu benar-benar damai dan tidak seperti sarang lebah. Ya, bagi Aya, semua ocehan pedas Mila bak suara lebah yang mengiung dan memekakkan telinga."Ternyata begini ya rasanya jadi istri satu-satunya. Bebas melakukan apa saja tanpa diawasi dan direcoki. Coba kalau setiap hari begini, aku pasti akan sangat betah diam di sini," ungkap Aya sambil membenarkan bathrobe untuk menutupi bikini renangnya.Meskipun di rumah itu selalu sepi, bukan tidak mungkin jika ada pelayan laki-laki atau tukang kebun yang melintas ke area kolam renang. Bisa bahaya nanti, Aya tidak mau sedekah dengan cuma-cuma. Alister y