“Bagaimana keadaan Venus sekarang?” tanya Arjoona datar pada Rex Milan. Rex Milan tersenyum dan menjelaskan singkat sebelum masuk ke kamar Venus bersama-sama.
“Dia sudah mengingat beberapa hal. Itulah mengapa aku membawa kalian kemari.” Arjoona hanya tersenyum tipis dan mengangguk saja. Begitu pula dengan Claire yang menggandeng lengan Arjoona dan masuk lebih dulu saat Rex Milan membuka pintu.
“Apa kita kembali nanti saja, Joona? Venus sepertinya sedang tidur,” bisik Claire lembut pada Arjoona yang menggeleng kecil.
“Kita harus pastikan kondisinya dulu,” balas Arjoona balik berbisik.
Di ruang perawatan yang dijaga ketat, Venus tampak berbaring menyamping membelakangi Rex Milan dan anggota keluarganya.
“Venus ....” panggil Claire lembut. Claire memperbaiki pelan-pelan selimut Venus dan hal itu membangunkannya. Ia membuka matanya lalu berbalik dan kaget saat melihat banyak orang yang datang mengunjunginya.
“Venus, kamu sudah bangun? Maaf ya kami jadi mengganggu istirahat kamu,” ujar Rex Milan tersenyum manis seperti biasa. Senyuman manis itu dibalas kernyit tak suka dari Venus. Venus merasa Rex Milan seperti psikopat yang memakai topeng dan siap menghabisinya kapan saja.
“Bagaimana keadaanmu, Nak?” tanya Arjoona mendekat perlahan. Ini pertama kalinya setelah Venus siuman, Arjoona boleh bicara dan mendekat.
“Seperti yang Daddy lihat, kepalaku sakit, Dad …” jawab Venus pelan. Rex Milan tersenyum dan menarik napas lega. Sepertinya ingatan Venus perlahan mulai kembali. Venus mengenal orang tua kandungnya. Rex Milan juga makin optimis jika Venus akan segera pulih seperti sedia kala.
Rex Milan kembali mendekat untuk memperoleh kembali perhatian Venus. Sedangkan Venus tetap memberikannya tatapan aneh serta tidak mau mendekat.
“Aku membawa kedua orang tuamu. Mereka merindukanmu,” ujar Rex Milan masih tenang. Venus makin mengernyit tak suka.
“Aku tahu. Lalu apa urusannya denganmu?!” sahut Venus menghardik. Arjoona sedikit memicingkan mata dan mengernyit melihat sikap Venus pada Rex Milan yang sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelum kecelakaan itu.
“Aku hanya ingin kamu cepat pulih dengan mereka datang menjenguk kamu.”
Arjoona dan Claire hanya diam saja dengan raut tak enak. Mereka berusaha tetap bersikap tenang dan sabar. Venus bergeming di tempatnya. Ia tampak tidak begitu antusias bertemu orang tuanya meski ingatan soal mereka tetap ada. Hal itu karena ada Rex Milan yang dianggap asing oleh Venus.
“Aku sudah bicara dengan dokter, katanya hari ini aku boleh keluar!” pungkas Venus dengan nada kesal. Rex Milan sedikit terkesiap. Ia belum tahu jika Venus sudah boleh keluar dari rumah sakit.
“Kalau begitu kita bisa langsung pulang sekarang,” sambung Arjoona. Venus mengangguk dan hendak turun tapi Rex Milan menghalangi.
“Tunggu, Sayang. Kenapa dokter tidak memberitahukan padaku soal ini sebelumnya?” Rex Milan tampak protes.
“Memangnya kenapa? Apa pentingnya sampai kamu harus tahu!” sahut Venus dengan ketus.
“Ven, jangan seperti itu, Sayang. Kamu harus menjaga kesehatanmu. Jangan marah-marah,” bujuk Claire mencoba bicara pada Venus. Venus mencebik tak suka dan membuang wajahnya.
“Aku sangat peduli dan mencintaimu, Venus. Tolong jangan bersikap seperti ini padaku.” Rex Milan masih mencoba sabar agar Venus tidak makin menjauhinya.
“Tolong jangan menggangguku, kepalaku pusing!” rengek Venus makin emosi.
Sementara Dion keluar dari lift dengan sikap santai menuju lantai tempat ruang perawatan Venus. Ia akan menjemput Venus seperti janjinya kemarin. Kali ini Dion memastikan tidak akan gagal membawa Venus pergi seperti yang terjadi di hotel sebelumnya.
“Oh, aku harus menunggu!” gumam Dion langsung berbalik saat melihat ada dua pria yang sedang berjaga di depan kamar Venus. Ia bersandar di dinding menunggu saat yang tepat untuk masuk.
Di dalam kamar, Rex Milan terus berusaha membujuk Venus agar tenang. Ia tidak boleh kehilangan wibawanya sebagai suami Venus di hadapan Arjoona dan Claire.
“Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membuat kamu marah. Aku hanya bertanya ....”
“Aku bahkan tidak mengenalmu. Aku tahu kamu adalah orang jahat yang akan menyiksaku lagi!” Venus separuh memekik dengan suara lembutnya pada Rex Milan.
“Sayang, tenang dulu ....”
“Pergi kalian dari sini!” Venus malah jadi mengusir keluarganya.
“Sayang, jangan seperti ini. Kamu ....” Arjoona sampai tak bisa bicara.
“Aku tidak mau menuruti Daddy lagi. Kenapa kalian membawa pria itu kemari? Dia itu jahat, Dad!” Venus menunjuk pada Rex Milan. Rex Milan mematung diam tidak tahu harus merespons seperti apa.
“Kamu ini bicara apa, Venus? Dia suami kamu!” Arjoona mulai menjelaskan. Venus tetap kukuh menggeleng serta menolak.
“Tidak mungkin, aku tidak mengenalnya. Suamiku bukan dia!” sahut Venus dengan emosi yang meledak. Rex Milan ikut terperangah dengan mata membesar dan mulut terbuka.
Venus makin terlihat emosi. Ia berkelit dan mengusir semua orang termasuk ayah dan ibunya. Di tengah kebingungannya, Rex Milan lalu bicara pada Arjoona.
“Mungkin sebaiknya kita biarkan Venus istirahat dulu saja,” ujar Rex Milan meminta separuh berbisik. Arjoona masih mengernyit lalu melihat pada Venus.
“Apa yang sudah kamu lakukan padanya, Rex?” Arjoona sedikit memicingkan mata curiganya pada Rex Milan. Rex langsung berusaha membalikkan suasana dengan tersenyum setulus mungkin.
“Tidak ada. Semua ini adalah akibat dari amnesia itu. Venus pasti akan segera pulih ... aku janji. Sekarang biarkan aku bicara pada Venus,” ujar Rex Milan berusaha meyakinkan Arjoona. Arjoona menarik napas panjang lalu mengangguk. Ia lantas mengajak istrinya, Claire untuk keluar. Sementara Rex Milan masih tetap di dalam kamar perawatan Venus.
“Mau apa lagi kamu?” hardik Venus pada Rex Milan. Rex Milan mengepalkan tangannya menahan rasa kesalnya tapi ia tidak boleh kelepasan.
“Tolong jangan bicara seperti itu. Aku hanya ingin kamu kembali seperti dulu,” bujuk Rex Milan dengan pandangan mata berkaca-kaca. Venus sempat diam sejenak. Keraguan muncul lagi di hatinya. Benarkah pria bernama Rex Milan adalah suaminya?
“Jangan pernah datang kemari lagi. Aku tidak mengenalmu,” sahut Venus bersikeras. Ia menolak Rex Milan yang mulai kehilangan akal untuk mendekatinya.
“Sayang, aku tahu kamu sedang kehilangan ingatanmu ....”
“Tidak, aku ingat semua orang. Aku ingat orang tuaku, tapi aku tidak mengingatmu. Itu artinya kau bukan bagian penting dalam hidupku. Berhentilah menggunakan orang tuaku.”
“Aku tidak akan melakukan hal seperti itu. Aku mencintaimu, Venus!”
“Cukup. Sebaiknya kau pergi dari sini! Kehadiranmu hanya membuatku makin sakit.” Venus separuh menjerit dan mulai meneteskan air matanya. Rex Milan tidak bisa berbuat apa pun. Ia pun mengangguk pelan dan terpaksa mundur. Rex Milan tidak mungkin memaksakan Venus atau dia akan pingsan lagi.
Setelah keluar dari ruangan tersebut, Rex Milan berkonsultasi dengan dokter. Rex Milan masih belum punya pilihan, ia tetap harus bersabar menghadapi Venus. Pada akhirnya, kedua orang tua Venus pulang. Sementara Rex Milan memilih untuk tetap berada di rumah sakit.
Kala tidak ada satu pun orang di dalam kamar itu, Dion datang menemui Venus. Ia mengembangkan senyumannya pada Venus yang juga menyambutnya penuh cinta.
“Dion?” sebut Venus semringah kala melihat Dion datang. Dion pun menghampiri lalu memeluk Venus penuh kemesraan. Rex Milan yang baru kembali dari mengantarkan orang tua Venus lantas kembali ke kamar. Ia mengernyit saat melihat tak ada penjaga di luar. Rex Milan pun memeriksa ke dalam.
“Apa-apaan ini? Siapa kamu?”
“Siapakamu? Untuk apa kamu memeluk istriku?” hardik Rex Milan berdiri di depan Venusdan Dion. Venus jadi berubah kesal dan tidak terima. Ia mendorong Rex Milan agarmenjauh dan dirinya, Venus turun dari ranjang dan berdiri berkonfrontasidengannya.RexMilan seketika marah dan beringsut ke depan menarik pundak Dion yang sedangmemeluk Venus. Venus terkejut demikian pula Dion.“Jangansembarangan kamu. Dia adalah suamiku!” sahut Venus bersikeras. Rex Milanterperangah tak percaya. Sementara Dion masih tenang memasang raut dingin tanpasenyuman. Ketika Venus menoleh padanya, senyuman Dion langsung mengembangtulus.“Venus,kamu adalah istriku!” balas Rex Milan menahan geraman. Venus tampak marah danmenggeleng cepat.“Tidak,kau adalah pria jahat yang menyekapku. Kamu mencuci otak kedua orang tuaku agarmengakuimu sebagai suami.” Venus mulai memberikan asumsi yang diberikan Dionpadanya.“Apa?”Rex Milan menyahut dengan kening mengernyit. Keadaan Venus jadi makin parahdari hari ke ha
“Ahk, sialan!” umpat Rex Milan kala memegangi hidungnya yang berdarah. Wajahnya membentur air bag cukup keras membuatnya kesakitan dan pusing. Tim ER datang bersama ambulans begitu sigap menolong Rex Milan serta mengeluarkannya dari mobil.“Tenanglah, Tuan! Jangan terlalu banyak bergerak!” ucap salah satu petugas medis yang mengeluarkan Rex Milan yang terjepit di mobil mewahnya yang lumayan ringsek bagian depannya.Sebastian Arson yang baru tiba lantas berlari ke arah ambulans. Terlihat Rex Milan sedang dinaikkan ke brankar dan diberikan penyangga leher.“Kamu baik-baik saja? Mana Venus?” tanya Sebastian sedikit terengah. Mata Rex Milan melirik pada Sebastian dan tampak kesal.“Bantu aku dulu. Perempuan itu malah lolos!” erangnya kesal. Sebastian tidak mengangguk. Ia ikut dalam mobil ambulans memastikan Rex Milan baik-baik saja.Rex Milan dibawa ke rumah sakit terdekat dan mobilnya diderek agar tidak mengganggu lalu lintas. Sedangkan Sebastian masih bingung dan mondar-mandir atas apa
“Apa yang kamu ingat, Venus?” tanya Dion dengan kening mengernyit dan raut serius. Ia punya harapan yang besar jika Venus bisa mengingat masa lalu mereka. Kedua tangannya menyentuh pipi Venus agar mereka bisa saling menatap. Akan tetapi, Venus malah meneteskan air mata.“Aku ... mobilnya tidak bisa dikendalikan. Ahhk, kepalaku─” Venus makin terisak. Dion tak tega dan langsung mendekap Venus dengan lembut. Sebuah kecupan diberikan Dion di ujung garis rambut Venus agar ia tenang.“Tidak apa-apa. Jangan diingat semuanya sekaligus. Dengarkan aku.” Dion sedikit menjarakkan Venus untuk bicara padanya. Jemarinya menyeka lembut air mata Venus yang masih jatuh membasahi pipinya.“Aku akan merawatmu sampai kamu pulih seperti dulu. Kamu akan mengingat semua hal dan kenangan yang kita miliki. Pernikahan kita, rumah kita, kebahagiaan kita─aku akan mengembalikan semuanya. Apa kamu mau menjalaninya bersamaku?” Dion meminta dengan tutur lembut dan pandangan tulus penuh keharuan.Venus masih memiliki
Sebastian Arson datang ke rumah sakit yang penuh dengan wartawan. Ia sempat tertegun sesaat sebelum mencari jalan lain untuk masuk ke dalam. Sayup-sayup ia mendengar pembicaraan soal Rex Milan yang mengalami kecelakaan. Setelah menunggu sejenak, barulah Sebastian Arson mendapatkan kesempatan untuk menemui Rex Milan.“Mengapa banyak wartawan di luar? Apa kamu mengumumkan jika kamu sekarat?” tanya Sebastian separuh mencibir. Rex Milan kembali ke tempat tidurnya dan duduk. Ia melirik sinis lalu mendengus dan menaikkan ujung bibirnya.“Venus pasti akan menonton berita tentangku. Dia akan kembali.” Rex Milan menjawab dengan yakin. Penyangga lehernya dibuka dan Rex Milan terlihat baik-baik saja. Sebastian hanya menarik napas panjang lalu menyerahkan sebuah dokumen hasil temuannya.“Dion yang kamu cari kemungkinan adalah Dion Juliandra, mantan suami Venus Harristian,” ujar Sebastian menyebutkan tanpa basa-basi. Sontak Rex Milan menoleh pada Sebastian lalu keningnya mengernyit. Ekspresinya cu
Ciuman Venus mendarat dengan manis di pipi Dion. Perlahan Venus melepaskan perlahan sambil terus memandang Dion. Dion hanya diam tertegun menatap Venus tanpa ingin berkedip.“Terima kasih untuk makan malamnya,” ujar Venus pelan dan lembut. Dion masih diam menyimpan senyuman dan keinginannya untuk membalas ciuman itu.“Selamat malam, Dewiku.” Venus masih belum melepaskan pegangannya pada lengan Dion. Ia masih memandang Dion hingga beberapa saat sebelum Dion sedikit menjauh. Pandangan mereka masih bertaut sebelum Dion benar-benar keluar kamar.Venus duduk perlahan di ujung ranjang dengan senyuman terkulum. Sikap Dion yang begitu baik memperlakukannya, membuat Venus merasa bahagia. Hatinya hangat. Cara Dion memandangnya seperti seseorang yang sangat mengenalnya. Hanya saja seperti ada hal yang masih mengganjal tapi Venus tak tahu apa.“Aku harus segera mengingat masa laluku. Jika memang Dion adalah bagian dari masa laluku, dia pasti punya catatannya.” Venus bermonolog pelan. Namun malam
“Lukamu sudah pulih. Tidak perlu lagi memakai plester apa pun,” ujar Dion tersenyum pada Venus. Venus pun tersenyum malu-malu pada Dion. Pagi ini selesai sarapan, Dion memeriksa luka di dekat pelipis Venus. Ia membelai helai rambut Venus dengan lembut sekaligus menatap matanya.“Apa aku boleh bertanya, Dion?” ujar Venus lembut. Dion mengangguk lalu menurunkan tangannya.“Apa kamu memiliki bukti jika kita sudah menikah? Seperti foto atau dokumen?”Dion tertegun mendengar permintaan Venus. Ia menarik napasnya perlahan lalu tersenyum getir.“Ada. Sebenarnya aku menyimpannya dengan baik tapi seperti yang aku bilang kemarin. Rumah kita terbakar dan seluruh dokumen penting pernikahan kita juga ikut lenyap,” jawab Dion beralasan.Venus tertegun lalu perlahan mengernyitkan keningnya. Keraguan yang sempat sirna untuk Dion kini mencuat lagi. Dion memang meyakinkan sebagai seorang suami tapi ia tidak memiliki bukti tertulis. Rasanya memang aneh.“Lalu bagaimana aku tahu jika kamu tidak berbohong
Venus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Meski rasa pusingnya sudah hilang tapi Venus sesungguhnya memiliki tujuan berbeda. Ia ingin bertemu kedua orangtuanya─Arjoona dan Claire. Venus harus mengkonfirmasi soal Dion dan identitasnya. Orang tuanya pasti mengetahui sesuatu.“Venus?” panggil Rex Milan yang datang tiba-tiba masuk ke ruang pemeriksaan. Venus membesarkan matanya kaget. Rex Milan mendapatkan kabar dari rumah sakit jika Venus datang.“Akhirnya aku menemukanmu.” Rex Milan langsung memeluk Venus lalu mengecup sisi keningnya. Venus sedikit refleks menghindar tapi ia tidak seagresif sebelumnya.“Kamu ke mana saja? Aku mencarimu,” ujar Rex Milan sambil memegang kedua pipi Venus.“Bagaimana kamu bisa menemukanku?” sahut Venus dengan nada ketus. Rex Milan tampak terharu. Ia terlihat bahagia bisa menemukan Venus yang tiba-tiba pergi dari rumah sakit.“Rumah sakit menghubungiku. Katanya kamu datang ke rumah sakit. Apa kamu berhasil melarikan diri dari pria itu? Apa dia
“Katakan apa tujuanmu menculik Venus Harristian?” hardik Detektif Kurt Illson menginterogasi Dion di kantor polisi. Dion masih tenang duduk di depan Kurt dengan kedua tangan diborgol.“Aku tidak menculiknya. Dia adalah Istriku,” jawab Dion. Detektif Kurt langsung mencebik sinis lalu menggeleng.“Kau mau coba berpura-pura berfantasi ya? Kau kira aku akan percaya padamu.” Kurt mengolok Dion. Dion menarik napas dan sedikit membuang wajahnya ke kiri.“Suami Venus Harristian itu adalah Rex Milan Wilson. Dia yang melaporkanmu telah menculik Istrinya dari rumah sakit,” imbuh Kurt lagi. Dion sedikit mengeraskan rahangnya dan tidak mau menanggapi. Pandangan Kurt masih lekat menatap padanya.“Jika kau tidak mau bicara, akan kujebloskan kau ke penjara, Tuan Juliandra. Satu lagi, kau masih memegang paspor Indonesia kan? Aku bisa mendeportasimu ke negaramu dan kau akan dilarang masuk US selamanya.” Kurt mengeluarkan ancamannya pada Dion. Dion menghela napas panjang.“Baik, aku akan bicara. Tapi ak