"Sekali lagi maaf ya, Mas," Kiara pun tersenyum sambil melihat dahi Chandra yang membiru dengan jarak yang lebih dekat.Ah ternyata Kiara sejahat itu pada Chandra.Membuat rasa bersalah Kiara semakin besar mengingat saat dirinya jahat pun masih saja Chandra bersikap baik padanya.Mau menolongnya.Coba saja kalau tidak ada bantuan dari Chandra, pasti saat ini hanya bisa menangis dibalik penjara karena tidak ada yang bisa dia lakukan.Bahkan apa yang dikatakan olehnya pun tak mungkin ada yang percaya.Itu sudah pasti.Dan mulai saat ini Kiara pun sudah bertekad menerima kenyataan bahwa dirinya adalah istri dari Chandra."Iya, tidak apa."Chandra yang kebingungan dengan perubahan sikap Kiara tentunya bertanya-tanya apakah yang terjadi pada wanita itu.Depresi?Mungkinkah Kiara depresi berat akibat masalah yang dihadapi?Tapi masalah itu sudah selesai.Membingungkan.Tapi sudahlah, Chandra pun memilih untuk segera tidur dari pada pusing memikirkan sikap Kiara.Hingga tiba-tiba saja Kiara
Pagi harinya Kiara pun segera bangun pagi dia melihat Chandra masih terlelap di sampingnya.Kemudian Kiara pun melihat dirinya dan ternyata masih dengan pakaian lengkap tanpa ada yang terbuka.Awalnya Kiara pikir Chandra akan melakukannya."Kok aku nggak diapa-apain ya?" gumam Kiara sambil berpikir keras.Karena setahunya jika orang yang sudah menikah itu seharusnya melakukannya.Bahkan hal yang ditakutkan oleh Kiara adalah Chandra melakukan hal itu padanya.Itu dulu.Sekarang tidak, Kiara tampak suka rela memberikan dirinya.Bahkan sampai menawarkan langsung pada Chandra."Hanya dua kemungkinan, tidak normal atau tidak menarik," tebak Kiara.Kemudian kembali lagi melihat Chandra yang begitu lelap.Bagaimana tidak lelap, semalaman penuh dirinya menahan diri untuk tidak menyentuh Kiara.Hingga tidak bisa tidur.Tapi saat ini Chandra tidak tahu jika Kiara yang bingung akan dirinya."Sepertinya aku butuh pakaian sexi," Kiara pun mendapat ide yang cukup bagus.Inilah jalan satu-satunya un
"Jadi, penasaran," kata Kiara lagi.Tapi Chandra yang ingin pingsan."Mas, kok ngeliatin Kia gitu banget sih?" Kiara bingung karena Chandra menatapnya dengan tatapan aneh.Entah apa yang dipikirkan oleh Chandra tentang dirinya."Cepat siap-siap untuk ke rumah sakit!" perintah Chandra.Chandra semakin pusing karena merasa kecurigaannya benar.Kiara depresi."Nggak ah," tolak Kiara.Kiara tidak mau menemui dokter jiwa sebab dirinya sadar masih waras."Kia, masih waras! Kiara cuman mencoba untuk jadi istri yang baik. Tapi, kalau nggak suka ya udah," gerutunya.Kiara pun segera pergi membereskan dapur dan tidak lagi perduli pada Chandra.Hanya belajar menjadi istri yang baik saja dirinya malah dianggap gila.Chandra pun terdiam di duduknya sambil memperhatikan Kiara yang terus bergerak membereskan dapur.Pikiran bertanya-tanya apakah mungkin benar Kiara masih waras.Benarkah hanya ingin menjadi istri yang baik?"Sial!" umpat Chandra karena terlalu fokus pada bentuk tubuh Kiara.Ah, sudahl
"Mas, kata Dinda ada banyak gaya. Gaya kupu-kupu terbang, gaya cicak di dinding, gaya nungging, banyak lagi. Nanti Kita praktek juga. Jadi, Mas santai aja."Kiara tidak tahu apa maksud dari ucapannya sendiri.Karena itu yang dikatakan oleh Dinda saat dia pagi tadi bertanya tentang malam pertama pada sahabatnya itu.Kiara tidak malu untuk bertanya kepada Dinda karena sahabat terbaiknya.Bahkan dengan senang hati Dinda menjelaskan banyak hal.Jadi membuatnya mendapat ilmu tentang hubungan suami istri.Itu bagus bukan?Dan untuk Chandra dia pun hanya berusaha untuk membuat Chandra semangatku dalam menunggu waktu selesai datang bulan.Tidak lagi tegang seperti ini.Mungkin Kiara pikir ini seperti anak kecil yang bisa di iming-iming hadiah.Tidak mengerti rasanya sangat menyiksa."Apa lagi ini?" gumam Chandra."Eh, tapi tunggu dulu," Kiara pun mulai berpikir keras sambil melihat wajah Chandra.Membuat Chandra pun yakin jika akan ada lagi perkataan aneh yang akan dia dengar nantinya.Tunggu
Kiara pun akhirnya terlelap dalam pelukan Chandra.Chandra pun tersenyum sambil mengingat kembali seperti apa konyolnya Kiara.Perlahan Chandra pun mulai turun dari ranjang kemudian segera menghubungi Dimas.*Dimas tampak begitu bahagia karena kini telah menjadi seorang ayah.Kali ini kebahagiaannya tentunya lebih dari sebelumnya karena mendapat 2 anak sekaligus.Ditambah lagi benar-benar darah dagingnya.Sempurna sudah hidupnya.Tentunya itu karena istri tercintanya."Anak kita lucu ya, sayang," kata Dimas yang tak hentinya mengagumi anak-anaknya."Hu'um," jawab Dinda yang juga tidak pernah bosan untuk memandangi wajah putra-putranya yang lucu."Jadi pengen nambah lagi," celetuk Dimas.Dengan refleks Dinda pun menatap wajah Dimas."Kenapa? Setuju dong dengan usul, Mas," seloroh Dimas lagi."Mas, pikir gampang hamil dan melahirkan?!" omel Dinda.Tapi Dimas hanya bercanda saja karena baginya keselamatan Dinda jauh lebih utama.Bahkan Dimas sudah cukup dengan kedua putranya saja.Untuk
"Mami," seru Moza. Dinda pun segera menoleh pada Moza, tentunya dengan perasaan semakin kesal tak terkira karena panggilan "mami" yang disebutkan oleh Moza. Sedangkan Moza hanya ingin mengejek Dinda saja. Benar saja wajah Dinda seketika itu memerah menahan kesal, tepatnya rasa kesalnya semakin menjadi-jadi setelah sebelumnya Dimas juga membuatnya kesal. "Moza!" geram Dinda. "Hehe," Moza pun cengengesan karena tahu seperti apa kesalnya Moza, "bercanda, aku cuman mau ngajak kamu ngerujak doang." Moza pun tersenyum sambil melihat wajah Dinda yang kini perlahan mulai kembali membaik. "Ngerujak?" "Iya, temenin aku yuk." "Ya, kayaknya enak juga ngerujak pas panas gini," Dinda pun seketika menyetujuinya. "Papi nggak diajak?" tanya Dimas. Sebab, Moza hanya berbicara pada Dinda saja. Padahal jelas Dimas juga ada diantara mereka. Moza pun menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Ini khusus untuk perempuan!" terang Moza. "Memangnya kalau laki-laki tidak boleh ikut ngeru
"Kamu bisa-bisanya ngomong ke suami mu tentang apa yang aku katakan, itukan kamu yang tanya ke aku!" omel Dinda. Dinda langsung menghubungi Kiara, karena ulah sahabatnya itu kini dirinya pusing tujuh keliling dibuat oleh Dimas yang terus saja mengejeknya. Sedangkan Kiara yang mendapat omelan dari Dinda kebingungan. Sebelah tangannya tampak menggaruk kepalanya. Sedangkan satunya lagi memegang ponsel dengan menempelkan pada daun telinga. "Gara-gara kamu sekarang Mas Dimas ngejek aku terus!" lanjut Dinda lagi. "Dinda, sebenarnya kamu ngomong apa sih? Aku nggak ngerti?" tanya Kiara. Karena tidak ada basa basi sama sekali sudah marah-marah membuat Kiara kebingungan setelah mati. "Aku pernah bilang ke kamu tentang cara menjadi istri yang baik kan?" "Iya." Jawab Kiara dengan santainya karena itu memang benar, "lalu?" tanya Kiara lagi dengan santainya. "Terus aku bilang bisa coba gaya kupu-kupu terbang, cicak di dinding kan?" "Iya." "Terus ngapain kamu ngomong ke suam
Kiara mulai merasa bosan karena hanya berbaring di atas ranjang bersama dengan Chandra yang terus saja memeluknya. Tidak mengantuk dan juga tidak bisa tidur juga jika terus di peluk. Hingga tiba-tiba saja terlintas wajah ibu dan ayahnya di benaknya. "Mas, kapan ya ibu sama ayah pulang?" "Tidak akan lama lagi, kamu rindu pada mereka?" "Iya," Kiara pun mulai murung kala membayangkan wajah kedua orang tuanya. Membuat Chandra pun merasa kasihan. "Nanti kalau mereka sudah pulang, segera temui mereka." Kiara hanya diam sambil melihat wajah Kiara, tampak ada beban yang berat yang tak dapat terlupakan olehnya. "Kamu kenapa?" tanya Chandra yang menebak ada hal yang mengganjal di pikiran Kiara. "Ibu nggak akan mau ketemu Kia," lirih Kiara. Chandra pun semakin mempererat pelukannya karena tak tega melihat kesedihan Kiara. Chandra juga bingung harus bagaimana, tapi dia harus bertanggung jawab atas kehancuran keluarga Kiara. Bagaimanapun Chandra adalah penyebabnya hingg