Lo si Pelayan Tengil itu!" Satu jari telunjuk Zie yang menunjuk wajah Allesa.
Rasa kesal dan jengkel melihat Zie yang sudah berperilaku seenaknya tadi. Padahal dia hanya seorang pelayan di rumah Algazka. Seandainya saja tidak ada pelayan tengil itu, mungkin Algazka sudah memberikan dirinya kecupan hangat yang ditutupi rasa malu karena pelayan tengil tersebut."Siapa nama lo?""Allesandra, panggil aja Allesa." Allesa menjawab cepat. Masih duduk tenang dan juga santai melihat Zie yang tampak emosi pada dirinya.Reina yang mlihat itu buru-buru mendekati Allesa yang sudah bangkit dari duduk, berdiri di dekat Allesa sambil melingkarkan tangannya di lengan Allesa."Kenapa ya, Non Zie? Kok kayak marah-marah gini sama Allesa?" tanya Reina sedikit gugup pada Zie. Tahu betul bagaimana sikap Zie yang memang tidak pernah bersikap hangat."Lo nggak usah ikut campur, Reina!" Zie menoleh sesaat ke arah Reina lalu kembali menatap Allesa. "Sini l"Awas ya sampe lo berani-berani ganggu hubungan gue sama Algazka lagi, gue nggak segan-segan bikin lo diusir dari rumah ini dan nyawa lo melayang!"Itu lah kalimat terakhir Zie sebgai peringatan sekaligus ancaman yang dilontarkan pada Allesa saat sebelum dia belum pulang."Duh pasti sakit banget ya, Al? Liat tuh sampe merah gitu." Reina mengompres pipi Allesa akibat tamparan Zie yang memang keras, kasihan melihat Allesa.Wajah Allesa menyunggingkan senyuman ceria." Udah gapapa, ah. Gini doangg." Allesa menurunkan tangan Reina yang sejak tadi mengompres pipinya."Tapi tuh masih merah, Al. Biar sini aku kompres dulu." Reina masih bersikeras mengompres pipi Allesa dengan air dingin, tapi Allesa langsung menahannya."Gapapa udah aku bilang, anggap aja aku pakai blush on. Cantik kan aku?" Allesa mengedipkan matanya berkali-kali, memperlihatkan sifat centilnya yang bikin Reina jadi tersenyum."Kamu nih ya selalu aja anggap sepele hal-h
Sentuhan tangan Algazka yang menyentuh pipi Allesa. Pria berdarah dingin yang Allesa kenali justru memberikan rasa hangat yang tidak pernah dia bayangkan sama sekali. Jangan kan membayangkan, melihat Algazka yang berperilaku peduli saja membuat Allesa mimpi. Mungkin kah Algazka benar-benar peduli?"Siapa yang nampar kamu, hmm?" Pertanyaan Algazka kedua kali.Pipi Allesa yang memerah terlihat saat pergerakan Allesa sempat memalingkan wajahnya sesaat dihadapan Algazka. Ada tanda merah yang semakin tampak jelas ketika Algazka menyingkirkan rambut Allesa. Tanda marah yang dia yakini datang dari sebuah tamparan.Allesa jadi kikuk dengan sikap Algazka menurunkan tangan lelaki mafia itu. Entah kenapa jantung dia memacu seperti kuda yang berlari menuju garis finish."Gapapa." Allesa buka suara, gugup, dan mulai salah tingkah.Sentuhan Algazka bagaikan aliran listrik di tubuh Allesa, meski begitu entah kenapa rasanya menenangkan saat Algazka yang bertanya pada dirinya tadi."Berarti bener ada
Allesa melebarkan kedua matanya selebar-lebar mungkin. Apa yang dikatakan oleh Algazka membuat dia duduk mematung. Lagi dan lagi jantung Allesa yang berdegup cepat."Pikiran kamu jangan kotor, yang saya maksud ingin menampar bibir kamu agar kamu itu diam. Karena saya pusing selalu mendengar kebawelan kamu." Algazka memperjelas bahasanya, tahu sekali dengan otak Allesa yang sering menilai dirinya kotor. Padahal Allesa sendiri yang sering berpikiran kotor.Alesa menyembunyikan rasa malunya. Dia pikir Algazka yang ingin menampar bibir adalah sebuah ciuman. Bisa-bisanya otak Allesa yang jadi kotor. Allesa mengutuk dirinya sendiri."Ngomong apa sih, aku nggak ngerti. Mendingan kamu makan deh." Allesa mengalihkan, buru-buru dia mengambil nampan makanan untuk makn siang Algazka dari atas nakas, lalu meletakkan dihadapan Algazka sebagai penghalang posisi mereka yang saling duduk berhadapan.Algazka mengamati menu makanan yang tersedia diatas nampan. Ada c
Allesa menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur setelah dia kembali ke kamar dan usah menemani Algazka makan siang. Ucapan Algazka yang masih terngiang di telinganya saat dia berada di dalam kamar lelaki tampan itu. Algazka mengatakan bahwa dia adalah istrinya?"Istri?" Gumam Allesa yang tidak lama tersenyum di wajahnya.Kata-kata Algazka yang membuat senyuman di wajah Allesa merekah. Status yang tidak pernah dianggap itu menjadi sebuah status yang terlontarkan sendiri dari mulut Algazka. Entah apa penyebabnya, yang penting Allesa merasa senang dan juga lega.Keberadaannya memiliki arti walau hati dia tetap merasa rindu pada keluarga di rumah."Apa Algazka udah berubah?" tanya Allesa pada dirinya sendiri.Sikap Algazka yang tampak berubah menjadikan hati Allesa senang meski memilih tidak menampakkannya. Allesa jadi yakin kalau Algazka tidak sepenuhnya kejam. Mungkin akan ada waktunya Allesa bisa bertemu dengan keluarganya lagi, A
Tembakan yang dilepaskan Algazka jatuh tepat pada sasaran yang dia inginkan. Algazka tersenyum sinis saat busur panah miliknya berakhir pada target yang ada di hadapannya. Busur panah itu melewati sisi kanan Daskar sehingga akhirnya mendarat tepat di zona emas kembali.Daskar yang masih berdiri di depan target masih diam. Tatapannya mengamati Algazka yang berjalan menghampirinya. Bohong jika jantung Daskar baik-baik saja, sekalipun semua penjaga Algazka memiliki keberanian penuh, namun saat menghadapi Algazka yang tidak pernah tidak serius itu pasti merasakan panik dengan jantungnya yang lebih berdegup cepat.Posisi Algazka yang sudah berada di hadapan Daskar melihat sekilas telinga kanan milik Daskar yang tergores. Yah, busur panahnya memang mendarat tepat di zona emas papan target, namun Algazka membuat busur panahnya melewati telinga kanan Daskar secara tipis sekali meski dia jauh lebih mampu mendaratkan di jantung Daskar."Kamu tahu itu artinya apa?" t
Langkah kaki Algazka yang membawa posisinya masuk ke dalam kamar Allesa justru membuat Allesa jadi kelabakan sendiri. Jantung Allesa yang lagi-lagi dibuat berdegup cepat akan tingkah Algazka.Allesa mengatur nafasnya saat melihat Algazka yang sudah menutup pintu kamar."Eh, eh kamu ngapain sih, Algazka?" tanya Allesa panik, langkahnya mundur teratur meski tatapan dia terus mengamati posisi Algazka."Kamu nantang saya." Algazka menanggapi tenang."Ya tapi kamu nggak sopan ya masuk kamar orang. Diem nggak kamu disitu, stop aku bilang." Allesa memperingatkan Algazka agar tidak memajukan langkahnya ke arah Allesa.Wajah Algazka mengulas senyuman. "Kamar orang? Siapa? Kamu?""Iyaaa, pokoknya kamu diem. Stop, stop, stoppp." Allesa semakin panik melihat Algazka yang terus memajukan langkahnnya."Bukannya kamu adalah istri saya?" Algazka melihat kepanikan di wajah Allesa. Semakin tertantang dan menarik perhatiannya untuk terus membuat nafas Allesa hilang. Siapa suruh menantang dirinya?"Istri
Jantung Allesa hampir berhenti berdetak saat Algazka mendekatkan wajahnya yang ingin benar-benar mencium Allesa.Algazka tersenyum, tahu kalau Allesa yang kaku seperti patung."Jangan suka nantang saya." Algazka berbisik lalu melepaskan tangan Allesa dan memundurkan posisinya.Allesa masih diam. Syok sekali saat Algazka mengutarakan kata ciuman sampai akhirnya dia beralih memajukan wajahnya ke telinga Allesa untuk membisikan ucapannya. Sekuat tenaga dia berusaha menetralkan nafasnya yang hampir hilang. Algazka keterlaluan.Allesa menatap sebal Algazka yang tampak puas sekali."Kenapa? Kamu ngomong lagi?" tanya Algazka melihat ekspresi Allesa yang tampak ingin mengumpat dan mengocehi dirinya.Tapi tidak sampai tiga detik Allesa sudah menggelengkan kepalanya."Saya mau nanya satu hal sama kamu." Algazka sudah memasang wajah serius."Apa?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan tatapannya menatap Allesa yang tampak penasaran."Kamu tahu dari mana nama adik kamu Almana?" tany
"Nggak, gue nggak terimaaa!" Zie melempar hpnya kesal.Keputusan Algazka yang sama sekali tidak Zie terima, ditambah dia juga tidak bisa menghubungi Algazka lagi. Curiga kalau nomor Zie yang diblokir oleh Algazka. Semua memang karena pelayan brengsek itu, seandainya saja tadi dia tidak muncul, mungkin Zie masih bisa berlama-kama menghabiskan waktu bersama Algazka dan lelaki tampan itu masih dalam keadaan mood yang baik."Emang dasar pelayan nggak tau malu dan nggak tau diri. Lo liat aja ya gue bakal ngasih pelajaran sama lo!" ancam Zie kesal.Dia meremas rambutnya frustasi atas keputusan yang dia dengar dari mulut Algazka. Keputusan yang tidak akan pernah mau Zie dengar.Pikirannya berhenti pada sosok yang tiba-tiba muncul di dalam pikirannya. Zie langsung mengambil hp yang dia lempar keatas kasur tadi, mengutak-atik mencari nomor dan menmpelkan ke telinganya."Gue mau lo ngelakuin satu hal buat gue.""Siapa?" Tanya suara diseber
"NGGAK, NGGAK, NGGAK BOLEHHHH. ALGAZKAAA!" teriak Nadya histeris dengan air matanya.Nadya meronta-ronta, tapi gerakan tubuhnya itu telah dikunci oleh masing-masing dua penjaga Algazka yang menahan Nadya dan juga Garvin di sisi kiri dan kanan mereka."ALGAZKAAA!" teriak Garvin menahan amarahnya, tapi dia pun tidak bisa bergerak karena dua penjaga Algazka memiliki tubuh yang kokoh dan pastinya terlatih.Tatapan Garvin penuh murka saat Daskar berhasil membawa Almana keluar dari kamarnya. Namun Algazka yang selalu santai meski mampu menerkam kapan saja."Algazka, tolong kamu jangan keterlaluan!""Algazka, lepasin anak akuuu. Kamu nggak berhak mengambil anak aku semuanya. Dia anak aku, lepasin Almana, lepasinnn!" Nadya menangis histeris sambil meronta-ronta.Tidak terima dengan perilaku Algazka yang sudah berniat membawa Almana. Kasihan sekali anak bayinya itu yang masih tertidur yang kini berada di dalam dekapan Daskar.Algazka melihat Almana yang digendong oleh Daskar. Bayi mungil itu p
Penekanan kalimat atas hak penuh pada Allesa yang telah diucapkan oleh Algazka membuat Arga terdiam sejenak. Entah siapa lelaki yang bersikap berkuasa itu? Namun Arga tentunya tidak ada ketakutan sedikit pun pada dia.Arga tersenyum kecut pada Algazka yang masih berdiri di hadapan dia. "Maaf, tapi saya tidak mengenal siapa anda." Arga balas memperlihatkan keberaniannya menghadapi seorang Algazka yang baru saja dia dengar namanya dari mulut Nadya.Ucapan Arga membuat Algazka sedikit menoleh pada Garvin dan Nadya yang berada di belakang dirinya. Rupanya kedua orang tua Allesa itu tidak memberitahu bahwa Allesa telah memiliki seorang suami. Tebakan yang sangat mudah saat melihat mereka begitu terbuka menerima kedatangan Arga."Dan jangan pernah berani untuk menyakiti Allesa." Arga kembali membuka suaranya dan kali ini ada nada ketegasan yang membuat Algazka menyorot dia. "Karena saya adalah orang pertama yang akan melindungi dia dari siapapun yang membahayaka
"Ya ampun, All. Jadi selama ini tuh kamu istrinya Tuan Al ..." "Reina nggak usah berisik. Kamu kok berisik banget sih, Reina?" Allesa melirik sebal pada Reina yang yang akhirnya membuat Allesa bercerita. Tidak ada alasan lagi bagi Allesa yang tidak menceritakan pada Reina. Toh pada akhirnya dia tetap tidak akan bisa keluar dari tempat Algazka. Baginya Reina juga adalah teman dirinya selama berada di tempat menyebalkan itu. Saling berbagi cerita rasanya tidak masalah. Apalagi Reina juga selalu melihat kebersamaan Allesa dengan Algazka. "Ya tapi kan aku kaget, Allesa. Eh, kalo kamu emang istrinya Tuan Algazka, artinya aku emang harus manggil kamu ..." "Apa? Apa, apa, apa???" Allesa yang sudah tahu Reina akan berkata apa. "Cukup panggil aku Allesa aja, nggak ada yang berubah. Lagian tuh ini statusnya cuma asal-asalan aja." Allesa menambahkan dengan sikap acuhnya. Reina yang tadi didatangi oleh All
"Aku agak khawatir melihat Allesa waktu itu sebenarnya, tapi aku juga melihat kalau Allesa mau aja mengikuti ucapan lelaki itu dan tanpa paksaan." Arga kembali menjelaskan pada Nadya dan Garvin. Kata-kata Arga membungkam mulut Nadya. Apa mungkin yang dibicarakan oleh Arga karena tidak mungkin juga dia berbohong. Tapi kenapa bisa Allesa ada di Taman Bunga Seneca bersama lelaki yang sudah pasti dia adalah Algazka. Lelaki yang sangat Nadya benci dan tidak akan pernah dia anggap sebagai menantunya sedikit pun. Penjelasan Arga semakin membuat Nadya yakin bahwa Allesa kini memiliki perasaan juga terhadap Algazka. Mereka seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu secara bersama-sama. "Tadinya aku ingin menghalangi Allesa yang pergi pada saat aku juga mendengar lelaki itu menyuruh Allesa untuk masuk mobil, tapi aku melihat Allesa yang nurut aja sama lelaki itu. Jadi aku pikir lelaki itu nggak akan bikin Allesa kenapa-napa walau setelah itu aku mikir dia bisa aja berbahaya."
"Makasih ya, Arga. Lagian kamu ngapain sih bawa banyak makanan kayak gini. Repot banget kamu, Arga." Nadya yang mendapatkan kedatangan dari Arga yang membawakan beberapa makanan. Siang itu Arga mendatangi rumah Allesa untuk bertemu dengan Nadya yang pernah dia temui juga saat di minimarket. Ingin menjenguk keluarga Allesa sekaligus untuk bertemu dengan Allesa juga yang belum sempat mengobrol lama. "Allesa mana, Tan?" tanya Arga yang belum melihat kehadiran Allesa sejak tadi. Masih teringat dengan pertemuannya kemarin yang hanya berbicara sesaat dan terputus karena kedatangan lelaki yang tidak Arga kenal membawa pergi Allesa. "Eh duduk dulu dong, Arga. Kamu mau minum apa?" tanya Nadya buru-buru mengalihkan setelah meletakkan beberapa bungkusan dari Arga diatas meja. Nadya masih tidak mau mengungkapkan tentang Algazka yang telah menculik putri kesayangannya. Membayangkannya saja dia enggan dan begitu muak. Arga yang selalu mendapatkan sambutan hangat dari keluarga Allesa lang
"Thank you, Mr. Algazka." "Thank you." "Thank you, Mr. Geus." Ucapan terima kasih saat pertemuan meeting yang telah selesai diadakan di kantor milik Algazka. Projek besar yang ditangani oleh Algazka kembali berhasil dia taklukan. Kemenangannya tentu saja tidak pernah memberikan rasa kecewa pada investor dan seluruh tim yang turut hadir dan selalu mempercayakan pada Algazka yang cerdas. Projek besar yang memiliki nilai tidak main-main itu dia raih dengan mudah meski memiliki lawan yang kuat sekali pun. Algazka selalu puas dengan hasilnya meski selalu haus menjalankan semua titik yang membawa dirinya pada keberhasilan. "Selamat atas kemenangannya, Tuan Algazka." Daskar yang sudah berada di sebelah Algazka memberikan tuannya itu selamat dengan wajah penuh senyuman. Saat itu Algazka masih berada di ruang meeting dan belum meninggalkan ruangan tersebut. "Ada jadwal apa lagi hari ini?" tanya Algazka dengan nada dinginnya pada Daskar yang sudah cepat membuka ipad, benda yang tid
"Makasih, Reinaaa." Allesa setengah teriak melihat menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.Sarapan buatan Reina yang enak dan juga pasti ada unsur sehat-sehat untuk setiap menu sarapan. Sudah selesai berkuda yang menghabiskan waktu hampir satu jam lebih, hal itu membuat Allesa kini merasakan lelah dan sangat lapar.Tadinya Allesa belum ingin berhenti, tapi Allesa kasihan dengan Princess yang pastinya ingin melakukan 'me time', makanya dia menghentikan kegiatannya dan berjanji akan main bersama Princess lagi setelah Princess memulihkan tenaganya. Super senang karena ini adalah waktu pertama kali Allesa bisa menunggangi Princess walau ada insiden di awal.Seharusnya saat menunggangi Princess pertama kali Allesa ditemani oleh Algazka yang sudah berjanji pada dirinya. Tapi melihat sikap Algazka yang sangat dingin dan arogan, Allesa tentu saja tidak mau ditemani oleh Algazka. Jangan kan ditemani, berbicara dengan dirinya saja pun Algazka enggan
"PRINCESSSS, SADAR PRINCESSS INI AKU ... WHAHHHHH ..." teriakan histeris Allesa yang masih memekik.Princess berlari tanpa arah dan entah apa yang membuatnya marah sehingga Allesa tidak bisa mengontrol dan terombang-ambing diatas tubuh Princess. Dan melihat itu Daskar langsung berlari mengejar Allesa yang berteriak tanpa henti."Nona Allesaaa!" Daskar berlari mengikuti langkah kaki Princess yang masih tampak panik.Dan dalam hitungan tidak lebih dari dua menit, Daskar dengan cepat meraih pelana dan langsung naik ke atas tubuh Princess yang tetap berlari-lari, kini dia berhasil mengambil posisi tepat di belakang posisi Allesa."Nona Allesa baik-baik saja?" tanya Daskar pada Allesa yang mengangguk-anggukkan kepalanya.Nafas Allesa terengah-engah dengan jantungnya yang hampir loncat akibat ulah Princess yang berada di luar dugaan. Dan sekarang Princess sudah jauh lebih tenang karena Daskar yang mengambil alih untuk menggenggam tali kekangnya
Jam sudah menunjukkan hampir pukul lima pagi. Tapi Allesa masih tidak bisa kunjung tidur mengingat dia sudah sempat tertidur tadi dan ditambah sikap Algazka yang sangat menyebalkan. Allesa memutuskan untuk pergi ke kandang Princess guna menghibur hatinya.Memang hanya Princess yang bisa menghibur kesedihan Allesa meski dia bisa saja berkeluh kesah pada Reina. Tapi Allesa tidak mau membawa Reina hanya untuk mendengarkan dia bercerita tentang sikap Algazka. Biar saja hal ini menjadi rahasia dia dengan Princess."Princesss." Allesa yang sudah sampai di kandang kuda dan menghampiri bilik Princess.Dia tersenyum dengan mata sembabnya yang menangis hampir sejam saat semalam. Tangannya mengusap-usap rambut Princess dengan penuh kasih sayang. Dia membuat posisinya berjongkok melihat Princess yang tengah duduk santai."Princess aku lagi sedih dan kesel juga. Kamu mau dengerin nggak cerita aku. Tapi ini cerita antara kamu dan aku aja, oke?" Allesa memberika