Share

14. Tugas Istri

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-04-09 13:05:26

Happy Reading.

***

Nasi goreng dengan pelengkap telur mata sapi dan acar mentimun tersaji di meja makan. Teh hangat serta susu menemani sajian utama sarapan kali ini. Haidar bergegas ke meja makan dengan sendirinya karena mencium bau nasi goreng yang sedap.

Bunda serta kakaknya telah bersiap dan duduk di meja makan. Suami kakaknya sudah terlebih dahulu berangkat ke kantor, ijin cutinya, hanya dua hari saja untuk menghadiri pernikahan Haidar. Aliyah duduk terpaku memandang layar ponselnya, dia masih belum menyadari keberadaan Haidar yang berada tepat di sebelahnya.

"Ehem. Bisa 'kan, kalau handphone itu kamu simpan dulu. Masih banyak waktu untuk bermain lagi," kata Haidar. Dia memang tidak menatap sang istri, tetapi perkataannya sudah jelas menunjukkan siapa orang yang dimaksud. Sani dan Ruby duduk berhadapan dengan keduanya cuma bisa saling melirik satu sama lainnya.

"Jarke tho, Le ( Biarin lah, Nak)." Sania membuka piring di depan Haidar. Lalu, perempuan paruh baya itu menatap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istri Warisan Sahabat   77. Dia, hanya Masa Lalu

    Happy Reading***"Mas, aku mengatakan dan meminta ini sama njenengan karena berbagai alasan. Mbak Azza adalah perempuan yang paling pas untuk mendampingi njenengan hingga menua nanti. Mas juga bisa melakukan amanah Mas Zafran. Menjaga Mbak Azza dan janinnya. Tolong penuhi permintaanku ini," ratap Aliyah makin membuat hati Haidar teriris-iris.Lelaki itu menatap sang istri penuh kemarahan sekaligus kesedihan yang tak terbayangkan. "Sayang, kenapa harus ada permintaan seperti itu?" Suara Haidar kembali melembut. "Apa kamu enggak cinta lagi sama Mas hingga tega mendorong Mas untuk menikah lagi.""Mas, ini keputusan terbaik untuk kita berdua," sahut Aliyah. Tatapannya masih mengisyaratkan agar permintaannya segera dikabulkan oleh Haidar."Kamu mau suamimu ini jalan miring di akhirat kelak? Pikirkan kesehatanmu saja, enggak usah mikir yang lain. Poligami itu sangat berat, Sayang. Mas enggak akan sanggup menjalankannya." Haidar merapikan selimut yang Aliyah pakai. Mencium perempuan itu

  • Istri Warisan Sahabat   76. Permintaan Tersulit

    Happy Reading*****"Kenapa Mas nggak bisa menjawab pertanyaanku dengan jujur?" kata Aliyah, "Mbak Azza pernah mengatakan, dia membawa rasa bersalah bersama perginya Mas Zafran. Katakan saja bahwa semua itu adalah karena hubungan spesial yang ada di antara kalian berdua." Aliyah menangkup kedua tangannya di depan dada. Isakannya begitu menyayat hati.Cepat-cepat Haidar meraih tangan Aliyah, berjuta rasa bersalah kini bersemayam di hati lelaki tersebut. "Jangan memohon seperti ini, Al. Tolong, jangan membuatku merasa seperti lelaki yang paling berdosa dengan permintaanmu," ucap Haidar. Suaranya bergetar hebat, menandakan jika dia sangat terluka dengan pertanyaannya sang istri."Kalau Mas nggak mau merasa paling berdosa, ya, ceritakan yang sebenarnya. Aku istrimu, Mas. Berhak tahu apa yang terjadi di masa lalu antara njenengan dan Mbak Azza." Aliyah tergugu dalam dekapan suaminya."Kamu harus janji enggak akan berpikiran yang aneh-aneh setelah Mas menceritakan semuanya," pinta Haidar s

  • Istri Warisan Sahabat   75. Pertanyaan yang Sulit

    Happy Reading*****"Sayang, percayalah. Enggak ada hubungan spesial apa pun di antara kami berdua." Haidar menghentikan perkataannya karena mendengar suara ketukan pintu."Masuk saja," pinta Haidar pada sang pengetuk.Deretan gigi putihnya tercetak jelas dari wajah ayu sang dokter. Ternyata orang yang mengetuk pintu kamar inap Aliyah adalah dokter Irma.Aliyah pun membalas senyuman tersebut tak kalah ramah dengan senyuman yang dokter Irma tampilkan. Haidar memundurkan kursinya, memberi ruang agar sang dokter lebih leluasa memeriksa istrinya."Maaf, ya, Al. Saya visit agak malam karena tadi masih ada pasien yang harus ditangani," ucap sang dokter."Nggak papa, Dok." Aliyah begitu pasrah ketika dokter Irma melakukan pemeriksaan pada tubuhnya.Beberapa saat kemudian dokter Irma berkata, "Insyaallah tiga hari ke depan, kamu sudah bisa melakukan pengobatan. Saya sudah menghubungi salah satu sahabat dokter yang dapat membantumu di sana.""Alhamdulillah."Ucapan hamdalah keluar dari bibir H

  • Istri Warisan Sahabat   74. Pertanyaan Aneh

    Happy Reading*****"Mas, aku seorang perempuan yang bisa merasakan sedih dan juga khawatir jika ada sahabat atau bahkan orang di sekitar kita yang mengalami masalah. Contohnya seperti Mbak Azza," sahut Aliyah, menjawab perkataan sang suami sebelumnya. "Aku pasti memprioritaskan kesembuhan dan kesehatanku karena aku ingin hidup selama mungkin bersama njenengan, tapi jika aku nggak bisa lepas dari rasa was-was akan kesehatan Mbak Azza."Haidar terdiam mendengar semua penjelasan yang diucapkan wanita yang terbaring lemah di hadapannya. Aliyah sudah sangat jauh berbeda dari pertama yang dikenalnya. Kini, perempuan itu lebih bijaksana dan berhati-hati saat berkata apalagi ketika hatinya tidak sependapat dengan Haidar."Mas, ayolah. Jangan pelit memberitahukan tentang keadaan Mbak Azza. Aku juga perlu tahu tentang keadaannya." Aliyah menyentuh lengan sang suami dengan tangannya yang terbebas dari selang infus karena Haidar terlihat diam dan pandangannya lurus seperti ada banyak beban di pi

  • Istri Warisan Sahabat   73. Rasa Khawatir Aliyah

    Happy reading*****Melangkahkan kaki dengan perasaan jengkel, Haidar benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran Hazimah. Bukankah pembicaraan mereka semula sudah jelas bahwa mereka telah saling memaafkan dan berusaha berdamai dengan masa lalu. Namun, mengapa kalimat terakhir yang terlontar tadi seakan mengoyak harga diri Haidar sebagai seorang lelaki. "Huh, harus seperti apa lagi aku bertindak agar kebencianmu itu mereda," gumam Haidar sepanjang perjalanan menuju rumah sakit tempat Aliyah dirawat.Sekitar lima belas menit kemudian, lelaki itu sudah berhasil memarkirkan kendaraannya di halaman rumah sakit. Penuh kerinduan, Haidar keluar dan berjalan cepat menuju ruang perawatan sang istri. Setelah sampai di depan kamar inap Aliyah, Haidar sengaja mengintip dari kaca pintu. Melihat keadaan sang istri di dalam."Maaf, ya, Sayang. Terlalu lama, Mas, ninggalin kamu. Sampai tertidur pulas begitu," gumam Haidar sambil mencoba membuka pintu sepelan mungkin. Namun, pintu tersebut tetap meni

  • Istri Warisan Sahabat   72. Masih Tentang Rahasia Hati

    Happy Reading*****"Andai tak pernah ada fotomu yang aku coret dengan tinta merah, Mas Zafran nggak akan pernah curiga dan bertanya macam-macam," sahut Hazimah, "mengapa ... mengapa takdir kita bertiga harus seperti ini?"Deg ... Jantung Haidar rasanya akan terlempar keluar saat itu juga ketika mendengar pengakuan jujur Hazimah."Ya Allah. Segitu bencinya kamu padaku."Hazimah membuang muka, mengusap kembali lelehan air matanya. Ya, perempuan itu memang sangat membenci Haidar walau dulu sempat mengagumi lelaki tersebut. Namun ternyata, perangai dan tingkah laku Haidar membuat rasa kagum itu hilang."Enggak heran jika kamu membenciku sampai berbuat segitunya. Aku juga ikut andil menumbuhkan perasaan itu," tambah Haidar setelah beberapa menit, perempuan berjilbab di depannya terdiam."Nggak seperti itu, Ain. Aku saja yang terlalu kekanakan. Mungkin, saat itu usia kita masih terlalu muda dan egois. Jadi, aku menumpahkan semua kekesalan itu pada fotomu." Tangis Hazimah kembali pecah.

  • Istri Warisan Sahabat   71. Rahasia Hati

    Happy Reading*****Haidar tersenyum setelah mematikan sambungan telepon dengan Aliyah. "Al ... Al, kamu itu benar-benar sudah mengubah hidupku. Dari yang semula tidak berwarna sama sekali, menjadi begitu berwarna," gumamnya. "Mas," panggil Yana ketika Haidar terlihat tidak sibuk dengan ponselnya."Ya, Tan?""Kenapa lama sekali Azza keluar dari ruangan itu?" tanya perempuan paruh baya tersebut. "Sabar, Tan. Mungkin tindakannya memerlukan cukup banyak waktu," jawab Haidar.Yana pun mengangguk dan kembali duduk, menunggu dokter atau salah satu tim medis keluar dari ruangan tersebut. Beberapa puluh menit menunggu, Hazimah keluar dari ruangan tersebut memakai kursi roda. Yana dan Haidar pun mengucap syukur karena melihat wajah perempuan itu yang sedikit cerah dari sebelumnya. Hari mulai terlihat gelap, awan putih yang menghiasi langit kini telah berganti warna menjadi kekuningan. Haidar membuka pintu rumah Yana dengan cepat agar Hazimah segera beristirahat. Dari belakang Haidar, pere

  • Istri Warisan Sahabat   70. Keromantisan Haidar

    Happy Reading*****"Mas, ih," ucap Aliyah sambil mengerucutkan bibirnya. Lalu, meminta sang mertua membantunya mengubah posisi menjadi setengah duduk. "Tunggu, ya."Tangan kiri Haidar kini berada di bawah dagu, menunggu Sania yang membantu Aliyah duduk di pembaringannya. Sekali lagi, dia melihat ketidakberdayaan Aliyah karena penyakitnya. Ah, suami mana yang tidak sedih jika sudah melihat seorang istri kesakitan seperti itu. Haidar berusaha menahan genangan air yang mulai terkumpul di pelupuknya."Mas, kamu nggak apa-apa?" Terdengar suara Aliyah menyapa. Haidar mencoba menganggukkan kepala demi menjaga suasana hati sang istri. "Bagaimana keadaan Mbak Azza? Dia kenapa, Mas?" Sekalipun keadaan Aliyah sakit, ternyata masih ada kekhawatiran terhadap keadaan Hazimah. Haidar begitu salut dengan sikap perempuan yang dinikahinya itu. Sungguh, Haidar begitu menyesal telah mengabaikan Aliyah di awal pernikahan mereka."Dia masih dalam ruang penanganan." Tak ada kalimat yang bisa Haidar sampai

  • Istri Warisan Sahabat   69. Rindu

    Happy Reading*****Haidar keluar dari ruangan dokter yang menangani Hazimah. Keseluruhan jasadnya menjadi lemah setelah mendengar penjelasan tentang kondisi janin, bakal calon anak Zafran. Masih dengan pikiran yang berkelana ke segala arah, Haidar duduk di sebelah Yana. "Apa yang dokter katakan, Mas?" tanya Yana. Tatapan penuh pengharapan dari seorang ibu yang telah kehilangan putranya jelas sekali terlihat oleh Haidar. Hampir ... hampir saja Haidar meneteskan air matanya. Namun, ketika melihat raut kesedihan di mata perempuan yang telah melahirkan Zafran itu, Haidar berhasil menghalau semuanya. Lelaki itu mendongakkan kepala agar air matanya tidak terjatuh dan Yana tidak melihat kelemahannya saat ini."Tante, maafkan saya jika telah lancang mendahului dan menyetujui saran dokter untuk mengambil tindakan pada Hazimah." Haidar menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Yana. Tangan kanannya berusaha menggenggam jemari perempuan yang sudah dianggapnya Ibu sendiri untuk menenan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status