PELITA DI TENGAH GELAP

PELITA DI TENGAH GELAP

last updateLast Updated : 2025-10-23
By:  amatirUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
17Chapters
23views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dina dan Dion adalah pasangan muda dengan seorang putri kecil bernama Dinda. Kehidupan mereka tampak biasa di luar—tawa anak, rumah sederhana, dan harapan akan masa depan. Namun di balik senyum itu, tersembunyi perjuangan hidup yang tak mudah. Ketika penyakit dan kehilangan pekerjaan menghantam, Dina menghadapi hari-hari panjang penuh kekhawatiran, sementara Dion belajar hadir sepenuhnya di tengah tekanan. Dari penolakan pekerjaan hingga usaha kecil yang sulit berkembang, mereka dipaksa menemukan kekuatan dan harapan dari hal-hal sederhana. Mampukah mereka bertahan ketika cinta saja tak lagi cukup? Atau justru badai itu akan menjadikan mereka lebih kuat dari sebelumnya?

View More

Chapter 1

BAB 1

Aku masih ingat betul hari-hari pertama setelah pernikahan kami. Rumah kontrakan kecil di pinggiran kota itu terasa hangat, meski hanya ada satu kamar tidur, dapur mungil, dan ruang tamu yang nyaris tak cukup untuk menampung dua orang. Tapi aku dan Dion merasa itu sudah cukup.

Dion muda, penuh semangat, kadang keras kepala, tapi selalu tahu bagaimana membuatku tersenyum. Aku, dengan sifat pekerja keras dan mandiri, merasa cocok dengannya. Kadang ego kami bentrok, tapi selalu ada ruang untuk tawa. Malam-malam pertama kami di rumah ini, kami makan mie instan di lantai, bercanda tentang mimpi-mimpi yang terlalu besar untuk ukuran rumah kecil kami.

“Kalau nanti kita punya rumah yang lebih besar,” kata Dion sambil menyeruput kopi panas, “aku nggak janji bisa seindah ini, tapi setidaknya kita bisa duduk tanpa khawatir jatuh dari kasur.”

Aku tertawa, menatap wajahnya yang bercahaya di lampu temaram. “Aku cuma ingin kita bahagia. Aku nggak butuh apa-apa lagi.”

Dia menggenggam tanganku erat. “Kamu cukup. Kamu selalu cukup.”

Aku menelan senyum. Kata-kata itu terasa manis, janji yang menenangkan hati. Waktu itu, aku merasa semua akan baik-baik saja.

“Jangan berubah ya, Dion,” bisikku pelan.

Dion menatapku sambil tersenyum kecil. “Kalau aku berubah, tolong ingatkan. Aku nggak mau kehilangan kita yang seperti ini.”

Pekerjaan juga terasa ringan meski gaji tidak terlalu besar. Aku bekerja sebagai admin di perusahaan real estate perumahan. Pekerjaan yang kadang membuatku lelah, tapi aku menikmatinya karena aku merasa berguna dan mandiri. Dion bekerja di perusahaan beton sebagai staff labor, penghasilan sesuai UMR, tapi cukup untuk kebutuhan awal kami.

Kami sering mengatur uang dengan cermat. Setiap kali gaji datang, kami duduk bersama, menghitung pengeluaran, menabung sedikit demi sedikit. Kadang aku dan Dion bertengkar soal uang, tapi selalu berakhir dengan tawa atau kompromi. Aku merasa aman. Aku merasa Dion adalah teman sekaligus pasangan hidup yang mengerti jalannya.

“Dion, kalau gaji kamu nanti naik, kita bisa mulai nabung buat rumah ya,” kataku suatu malam sambil mencatat pengeluaran.

Dia mengangkat alis sambil tersenyum lelah. “Naik aja belum tentu, tapi doain aja. Kalau nggak naik, ya kita naik semangatnya dulu.”

Aku mendengus, lalu tertawa kecil. “Kamu memang paling bisa bikin kalimat motivasi dadakan.”

Hubungan dengan keluarga masing-masing juga hangat. Ibuku, Tari, selalu mengingatkan agar aku sabar dan menjaga rumah tangga. Ayahku, Zen, meski berwibawa dan sedikit keras, selalu memberi nasihat bijak. Kakak-kakakku, Rahma, Raka, dan Ratna, perhatian dan humoris, selalu membuatku tersenyum.

Keluarga Dion juga baik. Ibu Sari selalu ramah padaku, seperti ibu sendiri, meski awalnya aku merasa canggung. Ayah Dion, Agus, tegas dan keras, tapi aku belajar menghormati pendiriannya. Adik-adik Dion , Tika, dan Diaz masing-masing punya sifat berbeda, tapi mereka baik dan selalu membuat rumah menjadi hidup.

“Aku senang keluargamu baik sama aku,” kataku suatu sore setelah pulang dari rumah ibu Dion.

Dion menatapku, sambil menepuk pundakku. “Kamu juga bikin mereka nyaman, Din. Ibu bilang kamu nggak banyak tingkah, itu pujian besar loh.”

Aku tertawa pelan. “Berarti aku lulus jadi menantu ya?”

“Lulus, dengan predikat istimewa,” jawabnya sambil tersenyum bangga.

Kami menikmati kebersamaan sederhana. Sabtu pagi biasanya kami jalan-jalan ke pasar, membeli sayur, lauk, atau jajanan untuk Dinda yang saat itu masih dalam kandungan. Aku sering bercanda dengan Dion, “Kalau kamu sibuk kerja, jangan lupa tetap bawa aku senyum ya.”

Dia tersenyum, menggenggam tanganku, “Tenang, aku nggak akan lupa.”

Aku menatapnya lama. “Janji ya?”

“Janji,” jawabnya lirih, menatapku penuh keyakinan. “Aku kerja buat kamu dan Dinda. Itu aja yang aku tahu.”

Momen-momen itu sederhana, tapi penuh kebahagiaan. Aku merasa setiap pengorbanan dan lelahnya kerja sepadan, karena aku tahu ada Dion di sampingku, dan suatu hari nanti, kami akan melihat semuanya indah dengan cara kami sendiri.

Kehidupan terasa sempurna, seolah tak ada badai yang akan datang tapi justru di sanalah awal perubahan itu menunggu.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
17 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status