Ayudisha menjalani hidupnya hingga akhir dengan sebuah penyesalan yang besar. Ia terus hidup dalam kesepian dan rasa sakit. Keluarganya yang mulia telah membuangnya dari silsilah keluarga sejak ia menikahi Tanjung. Itu membuat Aturan enggan dan malu untuk pulang ke rumah.
Saat kematian datang, Ayudisha hanya berharap kematian itu tak memiliki rasa sakit yang besar. Ia ingin mati tanpa mengingat kejadian masa lalunya yang pahit. Tapi hari ini Tuhan ternyata memiliki rencana yang berbeda. Ia dilahirkan kembali tepat sebelum ia menikahi Tanjung. Itu membuat Ayudisha merasa bahagia sekaligus haru. Ia tak menyangka Tuhan begitu baik padanya hingga memberinya kesempatan kedua.
Ayudisha berjanji dalam hatinya untuk tak membuat orang lain kesusahan karena sikap egoisnya. Ia akan berusaha lebih keras dan membuat akhir yang bahagia untuk hidupnya di kesempatan kedua ini.
Ayudisha terus menatap punggung Bayan dengan sedikit linglung. Laki-laki didepannya adalah seorang calon jendral besar yang terkenal bengis dan kejam. Ia memiliki reputasi peperangan tanpa sebuah kekalahan. Bahkan Kerajaan luar yang terkenal kuat pun belum bisa menguasai Malaka karena berada dibawah komando seorang Bayan.
Semua orang mengagumi dan takut pada pada Bayan. Itu membuat laki-laki itu lebih diagungkan daripada Baginda Raja Malaka itu sendiri.
Saat mereka berdua sampai di rumah besar, ada beberapa penjaga yang mengenali mereka dan mempersilahkan untuk segera masuk. Bayan yang masih menyeret calon istrinya segera menatap sang calon mertua dengan wajah datar. Itu membuat Tuan Gili heran dan segera mendekat dan bertanya.
"Darimana kalian malam-malam seperti ini. Kalian harusnya tak pergi kemana-mana sebelum pernikahan berlangsung. Tak baik jika dilihat oleh orang banyak. Bagaimana bisa kalian begitu ceroboh."
Mendengar teguran calon mertuanya, Bayan merasa kesal dan tak terima. Ia mencoba untuk membela diri dan ingin mengadukan Ayudisha pada laki-laki tua itu hanya saja Ayudisha berhasil menghentikan nya dengan suara tangisan kecil. Wanita itu terlihat bercucuran air mata saat melihat Tuan Gili, itu membuat dua laki-laki lainnya heran dan langsung cemas.
"Kenapa kamu malah menangis?" Ucap Bayan heran.
Ayudisha sangat merindukan orang tuanya. Ia tak bertemu dengan mereka setelah ia menikah dengan Tanjung. Itu membuat Ayudisha untuk sesaat tak bisa mengenali ayahnya sendiri. Mengingat betapa buruk perlakuan nya kepada kedua orang tuanya di kehidupan sebelumnya, membuat Ayudisha tak kuasa menahan tangis. Ia sangat berdosa pada laki-laki tua di depannya.
Tuan Gili segera menepuk Bayan dengan keras. Dia terlihat marah dan melotot pada Bayan. Tuan Gili tak merasa takut saat berhadapan dengan laki-laki itu, padahal tubuh Bayan sangat tinggi dan besar. Tapi melihat Ayudisha menangis di depannya, rasa takut dan sungkan langsung hilang seketika. Dia akan memukul keras Bayan karena telah membuat putrinya menangis.
Ayudisha melihat Ayahnya yang perhatian segera menghentikan tangisnya. Ia sadar jika ia menangis lebih lama mungkin Bayan akan mengamuk karena tak terima. Ayudisha segera menghentikan laki-laki tua itu dan berusaha membuat alasan agar amarahnya mereda.
"Ayah, Bayan membawaku ke hutan belakang dan disana ada ular. Aku sangat takut."
Mendengar alasan bodoh Ayudisha, Bayan segera melotot tak terima. Ia tak menyangka Ayudisha sangat pandai berbohong, itu membuat Bayan semakin ingin mengadu pada Ayah mertuanya. Tapi lagi-lagi sebelum suara keluar dari mulutnya, Tuan Gili segera menghentikan nya.
"Astaga, bagaimana bisa kalian berada di hutan belakang malam-malam seperti ini. Apalagi malam ini sangat dingin, apa kamu tidak takut sakit? Cepat masuk dan segera hangatkan tubuhmu."
Ayudisha segera masuk sesuai perintah Ayahnya. Setelah itu Tuan Gili langsung menatap calon menantunya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Lalu menepuk bahu Bayan dengan ekspresi pemahaman yang abstrak.
"Aku tau anakku sangat cantik dan kamu tidak sabar untuk melakukan banyak hal dengannya. Tapi bersabarlah, sebentar lagi dia akan menjadi milikmu dan kamu bebas melakukan apapun dengannya."
Mendapatkan tuduhan tercela dari calon istri dan calon ayah mertuanya. Bayan langsung terdiam dan tak habis pikir dengan jalan pikiran ayah dan anak itu. Kenapa ia sekarang berubah menjadi tersangka di kejadian ini. Bayan pun terpaksa harus pulang dan menerima tuduhan jahat yang diperuntukkan padanya.
Bayan yang kesal mencoba melampiaskan amarahnya. Saat ia kesal dan tak bisa melampiaskan nya, ia langsung ingat dengan laki-laki lemah yang hampir mencuri calon istrinya. Bayan pun segera berbelok dan kembali ketempat Tanjung tergeletak sebelumnya. Ia bertekat untuk mematahkan beberapa tulang laki-laki itu.
Ayudisha adalah seorang putri yang berasal dari keluarga sastrawan. Kakeknya adalah saudara dari mantan Raja terdahulu. Jadi dapat dikatakan Ayudisha adalah seorang bangsawan langsung dan keturunan Raja. Hanya saja keluarganya memang terkenal bersahaja dan sederhana. Jadi mereka terbiasa bersikap biasa saja, itulah yang membuat orang-orang merasa hormat dan menganggap keluarga mereka adalah keluarga bangsawan terbaik yang dimiliki kerajaan Malaka. Ibu Ayudisha adalah seorang penyanyi dan penyair terkenal diusia muda. Keluarganya berasal dari seniman wayang diluar pulau. Hanya saja darah seni yang dimiliki oleh sang Ibu tak menurun pada diri Ayudisha. Ayudisha adalah Putri satu-satunya yang mereka miliki. Walaupun ada seorang kakak, tapi kakaknya adalah pedagang yang berlayar keluar pulau dan mereka jarang bertemu dengan kakaknya. Jadi hanya Ayudisha anak mereka yang ada di rumah. Hal itu membuat Ayudisha dimanjakan ketitik yang ekstrim. Tempramen Ayudisha san
Setelah kejadian sebelumnya, semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi sebuah pernikahan yang digelar dengan pasar dan akan berlangsung selama beberapa hari. Tentu saja ini dikarenakan kedua mempelai saya berasal dari bangsawan terkenal dan kaya. Mempelai wanita berasal dari keluarga sastrawan dan seorang keturunan Raja. Sedangkan mempelai laki-laki adalah seorang tentara yang berbakat, dan berasal dari keluarga militer yang berpengaruh. Semua orang bergotong-royong saling bahu-membahu untuk merayakan pernikahan Akbar ini. Berbagai macam jenis perhiasan telah dipesan untuk menghiasi mempelai wanita agar terlihat cantik layaknya seorang ratu di hari pernikahannya. Begitu pula dengan mempelai laki-laki, yang akan disematkan keris pusaka keluarga serta kereta emas yang telah disimpan di dalam kerajaan selama bertahun-tahun. Pernikahan ini begitu istimewa, karena Mahapatih dan yang mulia Raja Malaka akan hadir dalam pernikahan tersebut. Jadi
Malam sudah mulai menjelang, tapi tak ada satupun dari Bayan maupun Ayudisha yang bergerak. Keduanya masih duduk dengan kaki yang rapat dan tubuh yang kaku. Namun dapat dilihat bahwa telinga mereka memerah, menandakan bahwa sebenarnya mereka merasakan malu. Ayudisha sadar bahwa ini bukan pernikahan pertamanya selama kedua kehidupan. Tapi tetap saja ini berhasil membuatnya gugup, orang yang ada di sampingnya bukan lagi Tanjung yang lembut dan pandai merayu. Tapi Bayan yang tegas dan galak. Saat Bayan bergeser ke samping Ayudisha, gadis itu pun segera bergeser untuk menjauh. Hal itu membuat Bayan menaikkan alisnya dengan heran. "Apa aku menakutkan?" Ucap Bayan terus terang. Mendengar hal itu Ayudisha langsung menggeleng dengan keras. Ia takut Bayan akan marah, karena bagaimanapun Bayan adalah sosok yang paling di takuti. Jika ia main-main dan membuat perasaan Bayan tersinggung, maka itu akan membuat hidupnya akan berakhir dengan cara yang buruk.
Ayudisha bangun dengan perasaan yang segar, ia meregangkan tubuhnya dan menatap ke area kamar. Sekarang ia sudah menikah dan menjadi istri dari Bayan dan sekarang mereka tinggal di kamar pengantin. Saat Ayudisha bangun, ia mundur dengan wajah kaget saat melihat ekspresi Bayan yang datar dan terkesan dingin. Laki-laki itu sedang duduk dengan pose bertapa, hal itu membuat Ayudisha berdiri dengan ketakutan. "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang bersemedi, karena kamu sudah bangun maka mandilah lebih dulu. Aku akan membawamu ke suatu tempat." Mendengar hal itu, Ayudisha langsung mengangguk. Menikah dengan seorang prajurit bukanlah hal yang mudah, mereka harus melewati banyak prosedur yang begitu ribet. Apalagi ditambah orang yang dinikahi oleh Bayan adalah Ayudisha. Cucu langsung dari mendiang Raja terdahulu. Ayudisha pun masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Air pagi begitu dingin dan menyegarkan, Ayudisha pun membersihkan ra
Ayudisha dan Bayan pergi ke makan dan melihat ada bayangan yang mengikuti mereka. Bayan sadar akan hal itu namun masih tetap diam.Ayudisa dan Bayan berjalan menuju makam leluhur. Makam itu itu di huni oleh para prajurit yang telah gugur selama berabad-abad. Keluarga Bayan adalah keluarga militer yang telah mengabdi pada kerajaan sejak kerajaan Malaka pertama kali didirikan. Namun ada satu makam yang paling mencolok di antara semuanya. Makam itu adalah makam panglima perang yang berjuang dan ikut andil dalam berdirinya Kerajaan baru bernama Malaka."Ini adalah makam kakek dan nenek buyut ku. Beri penghormatan pada mereka."Ayudisha segera mengangguk dan duduk bersama Bayan. Mereka menyatukan tangan sambil berdoa, setelah itu Bayan menatap batu nisan sambil memperkenalkan Ayudisha."Hari ini begitu cerah, jadi aku menyempatkan diri untuk datang. Seseorang yang ada di sampingku se
Hari ini Bayan dan Ayudisha duduk bersama dan berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Pada dasarnya keluarga Bayan adalah keluarga militer dan terlihat sedikit garang. Masing-masing dari mereka memiliki bekas luka di wajah. mereka juga memiliki bentuk tubuh yang kokoh dan berotot.Beruntung saat ini di ruang makan hanya berisi Ayah mertua, bibi dan Paman. Para sepupu telah pergi entah kemana, mungkin mereka takut pada Bayan karena telah ketahuan mengintip ruang pengantin semalam.Bibi Bayan adalah seorang tabib militer, ia terbiasa ikut bersama suaminya ke Medan perang. Sedangkan Ibu Bayan telah lama meninggal, jadi Bayan selalu ikut bersama Bibinya dan telah terbiasa di dunia militer sejak ia masih kanak-kanak.Ayudisha hanya diam dan menatap sesekali. Jujur saja dikelilingi oleh prajurit yang berpengalaman adalah sesuatu yang menakutkan. Jadi ia hanya akan sesekali tersenyum untuk membuatnya tak terlihat canggung.Tak lama nampan berisi gul
Bayan menatap Ayudisha yang makan dengan lahap semua masakan yang dimasak Bibinya. Bayan merasa wajah Ayudisha yang cantik sangat sesuai dengan citra yang ia idamkan.Ruang makan menjadi begitu harmonis dan semua orang makan dengan lahap. Mungkin ini adalah momen paling tenang yang dimiliki keluarga ini. Hal itu membuat Bibi Bayan merasa bahwa Ayudisha adalah berkah untuk keluarganya.Hampir semua orang adalah anggota militer yang kaku dan keras. Kedatangan Ayudisha sebagai bangsawan telah membawa sisi lembut dan toleran dalam keluarga. Bibi Bayan tersenyum dan menambah lauk di atas piring Ayudisha."Makanlah yang banyak.""Terimakasih Bibi."Mereka makan dengan begitu harmonis, walaupun mereka sesekali melihat wajah Ayudisha yang terlihat manis dan lucu. Keluarga ini hanya terdiri dari orang-orang kasar yang terbiasa hidup dengan senjata. Sangat jarang melihat wajah lembut dan perilaku bangsawan yang memiliki tata krama tinggi. Jadi jauh di dalam hati mereka, mereka sebenarnya mengu
Bayan mengatur barang-barang yang akan ia bawa ke rumah dinas. Ia juga membawa beberapa pelayan untuk membantunya. Saat sampai di kamar, ia melihat Ayudisha melipat pakaian. Tangannya yang lembut dan putih itu terlihat begitu rapuh, hingga membuat Bayan tak tega melihatnya bekerja sedikitpun.Sebenarnya Bayan sedikit marah saat makan sebelumnya. Ia kesal kenapa Ayudisha harus ikut membantu untuk mencuci piring. Baginya tangan cantik itu hanya pantas menyulam kain dan menulis puisi di teras rumah. Bukan membersihkan peralatan.Bayan pun mendekat dan mengambil pakaian Ayudisha dan memasukkannya ke dalam keranjang. Wajahnya yang dingin membuat Ayudisha kaget dan menatap Bayan dengan tatapan heran."Kenapa kamu mengambilnya? Biarkan aku melipatnya dulu."Saat tangan Ayudisha akan mengambil pakaian di keranjang, Bayan segera menjauh. Ia tidak ingin Ayudisha melipat pakaian."Tidak usah. Kamu hanya perlu duduk berleha-leha tanpa mengerjakan apapun. Kenapa kamu menyusahkan dirimu sendiri han