Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

last updateLast Updated : 2025-08-13
By:  KazSilOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
20views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya. Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Mervyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

View More

Chapter 1

Hidup dan Mati

"Bahkan pelayan pun terang-terangan tidak menghormatiku sebagai Duchess. Mereka tahu aku hanyalah cangkang kosong berlabel Duchess, tak lebih dari pajangan yang tak layak berdiri di sisi seorang Duke."

Menjadi istri seorang Duke seharusnya adalah kehormatan bagi wanita bangsawan. Tapi bagiku? Hanya lelucon.

Begitulah ... Elena Ivor Carwyn

....

Pesta di kediaman Marquess Bernard.

"Duke Carwyn berhasil dalam investasi pengembangan kereta cepat bertenaga kristal aether."

"Seperti yang diharapkan dari otak emas kerajaan."

"Investasinya selalu sukses. Tak heran Carwyn Trade Consortium jadi perusahaan terbesar."

Bisik-bisik kekaguman mengalir dari berbagai sudut aula pesta, mengarah pada satu sosok pria yang dikelilingi para bangsawan pria.

Pria berambut hitam pekat yang ditata rapi ke belakang, dengan sedikit gelombang di ujungnya. Sorot matanya abu gelap, tajam seperti baja dingin. Tenang, tertata mengintimidasi.

Dia …
Mervyn Dieter Carwyn.

Di sisi lain, para wanita bangsawan berkumpul.

"Pria luar biasa yang tahun lalu menjadi rebutan para keluarga bangsawan ... siapa sangka, keluarga Boniface yang berhasil mendapatkannya," bisik salah satu wanita dengan senyum menyeringai.

"Benar, keluarga Baron Boniface yang nyaris bangkrut, justru menikahkan putrinya dengan Duke Carwyn. Bukankah itu menjadi berita utama kerajaan waktu itu?" Kalimat itu disambut tawa ringan.

"Waktu itu? Sampai sekarang pun masih ramai dibicarakan. Bukankah begitu, Duchess?" Ucapan itu ditekan, dengan mata menusuk dan senyum menghakimi.

Semua kepala menoleh. Mata mereka kini menatap Elena.

Elena menunduk, jemarinya saling menggenggam gugup. Wajahnya pucat. Tak ada sepatah kata pun terucap.

"Aku bahkan dimarahi ayahku karena gagal mendekati Duke Carwyn kala itu,"- keluh seorang wanita.

"Tapi apa boleh buat ... keputusan Duke Carwyn saat itu sungguh mengejutkan. Apalagi soal tunangannya yang dulu, Lady A-"

"Saya ... mohon izin undur diri. Sepertinya ... saya ti-tidak enak badan," Elena berdiri tergesa-gesa, membungkuk sedikit, lalu berjalan cepat meninggalkan ruangan.

Tawa pelan terdengar.

"A-a-a ... dia melarikan diri lagi." Tawa itu pecah lebih jelas.

Mereka tertawa bukan karena lucu. Mereka tertawa karena kemenangan. Sekali lagi, Elena Carwyn Duchees boneka berjalan pergi dengan kepala tertunduk.

Elena mendengarnya dengan jelas. Wanita bangsawan itu melangkah cepat keluar aula dengan mencengkeram gaunnya. Ketukan sepatunya terdengar jelas di lantai marmer.

Taman kediaman Marquess Bernard terasa begitu sunyi berbeda dengan aula pesta yang bising dan terang. Mungkin ini memang tempatku seharusnya, pikirnya.

Ia duduk di bangku taman, melepas sepatu hak tingginya. Kakinya bengkak. Saat membungkuk untuk memeriksanya, tetesan air jatuh. Itu air matanya.

"Meski kalian tak mengatakannya, aku juga tau. Aku tahu aku tidak cocok dengannya," gumam Elena, menyeka air matanya perlahan.

"Kamu juga pasti berpikir begitu, kan, Mervyn ..." Suaranya terdengar lemah.

"Jika tidak, tak mungkin kamu mengabaikanku selama ini," Ucap Elena sedih.

Srak ....

Suara gemerisik terdengar dari balik semak-semak.

"Siapa di sana?" seru Elena cepat, menoleh ke arah asal suara.

Dari kegelapan, sosok berpakaian hitam muncul. Wajahnya tertutup kain, pedang tergenggam erat di tangannya.

....

Sementara itu, di aula pesta suasana masih riuh. Taka da yang menyadari berkurangnya satu atau dua orang tamu dari pesta. Kecuali …,

Mervyn melirik ke arah tempat para wanita berkumpul. Ekspresinya berubah, terkejut dan cemas. Ia segara memanggil seorang pelayan.

"Di mana istriku?" tanyanya tegas.

Pelayan itu membungkuk sedikit dan menjawab cepat, "Tadi saya melihat Duchess berjalan keluar dengan tergesa-gesa."

Mendengar itu, wajah Mervyn semakin cemas. Ia bergegas keluar dari aula sambil memanggil para kesatria.

"Temukan Duchess!" perintahnya tegas.

Semua mata tertuju pada sang Duke yang kini tampak diliputi kegelisahan.

"Aakkkhhh ...!"

Teriakan itu terdengar sangat kencang.

Sang Duke yang mendengarnya langsung berlari cepat menuju arah datangnya suara. Para tamu di pesta pun tampak terkejut dan ikut menyusul ke sumber suara tersebut.

Seorang wanita terduduk di tanah. Wanita itu perlahan memundurkan tubuhnya, matanya membelalak, tangannya gemetar tak terkendali.

Di hadapannya. Seorang wanita lain tergeletak bersimbah darah, membasahi gaun mewah yang semula tampak indah. Salah satu sepatu berhak tinggi yang berkilau terlepas dan ikut berlumur darah.

Gaun dan sepatu itu terasa sangat familiar bagi Mervyn.

"Tidak ... tidak ... kumohon … bukan dia," gumamnya dengan suara parau. Dadanya sesak, napasnya tercekat, tubuhnya mulai gemetar hebat. Ia melangkah mendekat, tertatih dan kehilangan keseimbangan.

Ketika wajah wanita itu terlihat jelas di hadapannya, dunia Mervyn runtuh. Ia berlari, lalu berlutut dan mendekap tubuh yang bersimbah darah itu, wanita yang tadi ia mohon bukanlah dirinya. Sang Duchess kini terbaring di pelukannya.

Para tamu berdatangan. Beberapa berteriak histeris, yang lain membeku. Tuan rumah pesta pun tampak tak kalah terkejut oleh pemandangan yang tersaji di hadapannya.

Dengan tangan yang gemetar, Mervyn menyentuh wajah Elena. Dingin. Tak ada respon.

"Dokter ... panggil dokter! Cepat!" perintahnya keras, nadanya tercampur antara panik dan tak percaya.

Marquess Bernard segera menyuruh kepala pelayan memanggil tabib pribadi keluarga.

Tak butuh waktu lama, sang dokter tiba dan langsung memeriksa tubuh sang Duchess. Setelah beberapa saat, ia diam. Matanya terpejam, lalu ia menggeleng perlahan.

Mervyn mengguncang tubuh Elena, seolah mencoba mengembalikannya. Napasnya tersenggal. Emosinya meledak. Ia marah. Ia hancur.

"Panggil kereta kuda, sekarang. Aku tidak percaya ini. Panggil Alwen, Dia harus sudah bersiap sebelum aku tiba.” Mervyn memberi perintah dengan nada tajam. Orang-orang bisa merasakan kemarahan dari suaranya.

Dengan penuh kehati-hatian, ia mengangkat tubuh Elena dalam pelukannya. Mervyn berdiri, matanya menatap lurus ke depan. Ia berjalan tanpa berkata apa pun, tanpa menoleh ke belakang, membawa Elena yang tak lagi bernyawa di pelukannya.

"Perintahkan seluruh kesatria di Ducy untuk menyelidiki. Sisanya yang ada di sini, mulai lakukan pencarian sekarang juga. Jangan biarkan satu pun detail terlewa.” Suaranya dingin, penuh pengendalian diri. Dan itu jauh lebih menakutkan.

Ketegasannya membuat para kesatria bergidik. Tanpa berani membantah, mereka langsung bergerak.

Marquess Bernard bergegas menyusul dan berkata, "Duke, kami pun akan membantu penyelidikan."

Tak ada jawaban. Kereta kuda itu melaju, meninggalkan kediaman Marquess dalam keheningan yang mencekam.

Di dalam kereta kuda ....

"E-eh, itu kan ... tubuhku? Kenapa aku bisa melihat tubuhku sendiri?"

Elena mengangkat kedua tangannya dan membolak-baliknya.

"Kenapa tanganku tembus pandang ...?"

Ia terdiam sejenak. "Begitu, ya ... aku sudah mati."

Elena termenung sedih. Tatapannya tertuju pada tubuhnya sendiri yang terbaring di pangkuan sang suami.

"Mervyn ... kenapa kamu terlihat begitu sedih? Bukankah kamu tidak pernah mempedulikanku?" tanya Elena lirih, suaranya lembut namun terasa pedih.

Mervyn menatap ke luar jendela. Pandangannya kosong. Namun tangannya tetap menggenggam tubuh Elena erat. Air mata mulai mengalir dari matanya. Tangis Mervyn pecah. Elena refleks berdiri dan menghampirinya. Ia ingin menyeka air mata itu. Namun, tangannya menembus wajah Mervyn.

"Kenapa kamu menangis seperti ini ...? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan tentangku? Berhentilah menangis ... kumohon ...," ucap Elena sambil terus mencoba menyentuh wajah pria itu.

Air mata Elena mengalir ... ia memeluk Mervyn meskipun tahu sentuhannya tak akan pernah bisa sampai.

Tubuhnya perlahan memudar ... dan mulai menghilang.

Aakkhh ....

Elena tersentak bangun, napasnya memburu, air mata masih menggenang di pelupuk mata. Dia hidup kembali.

Tidak, ia mengulang kehidupan itu sekali lagi.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status