Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya. Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Mervyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.
View More"Bahkan pelayan pun terang-terangan tidak menghormatiku sebagai Duchess. Mereka tahu aku hanyalah cangkang kosong berlabel Duchess, tak lebih dari pajangan yang tak layak berdiri di sisi seorang Duke."
Menjadi istri seorang Duke seharusnya adalah kehormatan bagi wanita bangsawan. Tapi bagiku? Hanya lelucon.Begitulah ... Elena Ivor Carwyn....Pesta di kediaman Marquess Bernard."Duke Carwyn berhasil dalam investasi pengembangan kereta cepat bertenaga kristal aether.""Seperti yang diharapkan dari otak emas kerajaan.""Investasinya selalu sukses. Tak heran Carwyn Trade Consortium jadi perusahaan terbesar."Bisik-bisik kekaguman mengalir dari berbagai sudut aula pesta, mengarah pada satu sosok pria yang dikelilingi para bangsawan pria.Pria berambut hitam pekat yang ditata rapi ke belakang, dengan sedikit gelombang di ujungnya. Sorot matanya abu gelap, tajam seperti baja dingin. Tenang, tertata … mengintimidasi. Dia … Mervyn Dieter Carwyn.Di sisi lain, para wanita bangsawan berkumpul."Pria luar biasa yang tahun lalu menjadi rebutan para keluarga bangsawan ... siapa sangka, keluarga Boniface yang berhasil mendapatkannya," bisik salah satu wanita dengan senyum menyeringai."Benar, keluarga Baron Boniface yang nyaris bangkrut, justru menikahkan putrinya dengan Duke Carwyn. Bukankah itu menjadi berita utama kerajaan waktu itu?" Kalimat itu disambut tawa ringan."Waktu itu? Sampai sekarang pun masih ramai dibicarakan. Bukankah begitu, Duchess?" Ucapan itu ditekan, dengan mata menusuk dan senyum menghakimi.Semua kepala menoleh. Mata mereka kini menatap Elena.Elena menunduk, jemarinya saling menggenggam gugup. Wajahnya pucat. Tak ada sepatah kata pun terucap."Aku bahkan dimarahi ayahku karena gagal mendekati Duke Carwyn kala itu,"- keluh seorang wanita."Tapi apa boleh buat ... keputusan Duke Carwyn saat itu sungguh mengejutkan. Apalagi soal tunangannya yang dulu, Lady A-""Saya ... mohon izin undur diri. Sepertinya ... saya ti-tidak enak badan," Elena berdiri tergesa-gesa, membungkuk sedikit, lalu berjalan cepat meninggalkan ruangan.Tawa pelan terdengar."A-a-a ... dia melarikan diri lagi." Tawa itu pecah lebih jelas.Mereka tertawa bukan karena lucu. Mereka tertawa karena kemenangan. Sekali lagi, Elena Carwyn Duchees boneka berjalan pergi dengan kepala tertunduk.Elena mendengarnya dengan jelas. Wanita bangsawan itu melangkah cepat keluar aula dengan mencengkeram gaunnya. Ketukan sepatunya terdengar jelas di lantai marmer.Taman kediaman Marquess Bernard terasa begitu sunyi berbeda dengan aula pesta yang bising dan terang. “Mungkin ini memang tempatku seharusnya,” pikirnya.Ia duduk di bangku taman, melepas sepatu hak tingginya. Kakinya bengkak. Saat membungkuk untuk memeriksanya, tetesan air jatuh. Itu air matanya."Meski kalian tak mengatakannya, aku juga tau. Aku tahu aku tidak cocok dengannya," gumam Elena, menyeka air matanya perlahan."Kamu juga pasti berpikir begitu, kan, Mervyn ..." Suaranya terdengar lemah."Jika tidak, tak mungkin kamu mengabaikanku selama ini," Ucap Elena sedih.Srak ....Suara gemerisik terdengar dari balik semak-semak."Siapa di sana?" seru Elena cepat, menoleh ke arah asal suara.Dari kegelapan, sosok berpakaian hitam muncul. Wajahnya tertutup kain, pedang tergenggam erat di tangannya.....Sementara itu, di aula pesta suasana masih riuh. Taka da yang menyadari berkurangnya satu atau dua orang tamu dari pesta. Kecuali …,Mervyn melirik ke arah tempat para wanita berkumpul. Ekspresinya berubah, terkejut dan cemas. Ia segara memanggil seorang pelayan."Di mana istriku?" tanyanya tegas.Pelayan itu membungkuk sedikit dan menjawab cepat, "Tadi saya melihat Duchess berjalan keluar dengan tergesa-gesa."Mendengar itu, wajah Mervyn semakin cemas. Ia bergegas keluar dari aula sambil memanggil para kesatria."Temukan Duchess!" perintahnya tegas.Semua mata tertuju pada sang Duke yang kini tampak diliputi kegelisahan."Aakkkhhh ...!"Teriakan itu terdengar sangat kencang.Sang Duke yang mendengarnya langsung berlari cepat menuju arah datangnya suara. Para tamu di pesta pun tampak terkejut dan ikut menyusul ke sumber suara tersebut.Seorang wanita terduduk di tanah. Wanita itu perlahan memundurkan tubuhnya, matanya membelalak, tangannya gemetar tak terkendali.Di hadapannya. Seorang wanita lain tergeletak bersimbah darah, membasahi gaun mewah yang semula tampak indah. Salah satu sepatu berhak tinggi yang berkilau terlepas dan ikut berlumur darah.Gaun dan sepatu itu terasa sangat familiar bagi Mervyn."Tidak ... tidak ... kumohon … bukan dia," gumamnya dengan suara parau. Dadanya sesak, napasnya tercekat, tubuhnya mulai gemetar hebat. Ia melangkah mendekat, tertatih dan kehilangan keseimbangan.Ketika wajah wanita itu terlihat jelas di hadapannya, dunia Mervyn runtuh. Ia berlari, lalu berlutut dan mendekap tubuh yang bersimbah darah itu, wanita yang tadi ia mohon bukanlah dirinya. Sang Duchess kini terbaring di pelukannya.Para tamu berdatangan. Beberapa berteriak histeris, yang lain membeku. Tuan rumah pesta pun tampak tak kalah terkejut oleh pemandangan yang tersaji di hadapannya.Dengan tangan yang gemetar, Mervyn menyentuh wajah Elena. Dingin. Tak ada respon."Dokter ... panggil dokter! Cepat!" perintahnya keras, nadanya tercampur antara panik dan tak percaya.Marquess Bernard segera menyuruh kepala pelayan memanggil tabib pribadi keluarga. Tak butuh waktu lama, sang dokter tiba dan langsung memeriksa tubuh sang Duchess. Setelah beberapa saat, ia diam. Matanya terpejam, lalu ia menggeleng perlahan.Mervyn mengguncang tubuh Elena, seolah mencoba mengembalikannya. Napasnya tersenggal. Emosinya meledak. Ia marah. Ia hancur. "Panggil kereta kuda, sekarang. Aku tidak percaya ini. Panggil Alwen, Dia harus sudah bersiap sebelum aku tiba.” Mervyn memberi perintah dengan nada tajam. Orang-orang bisa merasakan kemarahan dari suaranya.Dengan penuh kehati-hatian, ia mengangkat tubuh Elena dalam pelukannya. Mervyn berdiri, matanya menatap lurus ke depan. Ia berjalan tanpa berkata apa pun, tanpa menoleh ke belakang, membawa Elena yang tak lagi bernyawa di pelukannya."Perintahkan seluruh kesatria di Ducy untuk menyelidiki. Sisanya yang ada di sini, mulai lakukan pencarian sekarang juga. Jangan biarkan satu pun detail terlewa.” Suaranya dingin, penuh pengendalian diri. Dan itu jauh lebih menakutkan.Ketegasannya membuat para kesatria bergidik. Tanpa berani membantah, mereka langsung bergerak. Marquess Bernard bergegas menyusul dan berkata, "Duke, kami pun akan membantu penyelidikan."Tak ada jawaban. Kereta kuda itu melaju, meninggalkan kediaman Marquess dalam keheningan yang mencekam.Di dalam kereta kuda ...."E-eh, itu kan ... tubuhku? Kenapa aku bisa melihat tubuhku sendiri?"Elena mengangkat kedua tangannya dan membolak-baliknya."Kenapa tanganku tembus pandang ...?"Ia terdiam sejenak. "Begitu, ya ... aku sudah mati."Elena termenung sedih. Tatapannya tertuju pada tubuhnya sendiri yang terbaring di pangkuan sang suami."Mervyn ... kenapa kamu terlihat begitu sedih? Bukankah kamu tidak pernah mempedulikanku?" tanya Elena lirih, suaranya lembut namun terasa pedih.Mervyn menatap ke luar jendela. Pandangannya kosong. Namun tangannya tetap menggenggam tubuh Elena erat. Air mata mulai mengalir dari matanya. Tangis Mervyn pecah. Elena refleks berdiri dan menghampirinya. Ia ingin menyeka air mata itu. Namun, tangannya menembus wajah Mervyn."Kenapa kamu menangis seperti ini ...? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan tentangku? Berhentilah menangis ... kumohon ...," ucap Elena sambil terus mencoba menyentuh wajah pria itu.Air mata Elena mengalir ... ia memeluk Mervyn meskipun tahu sentuhannya tak akan pernah bisa sampai. Tubuhnya perlahan memudar ... dan mulai menghilang.Aakkhh ....Elena tersentak bangun, napasnya memburu, air mata masih menggenang di pelupuk mata. Dia hidup kembali.Tidak, ia mengulang kehidupan itu sekali lagi.
Perubahan di Duchy Carwyn menjadi perbincangan hangat dalam lingkaran aristokrat. Tak ada yang menyangka, wanita yang dulu dikenal pendiam dan patuh kini memecat puluhan pelayan, mengganti hampir seluruh staf kastil, dan memimpin sendiri proses seleksi. Semua mata tertuju padanya. Para bangsawan mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Elena Carwyn? Namun bagi Elena, ini hanyalah langkah awal.Setelah kejadian itu, Mervyn selalu mengajak Elena makan bersamanya. Bahkan setelah proses seleksi perekrutan pelayan baru yang dipimpin Elena, Mervyn diam-diam menyeleksi ulang orang-orang yang telah ia pilih. Di kamarnya, Elena duduk santai di kursi dekat jendela, memandangi taman samping yang dibasuh cahaya sore. Di meja di hadapannya, tersaji aneka kue kecil yang sudah setengah ia santap. Ketukan pintu terdengar. Elena menjawab lembut, “Masuklah.” Pintu terbuka perlahan. Myra melangkah masuk dengan sopan, kedua tangannya memegang sebuah amplop bersegel rapi. “Ada undangan
Elena tidak segera merespons. Ia hanya menatap Myra dalam-dalam, seakan sedang mempertimbangkan berbagai hal bukan hanya sekedar sebuah keputusan.Suara-suara pelayan lain yang masih merutuk di sudut ruangan mulai memudar di telinganya. Hanya satu yang menarik perhatiannya sekarang.“Mulai hari ini,” Elena akhirnya angkat suara, tenang namun memancarkan kekuasaan, “Kau akan menjadi pelayan pribadiku.”Myra tampak terkejut, namun ia segera menundukkan kepala dengan sopan. “Sesuai perintah Anda, Duchess.”Suara-suara protes di sudut kamar mendadak berubah menjadi bisik-bisik panik. Beberapa pelayan yang tersisa saling memandang, seolah bertanya-tanya apa istimewanya gadis bernama Myra itu, seorang pelayan yang selama ini nyaris tak terlihat.Elena menoleh ke arah pelayan wanita senior yang berdiri tak jauh dari pintu.“Beritahu kepala pelayan untuk mengurusi surat pemecatan mereka hari ini juga. Dan pastikan barang-barang mereka keluar dari rumah ini sebelum matahari tenggelam.”“Baik,
“Mengapa anda terlihat begitu terburu-buru, Duchess?” tanya wanita itu. Matanya menyapu Elena dari atas ke bawah tanpa sopan santun.Elena tidak menjawab. Ia hanya memandangi wanita itu dengan tenang, tapi tatapannya mengeras, menyiratkan ketidaksenangan yang tak perlu diucapkan.“Taman di Duchy Carwyn masih secantik dulu.” Matanya menyapu bunga-bunga yang bermekaran. “Seindah pemiliknya, bukan begitu, Duchess?”Nada suaranya terdengar hangat, tapi matanya tak menatap Elena melainkan pada sebuah jendela besar yang berada di sisi lain bangunan, itu ruang kerja Mervyn.“Sayang sekali,” ia melanjutkan, jemarinya menyentuh kelopak mawar merah muda, “Di balik keindahan itu ... ada noda yang tak juga hilang. Banyak yang ingin membersihkannya, bukan begitu Duchess?”Elena menoleh perlahan, tatapannya tenang namun tajam. Senyumnya tipis, nyaris tak terlihat.“Benar sekali,” ujarnya pelan, seolah menyetujui. “Dan mereka yang ingin membersihkannya ... tak lebih dari sekumpulan lalat. Benarkan L
Elena sontak bangkit dari tidurnya. Matanya membelalak, tubuhnya dibasahi keringat, dan napasnya tersenggal.“Apa Anda tidak apa-apa, Nyonya?” Suara pelayan terdengar dari balik pintu kamar.Brakk!Pintu kamar terbuka dengan paksa. Seorang pelayan menerobos masuk tanpa menunggu izin. Wajahnya panik.“Maafkan ketidaksopanan saya! Apakah anda baik-baik saja, Nyonya?” tanyanya cepat.Elena tidak segera menjawab. Matanya masih kebingungan, pikirannya kacau. Ia memandang kosong sebelum akhirnya bersuara cepat, “Tanggal berapa sekarang?” Mata hijaunya yang berkilau seperti zamrud menatap tajam ke pelayan itu.“Sekarang tanggal enam belas, bulan ketiga ... menurut kalender kerajaan,” jawab pelayan dengan gugup.Elena membeku sejenak. Napasnya tercekat.“Satu tahun sebelum pesta keluarga Marquess Bernard. Jadi ini artinya ... aku kembali ke masa lalu? Tapi, bagaimana bisa ...?” Suaranya lirih, nyaris seperti gumaman yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.Elena terlihat kebingungan, bi
"Bahkan pelayan pun terang-terangan tidak menghormatiku sebagai Duchess. Mereka tahu aku hanyalah cangkang kosong berlabel Duchess, tak lebih dari pajangan yang tak layak berdiri di sisi seorang Duke." Menjadi istri seorang Duke seharusnya adalah kehormatan bagi wanita bangsawan. Tapi bagiku? Hanya lelucon. Begitulah ... Elena Ivor Carwyn .... Pesta di kediaman Marquess Bernard. "Duke Carwyn berhasil dalam investasi pengembangan kereta cepat bertenaga kristal aether.""Seperti yang diharapkan dari otak emas kerajaan." "Investasinya selalu sukses. Tak heran Carwyn Trade Consortium jadi perusahaan terbesar." Bisik-bisik kekaguman mengalir dari berbagai sudut aula pesta, mengarah pada satu sosok pria yang dikelilingi para bangsawan pria. Pria berambut hitam pekat yang ditata rapi ke belakang, dengan sedikit gelombang di ujungnya. Sorot matanya abu gelap, tajam seperti baja dingin. Tenang, tertata … mengintimidasi. Dia … Mervyn Dieter Carwyn. Di sisi lain, para wanita bangsawan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments