“Apa kamu sadar menanyakannya?” tanya Jett sorot matanya tajam seperti mengeluarkan sinar laser.
“Aku sadar. Apa pertanyaanku salah?” tanya Nata balik menantang.
Kamu bukan lagi istri yang dulu lagi. Ada apa dengan kamu? Perubahan sikap kamu yang mendadak semakin membuat aku kesal. Jett membatin.
“Enggak punya sopan santun tanya sama suami kamu,” balas Jett jengkel.
“Aku akan sopan kalau Mas juga bisa menjaga sikap sama wanita lain. Buktinya Mas nggak bisa kan,” kata Nata pun dongkol.
“Kamu berani-beraninya,” hardik Jett pada istrinya.
Jett mengayunkan tangan mengenai pipi istrinya.
“Aduh, Mas,” pekik Nata sontak beranjak sambil memegang pipi. Bekas merah tercetak sempurna di pipinya.
“Mas selalu tega sama aku. Kamu kerasukan apa selalu menindas aku?” tanya Nata menuntut jawaban dari suaminya.
“Apalagi maksud pertanyaan kamu? Apalagi yang mau kamu tahu? Lama-lama kamu kok nyebelin,” jawab Jett menyelipkan pertanyaan.
“Apa aku perlu mengulang terus? Aku yakin Mas tahu semuanya,” balas Nata menatap nanar.
Dasar pria bodoh, tukang selingkuh. Apa yang ada dalam pikirannya? Nata membatin tanya.
“Mas dengarkan, kalau wanita itu selingkuhanmu. Kenapa aku terus yang kamu tindas? Apa aku terlihat mudah bagimu selalu diremehkan?” tanya Nata menyeka bulir-bulir air di pipinya.
“Pertanyaanku dari kemarin belum Mas jawab. Kenapa masih mempertahankan aku menjadi istrimu?” tanya Nata lagi. Dia perlu jawaban untuk semua pertanyaannya.
“Malas pertanyaan enggak penting terus kamu memang pantas ditindas. Kamu juga diam saja,” jawab Jett sama sekali tidak mempertimbangkan perasaan istrinya.
“Apa kamu bilang Mas? Diam saja? Baik, kalau begitu kamu perlu hati-hati. Aku bukan lagi istri yang diam saja melihat suaminya selingkuh dan satu hal jangan anggap aku wanita biasa,” balas Nata dongkol mendengar jawaban suaminya terlalu menganggap remeh.
“Selama kamu masih menjadi istri aku enggak berhenti menindas. Ingat jangan berulah kalau enggak mau tubuh kamu penuh luka,” ucap Jett mengancam istrinya.
Maaf Mas, kamu salah. Ancaman ini nggak berhasil buat aku. Nata membatin sembari menahan tawa.
Pelupuk matanya tidak berhasil menahan guyuran air matanya.
“Kenapa setiap aku tanya tentang wanita lain kamu terus menyangkal? Kalau memang kamu nggak selingkuh untuk apa takut,” ujar Nata belum puas sehingga menyelipkan pertanyaan lagi.
“Aku enggak selingkuh,” jawab Jett kali ini terang-terangan menyangkal di depan mata.
“Kamu juga kemarin menjawab sama, tetapi mana buktinya. Buat aku percaya Mas kalau mau dimaafkan kecuali memang nggak mau,” sambung Nata jengkel mendengar jawaban suaminya terdengar klasik.
“Bukti apa terus yang kamu minta kalau aku enggak melakukannya. Aku capek melihat perubahan sikap kamu. Seharusnya yang tanya aku, kerasukan apa kamu?” tanya Jett tetap menyangkal.
Bibir manis wanita ini membentuk tawa kecil walau bulir-bulir air tidak berhenti mengalir. Ada garis tipis antara tawa dan sedih terlukis di wajah Nata.
“Aku nggak kerasukan apa-apa,” balas Nata ngotot.
“Wajar kalau aku bekerja sama banyak wanita. Aku bertemu rekan kerja dan junior. Apa aku bisa menahan mereka enggak dekat sama aku?” tanya Jett mau tahu jawaban istrinya.
“Bukan maksud aku, Mas nggak bisa bersosialiasi, tapi coba Mas batasi pergaulan. Mas enggak melakukannya,” balas Nata malas menanggapinya.
“Kamu itu kalau cemburu bilang saja, tetapi jangan berlebihan. Aku juga risih,” ucap Jett menilai sikap istrinya karena cemburu.
“Apa Mas bilang? Cemburu berlebihan? Aku nggak seperti itu, lagi pula untuk apa juga melakukan lebih menghemat tenaga melakukan hal lain,” balas Nata tidak terima dirinya serius menanggapi masalah ini justru merasa terpojokkan.
“Mas salah kalau menilai aku cemburu berlebihan. Nggak mungkin salah lihat saat suamiku mencium wanita lain dan aku siapa wanita itu,” ucap Nata memberitahu sambil berhati-hati dalam berbicara supaya tidak keceplosan.
Sial dari mana dia bisa tahu kalau aku menjalin hubungan sama Venus? Jett membatin sambil menggaruk kepalanya mencari alasan lagi.
“Kamu lihat di mana? Siapa yang memberitahu kamu? Kamu salah lihat mungkin,” jawab Jett berbohong entah ke sekian kalinya.
Bibir kecil ini kembali membentuk tawa kecil walau gempuran masalah dalam hidupnya bertambah.
“Mas masih bilang kalau salah lihat. Apa Mas pikir nggak bisa membedakan mana suamiku? Kita hidup sebagai suami dan istri cukup lama Mas. Sekarang saja aku tahu kamu pakai celana dalam warna apa, pakai parfum merek apa. Mas nggak bisa bilang aku salah lihat. Lalu Mas sekarang intinya nggak penting siapa yang memberitahu,” balas Nata panjang lebar.
“Kalau Mas tahu siapa yang memberitahu aku. Apa yang mau Mas lakukan? Memarahinya? Atau memberikan sejumlah uang untuk balik melukai aku?” tanya Nata terlihat berpikir berlebihan nyatanya tidak.
“Kenapa diam? Merasa bersalah jadi diam lebih baik?” tanya Nata mengentakkan kaki tanda kesal.
“Mas diam karena malas menjawab pertanyaan kamu. Jawaban apa yang kamu butuhkan? Mas enggak bisa mengiakan kalau memang enggak melakukan,” balas Jett malas menanggapi menurutnya sikap Nata berlebihan.
“Sekarang aku tanya cukup sederhana. Kenapa sampai detik ini masih mempertahankan aku sebagai istri?” tanya Nata hanya butuh jawaban ini dari sekian banyak pertanyaan sebelumnya.
Mereka saling menatap manik hitam yang penuh tanda tanya, sedangkan Jett bingung harus jawab apa. Sejak berhubungan dengan Venus, cintanya untuk Nata terkikis habis.
“Aku pikir enggak ada alasan mengingat usia pernikahan kita bukan baru,” jawab Jett mencoba mengalihkan pertanyaan memojokkannya.
“Mas bilang nggak ada alasan?” tanya Nata lagi-lagi tertawa kecil walau perasaannya tersakiti.
“Iya, aku mencintai kamu dengan segala kekurangan dan kelebihan. Aku juga harus menerima kamu satu paket dapat bonus galak.
“Kamu itu lucu sekali Mas. Aku hanya mengingatkan supaya berhati-hati. Beberapa teman kamu di hotel membicarakan. Aku melihat cukup mudah mereka menjatuhkanmu,” kata Nata memberitahu.
“Jadi jika aku memiliki alasan. Apa Mas mau menceraikanku?” tanya Nata cukup berat mengingat jawabannya tidak hanya satu baris.
“Apa kamu melantur?” tanya Jett tidak menjawab pertanyaan berat.
“Aku capek. Kita selesaikan hari ini atau aku akan cari tahu sendiri? Satu lagi, aku nggak melantur. Aku baik-baik saja,” jawab Nata jujur.
Nata memutar tubuhnya, dia malas berdebat dengan suaminya tidak berujung, tetapi dia mendadak menghentikan langkahnya.
“Apalagi yang mau kamu katakan? Masih ada yang ketinggalan,” kata Jett menatap lekat wajah istrinya cukup lama. Entah meminta manik hitamnya mereka dengan jelas, lalu menyimpanya rapat-rapat.
“Aku tahu kita menikah cukup lama. Aku juga menyadari kalau keluarga kecil ini belum dikarunia anak, tetapi Mas perlu ingat. Kalau menikah bukan seperti pacaran selalu terlihat manis. Aku hanya minta kita jangan bertemu dulu untuk waktu yang lama supaya kita saling koreksi diri. Aku nggak ammpu selalu jadi tempat melampiaskan kemarahan.
“Apa kamu memaafkanku dan kembali ke sini?” tanya Jett mengumpulkan bala bantuan saat suaminya bercerai dengan istri baru beberapa hari dinikahinya.
Panggilan telepon masih tersambung dengan Robert, Nata berlari kecil menuju kamar kakeknya.“Kek, Kakek.” Nata memanggil sambil mengetuk pintu tidak ada jawaban. “Ke mana, Kakek?”“Kakek kamu ada di sini. Kamu cari di mana pun tidak ketemu.”“Kamu serius kalau kakek ada di situ?”“Apa aku pernah berbohong sama kamu? Tidak dapat untungnya juga berbohong. Kamu siap-siap, sebentar lagi aku jemput.”“Nggak usah. Aku bisa pergi sendiri. Bert, apa kakek pergi sama Pak Slamet?”“Iya, aku lihat berdiri di belakangnya.”“Aku lega kalau kakek nggak pergi sendiri.”“Kamu jangan lama-lama. Ada Jett di sini, kamu tahu kalau dia selalu mencari celah membujuk kakak Dewo.”“Aku tahu. Nanti atau kalau ada waktu luang aku ceritakan. Sekarang, aku mau siap-siap.”Percakapan mereka berakhir. Nata merasa lega ada seseorang yang mengikuti kakeknya, mengingat beliau baru saja siuman. Dia tidak mau kakeknya sakit lagi, hanya karena memikirkan masalah sepele.Nata mempercepat langkah kakinya, mempersiapkan di
Jett hanya bisa tertunduk, tidak bisa berkata-kata. Apa pun ucapan yang keluar dari mulutnya, hanya terdengar sebagai alasan saja. Jadi, lebih baik tidak mengatakan apa pun. Sejujurnya, dia juga tidak mau melakukan ini, tetapi Jett kasihan dengan Venus.“Pak, aku juga enggak mau melakukannya, tetapi junior aku banyak membantu. Aku enggak tahu bagaimana membantunya.“Jett, aku lihat di hotel. Junior di bawah bimbingan kamu tidak hanya siapa namanya Venus.”“Iya, Pak.”“Kamu bisa menolong dengan cara yang lain.”“Cara lain? Maksud, Pak Dewo ada cara lain?”“Ya, hanya menebak saja. Tidak tahu juga apa cara lain itu.”“Aku hanya terpikir cara ini, Pak. Aku hanya mau balas budi padanya.”“Balas budi? Aku pikir di zaman sekarang sedikit orang, yang berpikir mau balas budi.”“Dia selalu membantu dalam kesulitan apa pun. Aku enggak tega melihatnya berada di hotel cabang. Aku tahu kalau Bu Meta sudah berbaik hati masih memperkerjakan dia. Aku seharusnya berterima kasih masih mempertahankan Ven
Nata melirik ke arah kakeknya, bisa jadi diam-diam di belakangnya menghubungi Jett. Kata beliau segala kemungkinan tidak bisa dikesampingkan. Ada saatnya semua benar.“Kakek meminta dia untuk datang?”“Tidak. Kakek tidak punya urusan dengan Jett, untuk apa memintanya datang.”“Kenapa dia datang ke rumah ini?”“Kakek juga tidak tahu. Apa mau bertemu dengan kamu?”“Aku? Aku sebagai istrinya atau cucu kakek?”“Sudah pasti sebagai cucu kakek.”“Meragukan kalau dia datang ke sini mau bertemu aku sebagai cucu kakek. Apa mungkin dia mengikuti aku selama ini?”“Mungkin saja, bisa jadi.”“Kek, apa nggak sebaiknya tanyakan dulu. Mau apa bertemu dengan kakek tanpa membuat janji dulu. Apalagi, bertemu di rumah. Aku yakin ada hal penting mau dibicarakan di luar pekerjaan. Kakek jangan lupa kalau Jett punya seribu satu cara, mendapatkan apa yang diinginkan.”Beruntungnya, Kakek Dewo memiliki pemikiran yang sama dnegan Nata. Beliau minta menanyakan mau ada urusan apa mencarinya. Beliau minta juga ka
Tanpa Nata tahu, Jett mengepal tangannya sangat kuat, hingga memperlihatkan urat-urat di telapak tangannya.“Nata! Jaga bicara kamu. Selama ini, aku pikir kamu wanita berpendidikan. Kenapa sekarang cara bicara kamu seperti preman?”“Apa maksudmu, Mas? Aku tanya sesuai kenyataan. Kalau kamu nggak terima terus salahku? Salah pernikahan kita? Sudah pasti salah kamu memilih wanita jalang itu.”“Detik ini, aku tanya. Apa kita bisa bertemu?”“Nggak, Mas. Aku nggak mau ketemu sama kamu. Untuk apa juga ketemu, ujung-ujungnya kamu hanya memukuliku. Kita akan ketemu di pengadilan. Aku pikir itu waktu dan tempat yang layak.”“Kamu serius jawabnya?”“Iya, aku serius. Bahkan, sangat serius!”Jett menggaruk-garuk kepalanya walau tidak terasa gatal. Dia berpikir jalan apa yang harus ditempuh, untuk menemuinya. Jett hanya … mau memastikan bukan istrinya pelaku menyebarkan video panas itu.“Nata, apa enggak ada lagi cinta di antara kita?”“Nggak ada, Mas!” Bia sangat kecewa suaminya tidak sedikitpun m
Robert melihat layar ponsel yang ditunjukkan padanya. Lalu … dia menatap wajah cantik ini.“Terserah kamu. Aku tidak berhak, melarang.”Meta di sini ragu, apa dia harus menjawab panggilan telepon ini.“Kalau kamu ragu, tidak perlu diangkat. Kalau sekiranya, kamu menjawab panggilan ini, kamu bisa mendapatkan informasi. Aku pikir tidak masalah,” saran Robert.“Ada benarnya, ucapanmu. Aku jawab saja panggilan ini.”“Ingat, jangan sampai identitas kamu diketahui.”Nata mengangguk. “Iya, Bert.”Nata menyentuh layar ponsel, berniat menjawab panggilan di ponselnya, sedangkan Robert menarik diri. Laki-laki ini menjauh dari Meta, memberikan ruang supaya wanita ini menjawab panggilan.“Semoga saja, Nata tidak mengatakan identitasnya siapa,” harap Robert.Laki-laki ini menempatkan pantatnya di sofa depan, menunggu siapa tahu ada yang mendesak masuk.Wanita ini menempelkan ponsel di samping telinganya. Sej
Nata memutar tumitnya, lalu mengayunkan langkah lembut. Dia menangkup tangan keriput ini.“Kek, aku mau pergi ke hotel dulu. Aku menyelesaikan, masalah yang ada. Aku harap, keputusan ini nggak merugikan banyak orang. Kakek, tunggu sebentar ya. Aku nggak akan lama kok di hotel.”Nata hanya bisa merasakan, kalau Kakek Dewo memberinya izin.“Jujur, aku juga berat Bert, pergi di saat kakek terbaring.”“Tetapi … kamu tetap harus pergi bukan.”“Iya, aku harus memberikan hukuman, sama Venus. Kalau aku nggak melakukan, aku diprotes lainnya.”“Aku menyadari, posisi kamu sangat sulit.”“Kek, terima kasih sudah bertahan. Tunggu … Nata ya, nggak lama.”“Bert, aku pikir menyelesaikan urusan, di hotel dulu. Setelah itu, aku pasti punya banyak waktu, menemani kakek.”“Aku, tidak bisa mencegah kamu pergi.”Nata menatap cukup lama wajah keriput di dekatnya. “Kek, aku siap-siap pergi, ke hotel dulu ya.”Beliau seperti menggerakkan pelupuk mata, tanda setuju.“Terima kasih, Kek.”Nata merasa lega, kakek