Di sebuah gudang tua di pinggiran Moskow, suara langkah kaki bergema di antara bayangan besi tua dan kegelapan yang dingin. Akira berdiri dengan napas memburu, tubuhnya penuh luka setelah pertarungan sengit dengan anak buah Maxim. Noah berdiri di sisinya, darah menetes dari pelipisnya, tetapi matanya masih setajam biasanya. Di hadapan mereka, Maxim tertawa kecil, sambil bertepuk tangan pelan."Menakjubkan. Kalian berdua benar-benar pasangan yang kuat," ujar Pria itu, suaranya penuh ironi. "Tapi ini bukan akhir. Kalian pikir bisa menghancurkan Klan Dragunov begitu saja?"Noah menyipitkan matanya. "Kami tidak hanya ingin menghancurkan Dragunov. Kami ingin memastikan kau tidak bisa menyentuh kehidupan kami lagi."Maxim tersenyum licik. "Sungguh menyentuh. Sayangnya, kalian terlalu naif. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian."Tepat saat kata-kata itu meluncur dari bibirnya, suara deru mobil terdengar dari luar. Beberapa pria berpakaian hitam masuk dengan langkah mantap, membentu
Noah melirik jam tangannya, matanya menyipit saat melihat pesan masuk di ponselnya. Seseorang mengirimkan foto Akira bersama seorang pria asing di sebuah restoran mewah. Noah mengenali tempat itu—restoran eksklusif yang biasanya digunakan untuk pertemuan bisnis tingkat tinggi. Pria di foto itu tersenyum pada Akira, sementara istrinya terlihat menanggapinya dengan ekspresi serius. Namun, sudut pengambilan gambar membuatnya terlihat seolah-olah mereka sedang menikmati momen intim. Nama pengirim pesan tidak dikenal, hanya satu huruf "V" yang tertera di sana. Sementara itu, Akira yang baru saja keluar dari restoran merasa tidak nyaman. Sejak pertemuannya dengan Vicky, pria yang dikenalkan sebagai mitra bisnis potensial Noah, ada sesuatu yang terasa aneh. Vicky terlalu banyak bertanya tentang hubungan pribadinya dengan Noah, bahkan menyiratkan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. Ketika Akira tiba di rumah, Noah sudah menunggunya di ruang kerja. Tatapannya dingin, penuh ketidakpercayaa
Malam itu, pesta yang semula berlangsung meriah perlahan berubah menjadi medan perang psikologis. Akira merasakan hawa dingin yang tidak biasa ketika tatapan Vicky terus mengarah padanya. Pria itu berdiri di dekat meja anggur, matanya penuh dengan sesuatu yang sulit ditebak.Noah yang sejak awal merasa tidak nyaman dengan kehadiran Vicky, segera merangkul Akira erat. "Kau baik-baik saja?" bisiknya di telinga istrinya.Akira mengangguk pelan. "Aku baik, tapi Vicky..." ucapnya lirih, melirik pria itu yang kini mulai berjalan ke arah mereka."Noah Mahendra dan Akira Putri, pasangan sempurna yang selalu tampil harmonis." Vicky tersenyum tipis. "Senang akhirnya bisa bertemu dengan kalian berdua di tempat seperti ini."Noah tidak membalas, hanya menatapnya dengan waspada."Vicky, ada yang bisa kami bantu?" Akira mencoba bersikap tenang, meskipun hatinya mulai gelisah.Vicky tertawa kecil. "Ah, kau masih sepolos dulu, Akira. Aku hanya ingin berbincang, berbagi kabar lama." Tatapannya beralih
Pesta malam itu masih berlangsung dengan kemegahan yang luar biasa. Kilauan lampu kristal dan alunan musik klasik memenuhi ruangan. Akira berdiri di sudut ruangan, matanya menelusuri sosok Noah yang sedang berbicara dengan beberapa kolega bisnisnya. Namun, di tengah suasana elegan itu, ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya. Vicky, seorang pria tampan dengan aura misterius, berjalan perlahan mendekati Akira. Dengan senyum yang sulit diartikan, ia mengangkat gelas sampanye dan berbisik, "Lama tidak bertemu, Akira." Akira menoleh, keningnya berkerut. "Maaf, siapa Anda?" tanyanya dengan nada curiga. Vicky terkekeh pelan. "Aku kecewa kamu melupakan aku begitu cepat. Dulu kita sering bertemu, meski bukan dalam situasi yang menyenangkan." Akira mencoba mengingat, dan tiba-tiba wajahnya menegang. Vicky, mantan anak buah Dmitri. Salah satu orang yang pernah berusaha menjebaknya di masa lalu. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Akira berjalan dengan langkah cepat di lorong hotel tempat mereka menginap di London. Malam semakin larut, tetapi pikirannya masih dipenuhi kemarahan. Kedatangan Vicky benar-benar mengusik perasaannya. Wanita itu bukan hanya mengungkapkan rasa tertariknya pada Noah secara terang-terangan, tetapi juga berani menyentuh Noah di hadapannya. "Aku harus bicara dengan Noah sekarang!" desisnya sambil menggigit bibir bawahnya. Ketika dia sampai di depan pintu kamar mereka, Akira hendak mengetuk, tetapi suara tawa terdengar dari dalam kamar. Bulu kuduknya meremang. Dengan tangan gemetar, dia membuka pintu yang tidak terkunci. Pemandangan yang dia lihat membuat napasnya tercekat. Vicky berdiri sangat dekat dengan Noah, tangannya bertumpu di dada pria itu. Mata Akira langsung menyala marah. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Akira dengan suara bergetar menahan emosi. Noah langsung menjauh dari Vicky, tetapi wanita itu
Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya di kediaman mewah keluarga Mahendra. Akira duduk termenung di balkon, menatap langit yang kelam tanpa bintang. Sejak kejadian di pesta amal tiga malam lalu, hatinya tak pernah tenang. Vicky—wanita yang dulu sempat menjadi rekan kerja Noah di London—tiba-tiba muncul kembali dengan senyum manis namun penuh ancaman.Noah yang baru selesai menerima panggilan dari kepala keamanannya langsung menyusul ke balkon.“Sayang, kamu belum tidur juga?” tanyanya lembut, menyentuh bahu Akira dari belakang.Akira menoleh. Tatapan matanya tajam, dingin. Bukan karena benci, tapi karena kecewa.“Noah, kenapa kamu tidak pernah bilang kalau Vicky pernah mencintaimu?”Noah menarik napas panjang. “Aku pikir itu masa lalu, Akira. Dia hanya rekan kerja. Perasaannya tidak pernah aku balas.”“Tapi kamu tidak menyangkal bahwa dia menyukai kamu 'kan?”Noah terdiam. Keheningan itu membuat luka di hati Akira semakin menganga.“Aku tidak suka kalau ada wanita lain ya
Tiga hari setelah insiden itu, Akira mendapatkan pesan misterius di ponselnya. Sebuah video pendek yang memperlihatkan rekaman CCTV saat ia dan Revan bertemu diam-diam di sebuah kedai kopi.[“Main api di belakang suami sendiri? Hati-hati, Akira. Aku belum selesai.” — V]Akira mengerutkan kening. Tangannya gemetar saat menunjukkannya pada Noah.“Dia memata-mataiku?” gumam Akira dengan suara parau.Noah menggenggam bahu istrinya. “Dia masih punya jaringan. Kita harus lebih waspada. Aku akan minta kepala keamanan perketat pengawasan.”Tapi sebelum Noah sempat bertindak lebih jauh, kabar mengejutkan kembali datang. Pihak kepolisian menghubungi mereka bahwa Vicky telah menghilang saat akan dipindahkan ke rumah tahanan. Ia kabur, dibantu oleh seseorang dari luar negeri.Noah mendengus. “Aku punya firasat buruk. Ini belum selesai, Kira…”Sementara itu, di Singapura…Seorang pria berjas hitam berdiri menatap layar besar di ruang kerjanya. Di layar itu tergambar wajah Akira, membeku dalam sebu
Satu minggu setelah pemecatan Vicky, suasana di kantor Hydra Star Corp perlahan mulai tenang. Namun, Akira tahu badai belum benar-benar reda. Tatapan Noah masih sering terlihat gelisah, seolah ada beban lain yang belum terselesaikan. Dan benar saja—pada suatu malam saat mereka makan malam bersama di ruang makan, sebuah telepon dari Revan kembali mengubah segalanya.“Aku butuh kalian lihat ini,” suara Revan terdengar tegas dari ujung telepon.Noah dan Akira langsung meluncur ke markas kecil Revan di sebuah gedung apartemen rahasia yang biasa mereka jadikan tempat investigasi pribadi. Di sana, Revan sudah menunggu dengan wajah serius di depan layar.“Setelah aku bongkar jejak digital transaksi Vicky, ternyata semua uang hasil penggelapan itu mengalir ke satu nama yang cukup mencengangkan—Anton Wijaya.”Akira mengerutkan dahi. “Pengusaha dari Singapura itu?”Revan mengangguk. “Dan lebih dari itu, aku temukan sesuatu yang lebih parah—Anton ternyata mempekerjakan sekelompok hacker bayaran
Langit senja di atas markas bawah tanah Phoenix of Gold tampak membara keemasan, seolah mencerminkan semangat baru yang menggelegak di dalamnya. Arka Mahendra, kini berusia tujuh belas tahun, berdiri gagah di hadapan peta digital raksasa yang menampilkan pola satelit global. Di belakangnya, puluhan anggota Operasi Prometheus menunggu komando dengan mata penuh keyakinan.“Dragunov belum benar-benar mati,” ujar Arka tegas. “Mereka hanya berganti wajah.”Seseorang dari barisan depan mengangkat tangan. “Apa maksudmu, Kapten?”Arka menoleh. Di layar, muncullah simbol aneh yang baru-baru ini muncul dalam komunikasi terenkripsi di dark web: lingkaran berputar dengan huruf ‘H’ menyala merah. Helix.“Program Helix adalah warisan terakhir mereka. Sebuah AI global yang mereka bentuk selama bertahun-tahun, tersembunyi dalam jaringan satelit, lembaga keuangan, bahkan institusi pemerintahan,” jelas Arka. “Jika mereka berhasil mengaktifkannya sepenuhnya, seluruh dunia akan tunduk pada kendali ekonom
Malam itu, markas utama Phoenix of Gold diselimuti aura kesiagaan tinggi. Core Site Zero yang berada di bawah tanah Pegunungan Alpen kini menjadi jantung pertempuran baru dunia teknologi dan kekuasaan. Arka Mahendra, putra sulung Noah dan Akira, berdiri di ruang strategi yang diterangi cahaya holografik biru. Usianya baru enam belas tahun, namun pandangannya tajam dan penuh ketegasan seperti ayahnya."Target utama kita adalah menghancurkan jaringan sisa Dragunov yang bersembunyi di bawah organisasi Black Vortex," ujarnya tegas kepada tim elit Prometheus—unit rahasia Phoenix of Gold yang dipimpinnya.Di sisi lain dunia, para pemimpin negara-negara besar berkumpul dalam sidang darurat Dewan Keamanan Global. Mereka resah. Perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp kini telah berevolusi menjadi kekuatan negara digital bernama Phoenix of Gold. Dengan armada teknologi canggih, mata-mata AI, dan sistem pertahanan luar biasa, Phoenix bukan lagi sekadar korporasi—ia telah menjadi entitas berda
Subuh belum sepenuhnya menggantikan kegelapan saat pasukan muda Phoenix bersiap di pelabuhan udara utama. Di langit, zeppelin raksasa berbentuk phoenix—Aurora Prime—sudah menyala, siap membawa mereka ke bawah laut Atlantik, menuju Core Site Zero.Arka Mahendra berdiri di depan pasukannya, mengenakan seragam taktis berlapis serat Helium-9, ringan tapi kuat sekeras titanium. Lambang Phoenix of Gold bersinar lembut di dadanya.“Semua sistem cek!” seru Arka.Para anggota tim muda itu segera melaporkan. Ini bukan latihan. Ini adalah operasi nyata—dan seluruh dunia mengintip.Noah dan Akira berdiri tidak jauh, mengawasi."Noah," bisik Akira, "apa kita tidak terlalu membebani Arka?"Noah menggeleng pelan, matanya tetap tertuju pada putra sulung mereka."Dia harus belajar, Akira. Dunia ini bukan lagi tempat yang ramah. Kita tidak bisa melindunginya selamanya."Akira menggenggam tangan suaminya erat.Di atas panggung kecil, Arka mengangkat komunikatornya."Operasi Prometheus—Start!"Zeppelin r
Malam itu, markas besar Phoenix of Gold masih bermandikan cahaya holografik, seolah bintang-bintang turun dari langit untuk menyaksikan kebangkitan era baru. Namun, di balik euforia itu, ketegangan mulai mengendap di bawah permukaan.Di ruang rapat utama, Noah duduk di depan meja bundar raksasa. Layar di sekeliling menampilkan gambar-gambar yang berubah cepat: berita dunia, pesan diplomatik, hingga laporan ancaman.Phoenix baru saja lahir sebagai negara digital, tetapi dunia lama tidak tinggal diam."Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa sudah mengeluarkan pernyataan resmi," lapor Gabriel, kepala intelijen. "Mereka tidak mengakui kedaulatan Phoenix. Mereka menganggap ini pemberontakan teknologi."Noah mengetukkan jarinya di meja. "Seperti yang kita duga.""Lebih buruk lagi," tambah Vanya, berdiri di sudut ruangan. "Beberapa negara berusaha menyusup lewat dunia maya. Mereka meluncurkan virus generasi baru—dirancang khusus untuk menghancurkan Helios dari dalam."Akira, yang du
Angin dingin Balkan menggigit kulit saat tim ekspedisi Phoenix mendarat di dataran tinggi berlapis salju. Di antara kabut pekat, berdiri benteng tua yang kini menjadi markas Dragunov—pusat operasi rahasia musuh.Arka mengenakan seragam tempur khusus Phoenix: serat karbon ringan, dilapisi nano-armor. Di pundaknya, emblem Phoenix bersinar redup.Vanya di sampingnya, membawa konsol portable. Di belakang mereka, regu elit Orion Unit bergerak tanpa suara."Target kita ada di ruang bawah tanah kompleks itu," bisik Vanya. "Mereka mencoba memanipulasi sinyal Helios menggunakan Resonator—sebuah alat frekuensi balik yang bisa membuat Helios meledak."Arka mengangguk. "Waktu kita sedikit. Serang cepat, akurat, dan bersih."Mereka bergerak menyusuri lereng curam, menembus hutan gelap, hingga akhirnya mencapai perimeter luar benteng.Arka memberi isyarat.Tiga... Dua... Satu.Bom EMP mini diledakkan, memutus semua listrik di area luar. Dalam hitungan detik, mereka menyusup masuk ke dalam.Koridor
Seminggu telah berlalu sejak penyelamatan Talia. Meskipun luka-lukanya mulai membaik, trauma yang ditinggalkan oleh para penculik masih melekat. Akira memutuskan untuk memberinya waktu istirahat penuh, menghindarkannya dari segala rapat strategis.Namun di balik dinding kaca Phoenix Headquarters, badai tengah mengumpul.Sejumlah negara, dipimpin oleh Eropa Timur dan beberapa pihak dari Asia Tengah, membentuk koalisi darurat—menuntut audit terbuka terhadap teknologi Phoenix of Gold. Mereka menganggap perusahaan yang dulunya adalah Mahendra Corp itu telah berubah menjadi kekuatan supranasional yang tak bisa diawasi.“Kita menjadi trending topic bukan karena pujian saja,” kata Noah dalam rapat utama. “Tapi juga karena rasa takut. Dunia melihat kita sebagai ancaman baru.”Arka duduk tak jauh dari ayahnya, ekspresinya kaku. Ia telah mempelajari reaksi publik, membaca lebih dari dua ratus artikel opini dalam empat hari terakhir. Kesimpulannya hanya satu—Phoenix mulai kehilangan kendali atas
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m