“Permisi sus, bagian resepsionisnya dimana ya?”Langkah Dita berhenti saat melewati taman di depan lobby. Wanita yang sepertinya berusia 40 tahunan berdiri di depannya dengan 2 anak kecil yang sepertinya berusia 6 dan 8 tahun. Wajah wanita itu sedikit kusam. Dita tersenyum.“Ibu tinggal masuk saja ke dalam, lalu tepat di depan pintu akan ada meja resepsionis. Atau tunggu sebentar.” Dita menghampiri satpam yang berjaga di depan pintu. “Mas…tolong antarkan ibu ini ke meja resepsionis ya.”Seorang satpam yang usianya masih muda hanya menatap Dita. Tidak mengindahkan permintaan itu sama-sekali. Untungnya ada satpam lain yang usianya sudah lanjut, segera menghampiri Dita dengan tersenyum. “Oh iya mbak Dita.”“Makasih ya sus.” Dita mengangguk dan segera menuju ke kantin. Perutnya sudah kelaparan sejak tadi, dan dia harus segera mengisinya sebelum kembali bekerja lagi. Perasaan Dita hancur, tadi pagi ibu mertuanya datang dan kembali mencerca dirinya.Itu adalah pagi yang lebih buruk. Terle
Maaf. Sepertinya saya tidak bisa nanti malam.Charlie menghela nafas. Dia tengah duduk sendirian di restoran, sambil membaca pesan dari Dita. Makanan di depannya belum disentuh sama-sekali. Hari ini adalah ulang tahunnya, Charlie berharap bisa menghabiskan malam ini bersama dengan seseorang untuk kali ini saja.Tapi…sepertinya keinginannya tidak akan pernah terjadi.Harapannya selalu pupus, dan mungkin Charlie tidak beruntung kali ini. Gambar makanan di atas meja baru saja terkirim pada Dita. Lalu dia meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap kosong bangku di depannya.Beberapa pelayanan menatap iba Charlie.“Permisi Mr.Charlie.”“Ah iya? Ada apa ya?” tatapan Charlie jatuh pada seorang pelayan yang berdiri di sebelahnya.“Selamat ulang tahun, ini ada kue ulang tahun dari pemilik restoran. Anda selalu menghabiskan malam hari di saat ulang tahun Anda di sini. Beliau menyampaikan bahwa anda orang yang hebat.”“Benarkah? Terima kasih atas hadiahnya.”Potongan kue itu dan tulisan kecil di
Firdaus melemparkan tubuh Dita ke kasur. Melucuti pakaian wanita itu dengan paksa. Menatap pakaian dalam berenda itu membuat menahan nafas. Dia memang tidur dengan Lady, namun perasaannya tidak pernah berdebar saat berhubungan dengan sang istri. Pikiran itu segera dia enyahkan saat menatap Dita yang menolaknya.Dia menarik wanita itu, menindihnya dan memberikan ciuman kasar.Nafas mereka saling terengah-engah. Firdaus masih dalam pakaian lengkap. Tangannya memasuki celah pusat Dita, memasukkan 3 jarinya sekaligus. Menikmati desahan Dita yang terdengar seksi di telinganya.“Kau sudah basah?”Senyuman mengejek itu membuat Dita merasa dilecehkan saat ini. Dia tidak bisa menolak, Firdaus mengunci kedua tangannya di atas. Nafas Dita tertahan saat jemari Firdaus memasuki miliknya. Tubuhnya memanas, dan perasaan itu muncul lagi.Remasan di buah dadanya membuat Dita terkejut. Firdaus benar-benar menyiksanya malam ini.“Katakan…kau menginginkanku malam ini.”“Mas…jangan seperti ini, please.”“
Dita menatap pergelangan tangannya yang masih memar. Dan juga lututnya yang masih terasa kebas karena terjatuh tadi pagi. “Tanganmu kenapa?”Segera Dita menyembunyikan tangannya yang sedikit memar. Sudah malam, dan dia ada shift malam lagi. Ini sangat mendadak, tapi tidak apa karena setidaknya Dita bisa punya alasan untuk tidak pulang ke rumah. Rasanya masih menyedihkan. Shiftnya memang akan berakhir beberapa menit lagi. “Sudah makan?” Charlie kembali bertanya, tidak kenal lelah. Dia duduk di sebelah Dita yang kelihatan tidak nyaman. “Atau kau menungguku untuk makan malam lagi?”“Charlie. Tolong menjauhlah, saya mohon.”Kening Charlie mengerut. Perasaan dia juga menjaga jarak. Justru terasa aneh jika dia tidak mengajak Dita bicara di saat semalam mereka dinner bersama.“Tanganmu kenapa, jawab pertanyaan saya dulu.”Wajah Dita semakin pucat, dan seolah menghindari seseorang. Tatapan Charlie tertuju pada sekeliling, dan lobby sedang sepi. Hanya ada mereka berdua, tadi Ratna masih ada
“Kemana kau membawaku?”“Ahhh…kau sudah bangun rupanya. Tenang saja, kita tidak akan jauh kok.”Meski sedikit janggal, Dita mengikuti kemana Charlie membawa pergi mobilnya. Dita tidak tahu apakah menyetujui ajakan Charlie untuk pulang bersama adalah hal yang terbaik. Namun tadi pagi, dia benar-benar melihat dokter Lady sedang memeluk suaminya.Hatinya amat sakit. Dan sekarang Dita tidak tahu harus melakukan apa. Dia kecewa. Sedih—tentu saja. Siapa wanita di dunia ini tidak akan sedih jika suaminya dipeluk sembarang wanita lain? Harusnya suaminya tahu bahwa ada hati yang harus dijaga.Dan hingga menjelang sore, dan shift nya selesai. Firdaus juga tidak menghubunginya sama-sekali. Itu menyakitkan. Terlebih saat mereka berdua bak orang asing yang tidak punya hubungan apapun.1 jam di perjalanan, dan Dita terdiam begitu melihat sebuah pemandangan indah. Mereka berdua turun. Charlie menarik tangan Dita sejenak ke arah penjual jajanan kaki lima.Charlie POV“Kau mau jagung bakar?”“Ya, ba
Dita POVPagi ini aku bangun lebih awal daripada biasanya. Mempersiapkan sarapan dengan perasaan riang karena Firdaus untuk kali ini pulang ke rumah. Dia juga tidur di sebelahku malam ini. Setidaknya sebagai seorang istri aku senang dengan perubahan sikapnya itu. Mendengar suara pintu dibuka, aku tersenyum menatap Firdaus yang bangun dengan wajah bantalnya. Tapi begitu menatapku, dia lekas melongos pergi. Tidak apa. Mungkin karena masih pagi, dan aku belum sempat mandi.Selesai. Meja makan sudah di isi oleh sarapan buatanku. Dan Firdaus sudah selesai mandi.“Mas…sarapan dulu baru berangkat.”Tidak ada jawaban. Suamiku itu masih sibuk dengan dirinya sendiri, menata penampilannya. Sakit hati? Iya. Tapi aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Apalagi jika ada mertua dan adik iparku. Tidak lama, Firdaus bergabung denganku di meja makan.Ekspresi wajahnya datar. Kami makan dalam diam. Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padanya. Tapi pasti itu akan merusak suasana hatinya. Biarl
Firdaus POVAku tidak tahu, kenapa aku sangat marah saat mengetahui Dita masih saja berbicara dengan Charlie. Padahal sudah aku larang berkali-kali. Begitu pintu ruangan terbuka, bukan Dita yang masuk. Tapi Lady. Dia tersenyum manis dengan pakaian ketat miliknya.Dia berjalan ke arahku, dan duduk di pangkuanku. Tangannya yang lentik membelai wajahku dengan ahli. Aku memejamkan mata saat dia memijat kepalaku dengan lembut. Setelah pelantikan tadi, aku benar-benar merasa senang.Bibirnya menimpa bibirku. Aku meraih pinggangnya untuk memperdalam ciuman itu. Rasanya manis, membuatku mabuk kepayang. Tapi, Lady tidak pernah memberikan sensasi seperti apa yang Dita berikan. Namun kali ini keputusanku sudah bulat. Dita akan segera aku ceraikan, karena Lady akan memperkenalkanku kepada keluarganya.Sebenarnya aku tidak tega. Tapi Lady akan marah besar jika aku terus menunda. “Sudah kau rencanakan?”bisiknya, setelah ciuman panas itu lepas.“Malam ini, aku akan menyelesaikan semuanya. Bagaimana
Grafik masih menunjukkan peningkatan. Dita koma sudah sekitar 2 minggu. Tabung oksigen membantunya untuk bertahan. Beberapa orang lelaki berpakaian hitam berjaga di depan pintu, tidak pernah meninggalkan ruangan itu barang sejenak pun.Mereka menunduk begitu seseorang berjalan dari jauh. Menuju ke ruangan itu.“Tauke Muda.”“Apa dia sudah sadar?”“Belum Tauke Muda, tapi dokter yang menangani mengatakan Nona Dita sudah ada perkembangan.”Charlie mengangguk. Dia melepas jaketnya. Salah satu petugas itu cekatan mengambilnya. Charlie masuk pelan, tidak mau menimbulkan keributan. Mengganti bunga di vas. Lalu duduk di kursi, dan mengambil tangan Dita yang terasa dingin.Dia adalah orang yang menabrak Dita. Malam itu begitu sibuk. Dia buru-buru ke rumah sakit, karena salah satu anggota keluarganya tertembak, dan dia harus memastikan operasi berjalan dengan lancar. Lalu di tengah jalan, dia tidak menyadari ada seseorang yang tengah menyebrang.Charlie hampir kehilangan kesadaran begitu melih