Kesalahpahaman yang terjadi membuat Anandita dan Nayaka akhirnya resmi bercerai. Nayaka yang masih mencintai Anandita berusaha keras mendapatkan hati mantan istrinya itu kembali lagi. Berbagai cara di lakukan olehnya, tak peduli apapun resikonya. "Sampai kapanpun, kamu milik saya, Anandita! Saya tidak peduli hakim memutuskan ikatan di antara kita, saya tidak peduli seberapa besar kekuasaan ayahmu, kamu tetap milik saya” Ucap Nayaka sambil tersenyum. Anandita menggelengkan kepalanya, "Kamu gila!" "Ya, aku tergila-gila dengan kamu!"
Lihat lebih banyak“Sesuai bukti yang kuat, saudara pak Adriel Nayaka Wijaya ternyata bersalah, pak Nayaka terbukti berselingkuh, sesuai rekaman yang di tunjukkan oleh pihak pengaju. Dan karena mereka belum memiliki keturunan, jadi tidak ada hak asuh yang mesti di rebutkan. Kalau harta, pihak Bu Anandita juga tidak mempermasalahkannya. Mereka tak meminta sepeserpun dari harta milik pak Nayaka." Hakim itu menghela nafasnya kasar.
"Dan Bu Anandita sudah memberikan kekuasaan penuh pada kuasa hukumnya, dan sudah tidak ingin lagi bersama dengan pak Nayaka, maka oleh itu, mulai hari ini status pernikahan kalian sudah resmi bercerai. Bu Anandita dan pak Nayaka sudah bukan suami istri lagi." Tuk tuk tuk Palu sudah di ketuk tiga kali, dan itu sudah menandakan keputusan hakim yang mutlak. Setelah urusan selesai, hakim bahkan langsung pergi meninggalkan meja persidangan itu. Nayaka, pria berahang tegas dengan sorot mata tajam itu menggeram, tangannya terkepal sangat kencang. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun, matanya menoleh ke arah pria paruh baya yang juga menoleh ke arahnya, dia – Arthur ayah Anandita, istrinya, eh ralat, mantan istrinya. Pria paruh baya itu tersenyum miring, membuat Nayaka ingin maju dan menimpuk kepala pria itu. Namun, dirinya masih menahannya, karena tak ingin membuat keributan di depan mamanya yang saat itu sedang menangis. Ya menangis, Della–mamanya Nayaka menangis, tak percaya jika pernikahan anaknya yang baru terbilang satu tahun itu kandas. Apa lagi dirinya harus kehilangan sosok menantu cantik dan baik hatinya itu. Rasanya Della sungguh marah sekali dengan anaknya karena telah membuat ulah seperti ini. Kenapa Nayaka tega menyelingkuhi Anandita yang cantik dan baik hati itu? Bukankah mereka menikah juga karena sama-sama saling mencintai? "Ma, sudah. Jangan menangis lagi, mama harus tenang." Alam menepuk pelan pundak istrinya yang menangis itu. "Gimana mama bisa tenang, pa? Kalau sekarang Dita udah nggak jadi menantu mana lagi." Alam menghela nafasnya kasar. "Mama tau sendiri kan? Yang salah di sini Nayaka, jadi kita nggak bisa memohon pihak mas Arthur untuk melakukan banding lagi. Kamu juga sudah tau beberapa kali banding, dan jatuhnya tetap keputusan hakim mengakhiri hubungan mereka." Kata Alam. Dengan berderai air mata, Della menatap suaminya. "Emangnya nggak ada cara lain, mas? Kita bisa memohon dengan mas Arthur." Alam menghela nafasnya kasar, lalu menarik lengan sang istri dan membawanya pergi dari sana. "Sudah ma, kalau memang mereka berjodoh, suatu saat nanti mereka akan di satukan kembali, itu juga kalau Dita mau memaafkan kesalahan fatal yang telah di buat oleh anak kita." Kata Alam sambil merangkulnya. Della sesenggukan, hanya menganggukkan kepalanya, dan berharap apa yang di ucapkan oleh suaminya bisa terkabul. Dirinya sangat berharap besar Dita menantunya mau memaafkannya. Nayaka yang menyaksikan betapa hancurnya kedua orangtuanya hanya bisa mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang, sungguh emosi sekali dirinya. Apalagi saat mengingat senyum dari pria paruh baya tadi. Rasanya Nayaka ingin menghajae saja. Sedangkan Arthur senang luar biasa, akhirnya anaknya bisa berpisah juga dari Nayaka. Arthur melangkah pelan ke arah kursi Nayaka yang masih saja terdiam dan tidak bergeming di tempatnya. Arthur mencondongkan tubuhnya ke arah Nayaka. "Selamat atas status barunya. Dan sekarang setelah ini, tak akan ada lagi yang bisa menggangumu. Mau sebebas apa kamu, anakku tak akan lagi mengusikmu." Bisik Arthur. "Kau, pasti ini ulahmu." Arthur menegakkan tubuhnya kembali. Menepuk pelan pundak mantan menantunya itu. "Sopan sedikit dengan mantan mertuamu, Nayaka.... Bahkan dulu kamu selalu panggil saya dengan sebutan ayah." Nayaka berdecih. "Saya tidak akan sopan dengan orang sepertimu. Saya tau akal bulusmu, kau yang telah merencanakan semua ini, sampai membuat saya harus berpisah dengan Dita." Arthur terkekeh pelan, namun saat seseorang datang menghampiri mereka berdua, Arthur memasang wajah sendunya, dan itu semakin membuat Nayaka muak sekali. “Jangan seperti itu, Nayaka. Ayah telah memaafkan kamu, walaupun kamu sudah membuat hancur hidup anak ayah. Kamu tetap anak ayah” ucap Arthur. Nayaka berdecih, membuang mukanya kesal. Pandai sekali pria itu berakting. “Ayah! Jangan merendahkan diri ayah seperti ini. Semuanya bukan salah Dita.” Sergah Daniel– abang Anandita. “Tapi–” Daniel menatap tajam ke arah Nayaka. “Urusan kita belum selesai, dan gue pastikan elo bakalan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang lo lakuin sama adek gue” ancam Daniel dan langsung berlalu pergi bersama dengan Arthur. Arthur menaik-turunkan alisnya, lalu tersenyum tipis saat menyaksikan wajah kalah Nayaka. Sedangkan Nayaka menatap benci Arthur. “Kita lihat saja, tuan Arthur. Anandita milik saya, dan selamanya akan menjadi milik saya...” * Di rumah, Anandita menatap nanar apa yang baru saja di sodorkan oleh sang ayah. Sebuah selembar kertas yang berisi status dirinya sekarang yang telah resmi bercerai dengan Nayaka, pria yang sangat di cintainya namun juga yang telah menorehkan luka yang sangat dalam padanya. Anandita bahkan tidak datang pada persidangan itu, dirinya menyerahkan semua kekuasaan penuh pada pengacara dan ayahnya. "Kamu yang simpan, atau ayah yang simpan?" Anandita merengut, tak tertarik sedikitpun dengan kertas itu. "Buang aja." Arthur mendelik. "Hei, jangan sembarangan berbicara, kalau ini di buang, kalau kamu mau menikah lagi bagaimana?" Anandita berdecak. "Aku nggak niat nikah lagi, ayah. Udahlah, terserah ayah mau apakan kertas itu.” sahut Anandita, lalu kembali menidurkan dirinya kembali di atas ranjang empuknya sana sambil memeluk boneka panda berukuran besar miliknya. Arthur mendengus, tau kalau anaknya itu pasti sedang galau akibat perceraian ini. “Ayah tau kamu galau, tapi nggak seperti ini juga, Dita. Dia pria yang buruk, buktinya dia tidak bisa menepati janjinya menjadikan kamu wanita satu-satunya. Ayah saja menyesal karena telah memberikan restu pada dia dulu.” Anandita memejamkan kedua matanya, bayang-bayang kejadian penghianatan itu kembali berputar di dalam kepalanya. Rasanya sangat menyakitkan, sampai Anandita tak kuasa menahan rasa sakit itu. Nayaka, pria yang di cintai olehnya, nyatanya dengan kejam mengkhianatinya. Nayaka tega melakukan ini padanya. Janji-janji manis yang di ucapkan dari bibir Nayaka dulu seolah lenyap dan hilang entah kemana, kenyataannya seseorang yang tampak selalu mencintai belum tentu setia dan puas dengan satu wanita saja. Anandita benar-benar terluka, bahkan tidak tau entah sampai kapan luka yang basah ini mengering. “Jangan terlalu larut dalam kesedihan yang kamu rasakan. Ada waktunya kamu harus bangkit, nak. Cari pasangan yang lain, tunjukkan pada Nayaka jika kamu hebat dan bisa move on dari dia. Jika kamu terpuruk seperti ini terus menerus, Nayaka pasti tertawa puas karena dia telah berhasil membuat kamu seperti ini.” Kata-kata ayahnya terekam jelas di dalam kepala Anandita, dan apa yang di katakan oleh sang ayah benar adanya, dirinya harus bangkit dari keterpurukan ini. Arthur menepuk pelan pundak anak gadisnya. “Ayah yakin kamu bisa bangkit. Jadi lebih baik lagi, dan tunjukkan pada dunia jika kamu wanita hebat, termasuk pada mantan suami kamu” ucap Arthur. Anandita membuka kedua matanya, lalu menganggukkan kepalanya. Arthur tersenyum melihat itu... * * Sedangkan di rumah, Nayaka habis-habisan di diamkan oleh papa dan mamanya. Bahkan mamanya tidak mau berbicara sama sekali dengannya. Setiap Nayaka bertanya dan berbicara, Della selalu menghindar, bahkan Nayaka sudah kesal sendiri di perlakukan seperti ini. Tamparan? Sudah di lakukan oleh Alam sebelumnya, bahkan Nayaka telah mendapatkan beberapa tamparan oleh papanya itu. Nayaka meremas rambutnya dengan kencang. “Aku salah apa? Kenapa mama sama papa seperti ini?!” Pekik Nayaka frustasi, dirinya sedang dalam keadaan tak baik-baik saja, hatinya hancur karena pernikahannya yang di pertahankannya selama ini hancur. Terlebih semua orang menyudutkan dirinya. Seolah Nayaka yang bersalah di sini. "Kamu bilang salah apa?" Della berdecih, dan baru ini menyahuti kata-kata anak semata wayangnya itu. "Nggak sadar kamu? Apa yang sudah kamu lakukan ha?!" Pekik Della murka. Walaupun Nayaka anak satu-satunya tapi tidak ada toleransi jika Nayaka bersalah. Della tetap marah, dan tidak akan membela anaknya itu. Nayaka menghela nafasnya kasar. "Ma, mama sama papa harus percaya, Nay harus berapa kali lagi menjelaskannya sama kalian, bahkan Dita saja tidak percaya dengan Nay, ma, pa..." Nayaka berseru pelan. Della melengos menyembunyikan wajah kesalnya. Sedangkan Alam menghela nafasnya kasar, kasihan juga dengan anaknya itu. Nayaka tak pernah memohon seperti ini. "Nay akan cari bukti, dan selama itu, jangan musuhi Nay, cukup Dita saja..” “Bukti apa lagi?! Bahkan mama yang lihat sendiri pakai mata mama kamu tidur sama perempuan.” “Ma... Itu nggak seperti yang mama–” “Sudahlah Nay.. mama masih kecewa sama kamu. Jangan paksa mama untuk memaafkan kelakuan kamu sekarang. Mama juga perempuan, mama tau seperti apa sakitnya jadi Dita.” ucap Della sambil menangis. Nayaka tak sanggup melihat orang yang di sayanginya itu menangis seperti ini. Dirinya ingin menjelaskan lagi, tapi urung, dan memilih pergi dari sana... Tapi, Nayaka bertekad akan membuktikan pada semuanya bahwa dirinya tidak bersalah... ....Udara di dalam bangunan tua itu mendadak berubah—lebih pekat, lebih berat, seperti mengandung ancaman. Semua terdiam. Suara Bara di luar menggema, mengguncang dinding berlumut.Anandita menggenggam ujung kursi, jantungnya berdebar tak terkendali.“Dia… dia akan membakar tempat ini?” suaranya parau.Lazarus tidak menjawab segera. Ia menatap pintu seolah sedang menghitung waktu, lalu menoleh pada Nayaka.“Bawa gadis itu ke ruang bawah. Sekarang.”“Tapi, Guru—”“Sekarang!”Nada perintah Lazarus tak bisa ditawar. Nayaka meraih tangan Anandita, menyeretnya ke arah pintu kecil di belakang ruangan. Anandita melangkah tergesa meski tubuhnya gemetar.Sementara itu, Lazarus berjalan menuju jendela retak. Ia membuka sedikit tirai lusuh dan melihat sosok Bara di halaman—bersama belasan orang bersenjata. Bara berdiri di depan, masih mengasah pisaunya sambil tertawa kecil.“Lama tak jumpa, Lazarus,” Bara berteriak. “Kau makin tua… tapi masih suka bersembunyi seperti tikus.”Lazarus menarik napas pa
Udara di dalam bangunan itu terasa lebih berat daripada udara hutan di luar. Dindingnya berlumut, namun lantainya bersih—terlalu bersih untuk sebuah tempat yang tampak terbengkalai. Anandita memperhatikan setiap detail dengan gugup: kamera kecil di sudut ruangan, sensor gerak di pintu masuk, bahkan deru samar mesin di bawah lantai. Tempat ini mungkin tua, tapi orang yang mengelolanya… punya uang dan tujuan jelas.Lazarus duduk di kursi tua, menatap mereka. Sorot matanya membuat Anandita merasa telanjang, seolah orang ini bisa membaca semua rahasia yang ia simpan bahkan yang ia sendiri tak tahu.“Kau… Lazarus?” suara Anandita bergetar. “Ayahku… pernah menyebut nama itu. Dulu. Bertahun-tahun lalu. Tapi… kupikir kau sudah mati.”Lazarus tersenyum tipis. “Bagi dunia, iya. Kematian terkadang… pilihan terbaik untuk tetap hidup.”Anandita mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”Nayaka berdiri di samping Lazarus, menunduk hormat. “Dia bukan orang biasa, Dita. Lazarus adalah pendiri Meja Tiga Bela
Suara sirene pemadam kebakaran meraung di kejauhan, tapi api di rumah keluarga Arthur terus melahap kayu dan dinding seolah tak ingin berhenti. Langit yang tadinya kelabu kini dipenuhi asap pekat. Di kejauhan, beberapa warga hanya berani menonton dari balik pagar. Tidak ada yang mendekat. Mereka tahu—rumah keluarga Arthur bukan sekadar rumah. Itu sarang para pemain besar. Tempat di mana kesalahan kecil bisa berarti hilangnya nyawa. Arthur masih tergeletak di lantai. Bau kayu terbakar, kain yang hangus, dan hawa panas mulai menyesakkan paru-parunya. Tapi mata tua itu tetap menatap pada satu titik: brankas yang kini terbuka setengah, terungkap di balik lukisan tua yang jatuh. Brankas itu bukan sembarang brankas. Di dindingnya terukir simbol aneh—lingkaran dengan tiga garis menyilang. Simbol itu hanya dikenal oleh segelintir orang: mereka yang pernah duduk di meja rahasia, membagi kekuasaan di balik bayang-bayang kota. Arthur merangkak perlahan, jarinya berusaha meraih tuas branka
Pagi itu datang tanpa embusan angin, seolah langit pun menahan napas. Hujan tak kunjung turun meski awan kelabu menebal seperti lapisan abu. Rumah keluarga Arthur masih berdiri megah, namun pagi ini terasa berbeda. Dingin. Sepi. Terlalu tenang untuk sebuah tempat yang sedang diawasi.Anandita terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya sembab, namun ada api kecil yang berkobar di balik tatapan letihnya. Semalam, ia mendengar kenyataan yang seharusnya tak pernah terucap. Suara ayahnya... rekaman yang membuktikan keterlibatannya dalam sesuatu yang gelap dan mengerikan.Dia duduk diam di tepi ranjang, tangan meremas selimut, hatinya bergetar hebat.“Ayahku… benar-benar menyembunyikan sesuatu sebesar itu dariku?”Sementara itu, di kamar sebelah, Nayaka sudah berpakaian rapi. Kemeja hitam, jam tangan taktis di pergelangan, dan ekspresi yang sama sekali tidak bisa ditebak. Ia memeriksa kembali senjata kecil yang diselipkan di dalam jaket. Tak seperti biasanya, pagi ini ia tidak menggoda ata
Langit mendung menggantung di atas kota, seolah menjadi pertanda bahwa badai besar akan segera datang. Di dalam rumah keluarga Arthur, ketegangan belum juga surut. Anandita hanya bisa mengaduk-aduk sup di hadapannya tanpa niat untuk memakannya. Sementara Nayaka, dengan gaya santainya, terus menggoda dan mengganggunya, seolah-olah tak terjadi apa pun.Namun di balik senyum jahil Nayaka, ada ketegasan yang tak bisa dilihat oleh mata biasa. Ia tengah mempertahankan posisinya. Ia tidak main-main. Pria itu tahu betul bahwa permainan ini melibatkan risiko besar. Termasuk ancaman terhadap nyawanya sendiri.Sore itu, di ruang kerja Arthur, pria paruh baya itu masih duduk di balik meja besar kayu jatinya. Napasnya berat. Tangannya menggenggam erat sebuah amplop coklat yang sudah kusut karena terlalu sering diremas. Isinya bukan main—hasil rekam medis, laporan investigasi, dan foto-foto lawas yang seharusnya tak pernah muncul kembali ke permukaan.Rahasia itu… seharusnya telah terkubur.Namun N
Arthur menggeram penuh amarah. Dadanya bergemuruh oleh rasa kesal melihat Nayaka dengan berani bermesraan di depan matanya bersama putri kesayangannya. Niat hati ingin menghancurkan hubungan mereka, namun takdir justru berbalik menamparnya. Nayaka ternyata telah mengetahui rahasia kelam yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Kini, Arthur tak bisa lagi semena-mena melarang Anandita menjalin hubungan dengan Nayaka. Ia terjebak dalam permainan yang diciptakannya sendiri. "Sayang, suapin dong, aku mau anggurnya." Kata Nayaka manja. Arthur rasanya ingin membanting sendok yang ada di tangannya itu melihat kemesraan keduanya Sedangkan Anandita meringis, ia jadi malu melihat Nayaka seperti itu, "Nay, ada ayah." "Kenapa? Ayah kamu nggak bakalan marah kok. Ayah itu udah baik sama aku," Nayaka lalu menoleh ke arah Arthur. "Benar kan ayah? Ayah udah kasih restu ke aku dan Anandita?" Nayaka menaik turunkan alisnya. Arthur menggeram marah. Ia menghela nafasnya berulangkali untuk mereda
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen