"Memangnya sebagus apa sih? Butiknya Asma. Sampai heboh mengundang warga, apa dia tak tau ekonomi orang kampung ini?"Ibu Alam kembali mencibir Asma. Iri dan dengki tak pernah bisa hilang dari hatinya."Bukan itu masalahnya, Bu. Apa kalian belum melihat toko Asma? Jadi terlihat bagus. Pria kaya itu benar-benar melimpahi Asma dengan uang yang sangat banyak. Barang-barangnya juga bagus dan mahal."Rika dan ibunya saling pandang. Mereka belum melihat secara langsung, mendengar ucapan Santi membuat mereka penasaran."Kita lihat sebentar, Bu. Aku penasaran, sebagus apa sih butik wanita setan itu."Rika dan ibunya segera pergi untuk melihat ruko Asma. Seperti biasa, Rika akan meninggalkan barang jualannya berserak di ruang tamu."Dasar bodoh, dia memang wanita ceroboh. Meninggalkan barang-barang berserak begini."Ani menatap gamis yang baru dibeli Rika. Dia melihat satu dan membawanya masuk ke kamar."Dia pasti tak akan tau kalau hilang satu. Perempuan bodoh itu punya ingatan lemah."Ani te
Lidya tersenyum sebenarnya dia juga heran, namun dia paham pasti Adam dan Carisa bakal mengundang relasi dan rekan kerja mereka."Mbak tenang saja kita serahkan pada mas Adam dan mbak Carisa. Yang penting kita sudah berusaha membantu sebisanya."Kembali Asma tersenyum begitu mendengar ucapan adiknya. Gadis itu bisa membuatnya tenang jika menghadapi masalah."Baiklah mari kita berjuang demi hidup kita. Dan mensukseskan rencana mas Adam dan mbak Carisa.""Nah gitu dong, semangat kalian sangat dibutuhkan semua orang. Jangan menyerah hanya karena hinaan dan cibiran."Asma dan Lidya terkejut saat mendengar suara Adam, yang tiba-tiba datang membawa banyak bungkusan makanan."Sudah siang ayo makan dulu. Jangan sampai kalian sakit, karena pekerjaan masih sangat banyak."Para pegawai segera mendekat dan mengambil bungkusan nasi Padang yang dibeli Adam. Mereka tampak senang karena lauknya ada rendang dan gulai tunjang."Kalau setiap hari begini kita tak akan kurus walau kerja rodi yang ada sema
Akhirnya waktu pembukaan butikku tiba juga. Karena bantuan banyak orang, membuat semuanya selesai hingga sampai di titik ini. Awalnya aku kira pembukaan ini biasa saja namun ternyata luar biasa."Kita sambut Bu Asma, sebagai pemilik butik maju untuk memotong pita."Aku gemetar menatap semua orang. Bagaimana tidak, entah dari mana saja karangan bunga yang berjejer disepanjang jalan. Belum lagi para tamu yang terlihat asing, sedangkan para warga di kampung ku justru tak ada yang datang. Kecuali Mak Ijah dan anak bungsunya yang pulang untuk menjenguk ibunya."Silahkan Bu Asma, potong pitanya."Iin menyerahkan gunting tapi aku tak langsung menerima, karena tangan masih gemetar. Untung ibu dan Lidya mendekat dan memegang tanganku dengan erat."Kita potong sama-sama Nak, semoga dari tempat ini kau bisa menjadi wanita sukses, tanpa menjadi beban orang lain."Aku tersenyum seolah mendapat kekuatan dari ibu. Kami memotong pita dan mulai memperkenalkan butikku pada tamu. Mas Adam, mbak Carisa d
"Manusia miskin saja belagu belanja sebanyak itu. Yakin bisa makan atau bisa buka warung lagi kau Ijah?"Meski lemas tapi mulut mantan ibu mertua masih bisa menghina. Ibu langsung mengajak semua pulang, karena percuma melawan ibunya mas Alam."Beberapa orang tutup dengan baik butiknya, setelah itu segera ke rumah Bu Asma. Setelah makan-makan kita bersihkan lagi tempat ini."Mas Adam segera memberi perintah, lalu mengikuti kami menuju ke rumahku. Dia bahkan tak perduli, meski melihat semua wanita itu menunjukan wajah menghiba."Gila barang sebanyak itu bisa habis semua. Ternyata tak ada pengaruhnya, warga kita larang untuk datang kemari. Orang luar yang justru memborongnya.""Beruntung sekali Bu Asma, semua habis dengan harga normal, para pembeli tak mau mendapatkan discount.""Tidak...!"Aku tersenyum dan memberitanda, pada kedua pria yang mengunci butik, untuk segera masuk ke mobil. Kami tertawa saat melihat mantan ibu mertua jatuh pingsan."Mas Alam?"Aku terkejut karena berpapasan
Aku merasa tengah mendengar petir dan Guntur bersahutan, saat mendengar suara mas Bagus. Meski pelan tapi aku tau maksudnya, mas Adam menatapku dan mengucapkan terima kasih."Sudah jangan dilihatin terus mbak Asma. Nanti mas Adam tak jadi makan, dia orangnya pemalu tapi bisa menerkam juga kok."Lagi-lagi mereka mengodaku. Mas Bagus dan mbak Carisa seperti punya maksud tertentu melakukan itu. Apa mereka berencana menyatukan duda dan janda ini, untuk menjadi suami-istri gitu.Lebih baik aku kedapur saja perasaan jadi aneh melihat tingkah mereka berdua. Ibu dan Lidya daritadi terus tersenyum, apa mereka juga bersekongkol dengan mas Bagus dan mbak Carisa ya?"Memangnya kenapa kalau mas Adam mau menikahimu, Mbak? Kan sudah janda dan masa iddahmu sudah selesai lama. Lihat rumah kita sebentar lagi selesai, mbak Carisa juga mau melahirkan. Apa mbak mau tetap berada ditempat bersama rasa sepi tanpa pasangan."Saat butik selesai dibersihkan dan semua orang sudah kembali pulang. Aku bicara denga
"Saya seorang janda dengan anak dua orang Kak. Saya memberanikan diri datang kemari hendak mencari pekerjaan, dengan-dengar kita senasib, karena itu saya ingin belajar agar bisa sesukses kakak."Aku tersenyum dan menatap wanita yang tengah menunduk di depanku. Awalnya pegawai butik mengira dia pembeli, ternyata dia ingin bertemu pemilik butik jadilah sekarang kami bertemu."Tapi saya sedang tak butuh pekerja, kalau mau bisa jadi reseller seperti saya dulu."Aku memberi alternatif agar dia mau mencoba seperti yang aku lakukan dulu."Caranya kak? karena saya tidak punya uang sama sekali, kalau untuk membeli barang di sini terlebih dahulu."Sekali lagi aku tersenyum karena nasibnya memang sama sepertiku dulu, sebelum menjadi resellernya Mbak Carisa."Tak perlu uang muka, Kak. Cukup upload gambar di sosial media yang kakak punya. Begitu ada pesanan langsung infokan ke kami, nanti kami yang kirim langsung ke pelanggan dengan catatan harus transfer dulu pembayarannya."Wanita itu terlihat m
"Ada-ada saja, minta bantuan tapi mengikuti caranya. Kalau memang tak berdaya, dia pasti bisa melakukan cara seperti menyebarkan katalok."Aku hanya bisa berkata pelan sembari menatapnya keluar dari butikku. Selanjutnya entah kemana dia pergi, mungkin hendak mencari mangsa lain."Perhatian untuk kasir dan pegawai yang melayani pembeli. Perhatikan dan ingat wanita tadi, kalau dia datang lagi jangan terlalu dekat dan jangan mau disentuh olehnya. Bukan menuduh tapi lebih baik berhati-hati."Aku memberi peringatan pada para pegawai ku, takutnya wanita itu memang punya ilmu hipnotis atau gendam. Karena gerakannya memang mencurigakan."Untung mbak Asma berhati-hati. Bisa jadi itu modus untuk menghipnotis orang."Lidya terlihat lega saat aku ceritakan kejadian tadi siang. Kebetulan dia belum pulang kuliah, jadi tak ada di butik waktu itu."Kau juga harus berhati-hati, Dek. Tadi mbak sudah minta bagian keamanan untuk mencetak gambar wanita itu, yang kami dapatkan dari cctv agar tak membuat ka
Aku terkejut, sampai menjatuhkan berkas-berkas yang mau aku letakkan ke lemari."Maaf mengagetkan mu, Ma."Aku menarik napas dan merapikan berkas-berkas tadi. Lalu meletakkan ke atas meja, biar disimpankan Lidya, kemudian aku mengambil tas dan berjalan di depan mas Adam."Dek, tolong simpanan berkas yang ada di atas meja ya. Mbak keluar makan siang bersama mas ADAM."Aku sengaja menekan kata Adam agar pria itu segera sadar. Karena dia masih berdiri diam, sedangkan aku sudah ada di depan pintu keluar."Mas Adam, itu mbak Asma sudah keluar."Aku mengeleng karena tak menyangka dia selemot itu. Terlihat bingung sebentar lalu dia berlari mengejarku keluar. Pria yang aneh menurutku."Silahkan masuk, Ma."Dia membukakan pintu agar aku masuk ke dalam mobilnya. Lalu dia mulai melajukan mobil, meninggalkan parkiran butik ku."Kita mau makan dimana, Ma? Beritahu Mas. Tempat yang makanannya enak menurutmu."Aku terdiam lalu menatapnya sebentar dan menyebutkan sebuah tempat."Menurutku makanan ena