Semalam Untuk Selamanya

Semalam Untuk Selamanya

last updateLast Updated : 2025-11-12
By:  Banyu BiruOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
10views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Kadang, cinta datang di saat yang belum tepat tapi cinta tak selamanya benar-benar tamat. Di hari ulang tahunnya yang ke-17, Lidya kehilangan semuanya. Belum usai dengan rasa sedihnya, pabrik milik orang tuanya terancam hilang karena Lidya hanyalah anak perempuan. Keputusasaan membawanya menerima tawaran Kendra Wijanarko, sahabat baik kakaknya demi masa depan. Siapa sangka, tawaran itu justru akan mendatangkan banyak ujian dalam kehidupan Lidya. Ken, laki-laki yang tak hanya dingin dan arogan tapi juga posesif dan penuh misteri bagi Lidya, membuat Lidya terjebak dalam perasaan yang tak bisa diungkap. Hingga sebuah kesalahpahaman harus membuat mereka terpisah, meskipun takdir kembali mempertemukan dalam perasaan yang belum sepenuhnya selesai. Apakah cinta yang terluka akan menemukan jalannya? atau justru akan lebih menghancurkan karena terbukanya sebuah rahasia?

View More

Chapter 1

1. Hari yang Berduka

Brak.

Lidya terperanjat. Matanya menatap keluar kamar. Sepertinya ada yang tak beres. Lidya segera melempar pashminanya ke ranjang lalu berlari ke luar.

Mbok Nah, pengasuhnya, kini terduduk bersandar di sisi lemari sambil memegang dadanya. Tangisnya semakin kencang saat melihat Lidya berlari menghampiri.

"Ada apa, Mbok?" Lidya memapah tubuh Mbok Nah dan membantunya untuk duduk di sofa di sisi meja kecil. Kini matanya menangkap telepon yang menjuntai kebawah. Lidya menatap Mbok Nah dengan bingung.

"Halo.. halo..!" Suara itu masih terdengar dari seberang telpon. Buru-buru Lidya menariknya dan memasangnya tepat di telinga.

"Ya, halo. Lidya di sini!" Jawab Lidya sedikit gugup sambil melirik Mbok Nah yang mulai menangis terisak sambil menutuo wajahnya. Lidya bingung. Apa ysng membuat pengasuhnya itu menangis.

"Selamat sore, Nona Lidya. Saya Aiptu Rahman dari Polsek Jambu Semarang. Mohon maaf mengganggu, apakah benar Anda keluarga dari Bapak Danu Wirajaya dan saudara Lodra Wirajaya?"

Seketika keringat mulai membasahi dahi Lidya. Gadis cantik berlesung pipit itu mengangguk tanpa sadar.

"Tim kami baru saja menangani kecelakaan lalu lintas di jalan raya Magelang Semarang. Di lokasi kejadian kami menemukan dua korban, dan dari kartu identitas yang kami temukan, keduanya atas nama Lodra Wirajaya dan Danu Wirajaya!" Lidya susah payah menelan salivanya.

"Maksud Bapak… Bang Lodra? Papa saya....." Lidya tak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Mohon maaf, Mbak. Korban atas nama Lodra Wirajaya dinyatakan meninggal di tempat. Sedangkan satu korban lainnya, Bapak Danu Wirajaya, saat ini sedang dalam perawatan intensif di RSUP Dr. Kariadi. Kondisinya mengalami pendarahan di kepala dan belum sadarkan diri, Mbak!"

"Gak... gak mungkin… Bang Lodra gak mungkin meninggal!" Lidya masih menggeleng.

"Untuk saat ini, dokter sedang melakukan tindakan. Silakan segera datang ke rumah sakit. Pihak keluarga perlu melakukan proses identifikasi korban untuk memastikan secara resmi!"

Lidya menahan menangis. Tubuhnya terasa lunglai tak bertulang. "Baik Pak. Saya segera ke sana!" Dengan sisa kekuatan yang ada Lidya, meletakkan gagang telponnya di tempatnya.

"Nduk!" Mbok Nah mendekat. Seakan memberi kekuatan pada majikan kecilnya, meski ia juga tak mampu untuk berdiri dengan tegak.

"Mbok!" Lidya tak mampu berkata-kata. Tangannya rapuh mencari genggaman Mbok Nah. Wanita tua itu mengangguk dengan terbata-bata.

Dua perempuan beda generasi itu hanya bisa saling memandang dalam diam. Sepersekian detik, Lidya menyeka air matanya. Tak ada lagi tempatnya bertanya. Tak ada lagi ssndaran yang tersisa. "Mbok, aku ke rumah sakit dulu. Mbok Nah siapkan yang perlu di bawa. Kit akan balik Jogja sementara!" Lidya menyusun rencana. Perempuan tua itu mengangguk. Ia hanya bisa menurut, meskipun sebenarnya ia ingin ikut tapi ia sadar diri. Kehadirannya pasti akan tambah membebani Lidya.

Dengan lunglai, Lidya kembali ke kamar, memasang pashminanya kemudian menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja telpon.

"Aku pergi dulu, Mbok!" Mbok Nah mengangguk. Mengikuti langkah Lidya dengan hati yang remuk hingga ke teras. "Hati-hati. Nduk!" Lidya tak menjawab. Untuk apa hati-hati, toh tak ada lagi yang menemaninya untuk hidup.

Lidya menuju garasi. Membawa brio kuningnya dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit. Matanya maasih meneteskan air mata, meski ia tak bisa terisak. Tangannya, kuat menggenggam stir mobil. Tak ada musik seperti biasanya. Lagunya telah sunyi di telan bumi.

"Maaf, saya Lidya. Keluarga dari Lodra dan Danu Wirajaya!" Lidya mendekat dengan suara bergetar. Ruang informasi itu tak begitu penuh hingga Lidya bisa segera maju dan bertanya. Perempuan di seberang meja mengangguk.

"Baik, Mbak. Mohon tunggu sebentar ya, saya cek dulu datanya… Bisa saya tahu hubungan keluarga dengan korban?" Perempuan di depan Lidya tampak fokus menatap layar monitor, sesekali ia menaikkan kaca matanya.

"Saudara kandung dan ayah saya, Mbak… saya Lidya Wirajaya."

Petugas itu berhenti mengetik, menatap Lidya sebentar, seolah ia sedang menimbang bagaimana harus menyampaikan sesuatu yang berat.

"Baik, Mbak Lidya. Berdasarkan laporan yang masuk dari pihak kepolisian sekitar satu jam lalu, memang benar ada dua korban dengan nama tersebut. Satu… atas nama Lodra Wirajaya, laki-laki 27 tahun, dinyatakan meninggal di tempat saat dievakuasi. Sedangkan satu lagi, Bapak Danu Wirajaya, saat ini masih dirawat di ruang IGD Bedah karena mengalami pendarahan di kepala dan patah tulang di beberapa bagian tubuh."

Lidya tak menjawab. Ia tak bisa menangis sekarang.

Petugas itu kembali melanjutkan kalimatnya. "Kami butuh Anda untuk proses identifikasi jenazah dan pengisian formulir keluarga pasien. Apakah Mbak Lidya datang sendiri?"

Lidya mengangguk lemah. "Iya… saya sendirian!" Petugas itu tak lagi bertanya. Ia biasa melihat kondisi berat para keluarga pasien. rasanya ia tak ingin lagi membebani mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang menguras tenaga. Ia hanya menyerahkan lembar formulir data pasien dengan senyum hangat. "Silakan isi dulu identitas Mbak dan tanda tangan di sini, ya. Setelah itu, kami akan dampingi ke ruang jenazah untuk konfirmasi. Jangan khawatir, kami akan bantu semua prosesnya."

Lidya menatap lekat wanita di depannya, "Papa saya… boleh saya lihat? Tolong… saya ingin pastikan beliau masih hidup."

Petugas itu tersenyum dan mengangguk. "Tentu. Tapi kami mohon sabar, ya, karena beliau masih dalam tindakan di ruang resusitasi. Setelah dokter selesai stabilisasi kondisi, nanti kami antar Mbak Lidya melihatnya."

Lidya mencari kursi yang kosong lalu duduk dengan lesu. Tangannya tampak bergetar saat meraih pulpen di tas punggungnya dan segera mengisi lembar kertas yang diterimanya.

Beberapa menit kemudian, seorang polisi berseragam datang menghampiri, membawa map cokelat. "Selamat siang, Mbak Lidya? Saya dari Polsek Jambu Semarang. Kami yang mengevakuasi korban dari lokasi. Mohon maaf atas kejadian ini. Kami perlu memastikan identitas korban sebelum melanjutkan ke bagian administrasi RS dan laporan resmi."

Lidya mengusap air mata dengan punggung tangan yang turun tanpa bisa di tahan. "Iya, Pak… saya siap."

Mereka berjalan ke ruang pendingin. Lidya mulai menahan nafas karena mencium bau formalin yang menusuk hidung. Di balik tirai putih, seorang petugas membuka kain putih yang menutupi wajah korban.

Lidya menggigit bibirnya keras-keras agar tidak berteriak.

Tubuh itu terbujur kaku. Tubuh yang selalu siap menggendongnya saat ia merengek lelah. Wajahnya tampak damai terlelap.

Lidya tergugu, lalu berlutut pelan, setelah menyentuh tangan kakaknya. "Bang… kenapa kamu tinggalin aku secepat ini?"

Petugas memberi waktu beberapa detik sebelum menutup kembali kain itu dengan hati-hati.

"Terima kasih, Mbak Lidya. Proses identifikasi sudah kami catat. Selanjutnya, nanti pihak forensik dan kepolisian akan mengarahkan untuk surat kematian dan pengambilan jenazah!" Petugas itu menyentuh pundak Lidya dan membantunya untuk berdiri.

"Kami juga akan bantu koordinasi untuk pemulangan jenazah ke rumah duka, Mbak. Tapi untuk sementara, sebaiknya Mbak menunggu kabar dari dokter mengenai kondisi ayah Anda dulu."

Lidya hanya bisa menurut ketika petugas itu menuntunnya keluar ruangan. Kini ia kembali terduduk di kursi dengan tatapan kosong.Tanpa sadar, tangannya meremas formulir yang kini basah oleh air mata.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status