Share

Mengelak Tuduhan

"Ini ... poto siapa Julia! Kok bisa ada poto lelaki lain di ponselmu, apa kamu sedang selingkuh," bentakku sambil menggenggam ponselnya dengan gemetar.

"Eh, anu, bukan Mas. Itu hanya lewat di beranda facebookku, aku juga gak kenal," sahut istriku sambil merampas ponselnya dari tanganku.

Tanpa basa-basi Julia mengutak-atik ponselnya, aku sebenarnya sudah curiga kalau Julia ada apa-apa di belakangku. Karena mengingat ada ibu mertua di rumah, aku mengalah. Aku tak mau ibu tersinggung dengan masalah kami. Aku sengaja menepis semua pikiran negatif dari hatiku. Dan aku tak lagi menanggapinya. Karna tiba-tiba saja Julia menangis, supaya aku percaya bahwa ia tidak sedang berbohong.

"Sumpah deh Mas, aku gak ngapa-ngapain. Itu hanya lewat di berandaku, namanya juga sosmed. Jadi apa aja bisa lewat gitu aja," ungkapnya sembari menggenggam tanganku.

"Untuk kali ini Mas mempercayaimu Julia. Tapi kalo suatu saat kamu ketahuan sama Mas, mungkin Mas gak akan maafkan," tandasku dengan tatapan jauh ke depan tanpa menoleh.

"Ih, apaan sih Mas. Ini nih Julia tadi lagi ngeliat postingan kuliner di f******k Julia. Biar nanti bisa buat sendiri," sambungnya sambil menyodorkan ponselnya ke depanku.

Hari berganti, ibu mertuaku pun datang tepat seperti yang dikatakannya kepada Julia. Aku tak mengerti dengan sikap Julia yang terlalu memaksakan kehendaknya terhadap ibunya sendiri.

Ibu mertuaku sangat rajin sekali, selama di rumah. Ibu mertuaku selalu bersih-bersih, dan membersihkan pekarangan belakang beserta kandang ayamku.

"Ibu, udahlah jangan dipaksain tenaga Ibu. Istirahat aja di rumah, biar Julia yang bersihkan," kataku saat akan pergi bekerja.

"Gak papa kok Nak, di rumah juga Ibu bosan. Gak enak jika Ibu tidak bergerak, mungkin udah kebiasaan di kampung," sahut ibu mertuaku sambil tersenyum.

"Ya udah Bu, kalau capek istirahat ya Bu, Saya pamit kerja dulu Bu," sambungku, sambil menyalim tangan ibu mertuaku.

Akupun berlalu pergi, setelah pamit dari Julia. Aku tak pernah mempermasalahkan atau keberatan jika ibu mertuaku berkunjung lebih lama, karena bagiku itu sebuah penghormatan yang patut aku tunjukkan. Karena setelah menikah, beliau juga adalah orang tuaku. Tinggal bagaimana perlakuan Julia terhadap orang tuaku, karena ayah ibuku sangat jarang datang berkunjung. Paling sekali dalam setahun.

Julia makin terlihat ceria sekali, tiga hari ibu di rumah terlihat Julia sering memakai ponsel ibu. Katanya untuk menjelajah g****e di sana, karena ponselnya Julia ngadat.

"Bu, sini ponselnya aku pakein dulu. Ponselku gak bagus, udah lelet. Nanti aku isiin pulsanya Ibu," pinta Julia ketika akan memakai ponsel ibu.

"Ya udah, itu ambil di tas Ibu. Ibu juga gak ngerti pakai itu, paling Ibu cuma bisa mengangkat kalau ada panggilan masuk," sahut ibu mertuaku sambil memberikan tasnya pada Julia.

Dengan segera Julia mengambil ponsel ibu mertuaku, kemudian pamit untuk mengisikan pulsanya. Ibu mertuaku kemudian melanjutkan bercanda dengan Deta, anakku. Mereka berdua terlihat akrab, ya, Deta memang sangat menyayangi ibu.

Akupun berlalu untuk membereskan ternak ayam-ayamku, di samping pekerjaan utamaku sebagai karyawan kontrak pabrik, aku juga sengaja membuat ternakan ayam. Untuk menunjang ekonomi kami, Alhamdulillah, aku bisa membuat pengaturan panen yang rutin tiap bulannya walaupun hanya sedikit-sedikit.

"Nak, Julia kok belum pulang? Masak perginya lama ya," tanya ibu mertuaku, setelah aku selesai membereskan ternak ayamku.

"Loh, emangnya tadi Julia izin kemana Bu?" sahutku balik bertanya, sambil memasuki pintu dapur.

"Tadi katanya mau belanja keperluan dapur sebentar, tapi udah seharian belum juga pulang," jawab ibu mertuaku.

"Oh, mungkin bentar lagi juga pulang Bu. Kita tunggu aja, kali aja ketemu Ibu-ibu komplek di pasar," kataku, seolah menenangkan pikiran ibu.

"Iya kali ya, Nak, kalau gitu yok ke depan biar Ibu buatin teh untuk kamu sama Deta," ajak ibu, sambil menepuk lembut pundakku.

Akupun beranjak ke ruangan depan, di sana sudah ada Deta yang sedang belajar. Aku baru tau jika Julia pergi sudah seharian, tapi aku bisa menguasai pikiranku. Untuk apa dia pergi selama itu, pikiranku semakin kacau.

"Ini Nak, teh nya. Minumlah, kamu udah capek pulang dari kerja," kata ibu, membuyarkan lamunanku.

"Makasih Bu, Ibu tak pantasnya membuatkan teh untukku. Oh iya, Ibu kok gak ada teh nya?" sahutku, sambil menyeruput teh buatan ibu yang masih panas.

"Ibu memang gak suka terlalu banyak minum teh, tadi pagi juga kan udah minum," jawab ibu mertuaku, sambil sesekali melirik keluar.

"Ya udah Bu, Ibu istirahat aja di dalam. Nanti saya yang nungguin Julia," sambungku lagi.

"Ibu gak bisa tenang Nak, sampai Julia benar-benar pulang. Kalau gak kenapa-napa, ngapain coba Julia selama ini?" kata ibu mertuaku.

"Gak ngapa-ngapain Bu, paling, ya itu tadi saya bilang," ucapku, sembari menatap keluar.

Ibu mertuaku pun beranjak ke dalam rumah, aku juga sedang berfikir sedang apa Julia di luar seharian. Kalau buat belanja saja, gak mungkin seharian. Lagi pula uang dari mana, dengan gajiku yang pas-pasan.

Setelah Magrib Julia pun pulang, aku lihat dia pulang dengan naik taksi. Tak biasanya, istriku pulang atau pergi naik taksi. Paling juga ojek.

"Habis dari mana aja Julia, kata Ibu dari pagi sampai jam segini baru pulang," tanyaku masih dengan nada yang biasa.

"Oh iya Mas, tadi aku belanja keperluan kita trus ketemu sama Ibu Ustadzah di pasar. Eh ngajakin singgah di rumahnya, gak enak Mas buat nolak. Sekalian di rumah beliau banyak orang yang bantu untuk hajatan. Ini aku bawain makanan karena ikutan bantu," serangkaian kata yang dilontarkan Julia, cukup membuatku percaya.

"Trus kok pake taksi, kan bayaran nya mahal," sahutku, sambil beranjak masuk ke dalam rumah.

"Iya Mas, rumah Bu ustadzah agak jauh. Jadi, aku tumpangi taksi," sambungnya lagi, sambil membereskan barang yang dia bawa.

Ibu mertuaku seperti biasanya, tidak mau lagi protes setelah mendengar jalan ceritanya. Karena memang ibu mertuaku takut terkena omelan Julia.

Kami pun makan malam, dengan makanan yang Julia bawa. Tak ada sedikitpun rasa curiga, karena jawaban yang Julia berikan cukup membuatku percaya.

Setelah malam mendera, rasa kantuk mulai melanda. Aku pun segera membaringkan tubuh di atas tempat tidur yang berhadapan dengan ruang tamu.

Tak lama, ponsel ibu mertuaku berdering dan aku tak tau sampai berapa lama. Terlihat ibu pun bingung, karena setelah ibu mengangkat ponselnya, kata ibu suara lelaki. Siapa lagi nelpon malam-malam begini, aku penasaran.

"Julia, kamu dimana? Ini siapa toh, telpon malam-malam," kata ibu mertuaku, sambil pergi menuju dapur.

Ibu beranjak ke belakang, menemui Julia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status