Ibu susu untuk anak sang dokter bedah

Ibu susu untuk anak sang dokter bedah

last updateLast Updated : 2025-08-18
By:  AkaraLangitBiruUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
9Chapters
17views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dijual oleh suaminya sehabis melahirkan dan kehilangan anak membuat Vanessa begitu terpukul. Ia tak menyangka suaminya begitu tega menjualnya pada seorang mucikari ketika anak yang dilahirkannya dinyatakan tak selamat. Luka jahitan sesar belum pula kering, Vanessa malah sudah dipaksa harus melayani pria hidung belang. Namun siapa sangka, dimalam itu laki-laki yang harus ia layani ialah mantan kekasihnya sekaligus dokter bedah yang pernah menangani operasinya.

View More

Chapter 1

Luka itu, ibu mertua

"Dasar tidak becus, ngapain aja kamu selama hamil? bisa-bisanya melenyapkan cucuku!" suara ibu mertuaku terus terdengar berkali-kali dengan begitu menyakitkan digendang telinga ini membuatku terdiam tak mampu membalas perkataan pedasnya.

"Lemah, pake harus dioperasi sesar segala. Biaya operasi itu mahal!" Lagi, makian itu datang menyakitkan. Aku masih terdiam, menunduk tak berani menatap wajah kekesalannya. Ah, baru saja aku bertaruh nyawa dan harus rela kehilangan bayi yang sudah kami nantikan selama sembilan bulan. Tiba-tiba ibu mertuaku datang menjenguk dengan wajah tak ramah, penuh kebencian, memaki diri ini. Ah, rasanya seolah ia tengah menyesali apa yang terjadi dalam kehidupan kami.

"Ini akibatnya kalau kamu manjain istri kampungan ini!" Aku mendongak, menahan air mata yang sudah berdesakan di pelupuk mata ini, berusaha sekuat mungkin untuk tidak membiarkannya jatuh. Sementara suamiku, sedari tadi hanya terdiam. Tatapan kosongnya seolah menembus kedalam diri ini seakan tak peduli dengan apa yang terjadi padaku.

"Sia-sia kamu bertahan selama lima tahun dengan perempuan miskin kaya dia!" Suara ibu mertuaku semakin terdengar begitu tajam. Rasanya, ingin sekali aku berteriak, membela diri namun rasanya tak mampu. Kata-kata yang hendak keluar dalam diriku seakan tercekik di kerongkongan. Sakit, rasanya seluruh dunia kini menyalahkan ku.

"Kamu tahu sekarang kan Bara, inilah mengapa ibu tak pernah merestui hubungan kalian. Gadis kampungan seperti Vanessa ini hanya akan membawa kesialan dalam keluarga ini, gara-gara dia kamu terpaksa menjual kebun yang mendiang ayahmu berikan. Gara-gara dia, kamu terpaksa ngutang sana-sini untuk membayar biaya operasi sesar. Tapi apa yang dia berikan? Bayi yang kamu impikan selama hampir lima tahun itu malah tiada!" Kata-kata ibu mertuaku itu bagaikan pisau yang mengiris hatiku.

Runtuh sudah pertahanku mendengarnya, kini aku terisak, menatapnya sementara suamiku masih setia dengan keterdiamannya. Tak ada pembelaan sekali pun darinya seolah sudah tak ada lagi rasa sayang yang ia tunjukan padaku. Hanya keheningan yang semakin membuatku merasa sendirian di dunia ini. Sakit, sungguh sakit.

Tubuhku rasanya begitu lelah. Baru saja sayatan di perutku selesai di jahit, dan aku harus kehilangan bayi mungil yang kami tunggu selama sembilan bulan ini. Aku bahkan tidak di beri kesempatan untuk melihatnya pertama dan terakhir kali. Entah apa yang ada di pikiran keluarga suamiku itu, mereka begitu tega tak memberikanku kesempatan melihat wajah bayi mungil itu. Entah mirip dengan siapa bayi itu, yang jelas dia laki-laki. Ku rasa akan persis seperti mas Bara.

Sungguh sangat di sayangkan, aku menyesali semua ini dan kali ini semua yang ada hanyalah kesepian serta perkataan pedas yang terus menghujam jantungku dengan sangat tajamnya.

"Sekarang, apa yang harus kamu lakukan? Ibu tidak bisa membantu kamu membayar hutang yang sudah menumpuk itu," lanjut ibu mertuaku, suaranya terdengar sinis. Seolah menambah derita yang aku rasakan.

"Bu, ini bukan waktunya untuk membicarakan hal itu" ucapku lirih.

"Diam kamu, tak usah melawan kalau ujung-ujungnya kamu tak bisa membantunya. Lagian so manja, pengen bersalin di rumah sakit elit kaya gini!"

Aku menggeleng, tubuh yang lemah memaksaku untuk melawan. "Itu bukan keinginanku bu, dokter di klinik tidak sanggup menangani dan terpaksa harus di rujuk" kuusahakan untuk membela diri ini.

Tidak. Aku tidak boleh lemah, selama lima tahun ini aku diam saat ibu mertua datang memaki karena pernikahan kami tak direstui keluarganya tetapi kali ini, sungguh aku sudah muak. Aku tak akan diam, biarlah suamiku nanti marah padaku yang terpenting harga diri ini jangan terlalu di injak-injak olehnya.

"Halah, kamu hanya mencari-cari alasan. Semua itu karena kamu sendiri yang terlalu lemah! Kalau kamu memang bisa menjaga diri, tak akan terjadi semua ini. Kamu bukan hanya menyia-nyiakan waktu putraku, tapi juga menyusahkan kami semua." ucapnya yang semakin tajam saja perkataannya.

Aku menghela napas berat, menahan segala sesak di dada. Air mata yang sedari tadi luruh, ku usap pelan. "Bu," ucapku dengan suara bergetar. "Sudah cukup puaskah? Aku lelah, selama ini ibu datang hanya untuk memaki. Aku sabara, tapi untuk kali ini aku kesabaranku sudah habis bu. Aku sudah kehilangan anakku, aku sudah berjuang, dan aku juga sudah cukup menderita tanpa harus mendengar ini semua lagi."

Ibu mertuaku terdiam sejenak, tatapannya masih menyiratkan kebencian yang semakin mendalam. Sementara suamiku masih menyaksikan perdebatan kami dengan keterdiamannya, seolah bingung harus bereaksi seperti apa. Aku memandang suamiku, berharap setidaknya dia bisa melihat aku sebagai istri, sebagai seseorang yang juga butuh dukungan. Tapi tidak ada. Tidak ada apapun di matanya.

"Pengorbananmu tidak seberapa, Vaness dibanding putraku yang rela keluar dari zona nyamannya. Padahal, jika bukan dengan kamu dia bisa hidup dengan sukses. Dia bisa hidup di Jepang seperti yang di impikannya, tapi sialnya gara-gara kamu dia rela mengubur mimpinya karena tidak mau berpisah dengan gadis yatim piatu saat itu!"

Aku menggigit bibir, berusaha menahan air mata yang semakin menggenang. Apa lagi yang harus ku katakan? Sementara yang ibu mertuaku bilang itu ada benarnya. Itulah faktanya, aku yang menyebabkan mas Bara tidak jadi ke Jepang untuk mengejar mimpinya gara-gara ia khawatir dengan kehidupanku setelah kedua orangtuaku meninggal waktu itu. Ya, akulah penyebabnya.

"Kamu pikir aku akan peduli dengan kesulitanmu? Tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk memperbaiki semua ini. Kamu sudah gagal, bahkan tak bisa memberi apa-apa selain masalah." sambungnya tak peduli seberapa besar pesakitan yang ia berikan padaku akibat mulut pedasnya. Aku hanya bisa terdiam, mencoba menahan semuanya agar tidak meledak.

"CUKUP!" kami tersentak, saat mas Bara tiba-tiba berdiri dengan bentakan. Suara seketika hening, dan aku bisa merasakan jantungku berdegup kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadaku.

"Bara, kau tidak perlu membentak. Ibu hanya sedang membelamu, sadarlah." ucap ibu mertua berusaha merayunya.

Aku menghela napas dalam-dalam berharap suamiku itu sudi membela perempuan lemah ini dihadapan ibunya.

"Cukup bu, aku paham. Tapi tolong, jangan sekarang. Aku lelah, aku masih berduka" mas Bara berucap dengan merendahkan suaranya, begitu sopan terhadap ibu yang tega menghina istrinya itu.

"Gak, sekarang waktu yang tepat. Pilihan ada di tanganmu, ceraikan dia atau kau akan hidup menderita selamanya?"

Aku memandang ibu mertua dengan tak percaya. Sejahat itukah? Padahal dia sama-sama perempuan, apa dia tidak merasakan betapa sakitnya aku sekarang?

"Mas," lirihku memegang tangannya dengan gemetar berharap ia tak menuruti apa yang ibunya katakan.

"Bara, kau tidak perlu lagi mengasihani dia. Dia sudah cukup membuat kamu menderita selama ini, hutang kamu banyak. Rumah yang sudah susah payah kamu buat dengan keringatmu sendiri bahkan terancam di sita oleh bank. Ibu juga tidak bisa membantu, ekonomi ibu juga lagi sulit. Turuti perkataan ibu, ini perintah!"

Suasana semakin tegang setelah ibu mertuaku mengucapkan kalimat itu. Suara yang penuh amarah dan penuh ancaman menggema di ruangan serba putih ini, seolah mengguncang dasar keberadaan ku. Hatiku berdebar kencang, seolah waktunya telah tiba untuk Bara memilih antara aku dan ibunya. Ah apa dia akan menuruti ibunya kali ini atau justru masih setia membersamaiku?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status