Share

Hadiah pernikahan

Penulis: AkaraLangitBiru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-08 12:53:20

"Suram amat, baru juga nikah. Belum malam pertama lu ya?" 

Aku menoleh malas kearah suara, memberi ringisan saat melihat Ujang yang merupakan sahabat karib sekaligus rekan kerja ku itu tengah duduk di hadapanku dengan senyum mengejeknya.

"Kalau udah dapat jatah, jangan lupa ya cerita sama gue. Penasaran sih gimana rasanya tuh si Juragan Jingga" lanjutnya dengan senyum menyeringai, tangannya terulur menyerahkan bungkusan kado berbentuk kotak kecil. Wajahnya tersenyum menyeringai. 

"Apaan nih?" tanyaku penasaran, dari bentuknya yang kecil sih sudah dipastikan isinya sekotak perhiasan, tapi ... Ah gak mungkin. Si Ujang kan orangnya pelit, mana mungkin bisa ngasih hadiah semahal itu. 

"Alat kontra-"

Shit. 

Sebelum Ujang melanjutkan ucapannya, aku lebih dulu berdiri memberikan tinjuan pada pipi kirinya. 

"Wait, wait, santai atuh bro. Kan gua mah ngedukung elu biar dapat enaknya doang gak dapat anaknya. Gue yakin lu gak mau kan punya anak dari si Juragan Jingga. Makannya gue kasih kado itu, sama parfum juga biar ... Ah tau sendirilah" 

Mataku menyala, darahku berdesir. Seberengsek apa pergaulanku hingga si Ujang berpikiran rendah kaya begini? Aku menikahinya bukan hanya untuk menikmati tubuhnya, sungguh tidak sekalipun terbersit dalam benakku pemikiran seperti itu. 

Ini memang pernikahan terpaksa, tapi bukan untuk menikmati tubuhnya melainkan sebagai bentuk tanggung jawabku atas nadzar waktu itu. 

"Apa, mau pukul gue lagi lu?" tanyanya saat kedua tanganku kini sudah mencekal kerah bajunya dengan erat. 

Aku menggeleng, melepaskan tanganku dengan kasar. "Jangan bilang seperti itu kamu teh Jang, gitu-gitu juga dia sudah jadi istri saya."

"Cieeee istri," 

Aku mendengus kesal saat Ujang malah semakin gencar menggodaku. Kalau bukan di tempat kerja, sudah dipastikan wajah si Ujang babak belur tapi apalah daya demi reputasi disekolah ini, aku terpaksa menahan emosiku. 

"Saya sumpahin lu dapat istri jorok sejorok-joroknya" aku mengumpat kesal mengeluarkan sumpah serapahku sebelum berlalu pergi menuju kelas sepuluh untuk mengajar.

"Hahaha," Bukannya takut, si Ujang ini malah menertawakannya. Aneh bener!

"Sakarepmu lah, Jang" gumamku dalam hati sembari berjalan menyusuri koridor sekolah. 

Tujuh jam berada di sekolah rasanya seperti satu menit, tidak berasa ketika aku enggan untuk pulang ke rumah. Semangat yang tadinya membara kini sirna seketika, membayangkan wajah Jingga yang akan menyambutku diambang pintu rasanya berat sekali. 

Ya tuhan, tolong. Aku masih belum bisa menerima takdir ini, berat sekali rasanya. 

"Melamun bae Mad, pulang yuk. Istrimu udah nungguin tuh, itu sekalian kadonya jangan lupa dibawa biar langsung di praktekin" 

Aku terperanjat kaget saat si ujang tiba-tiba muncul dengan menepuk pelan pundak tegas ini. Wajahnya masih tidak berubah, tersenyum mengejek ke arahku. 

"Duluan aja, gue kayaknya mau tidur disini" putusku lesu. 

"Heh! Mau tidur sama setan sekolahan lu? Ayo ah pulang, semua masalah pasti ada solusi. Lagi pula kalau nadzar itu di pikir dulu, jangan asal maen ceplas-ceplos. Rugi kan," 

Aku mendesah pelan mendengar ucapan si Ujang. Rasanya ingin sekali tangan ini merobek mulutnya, tapi yasudahlah memang ada benarnya juga perkataan si Ujang. 

"Panas juga nih kuping lama-lama, ayo pulang!" putusku beranjak, diikuti Ujang yang berusaha berjalan menyamai langkahku keluar dari koridor sekolahan. 

Kami berdua akhirnya keluar dari sekolah, dan Ujang terus-menerus menggoda tentang "juragan Jingga" yang dia kira sebagai raja sensual di ranjang. Dia terus-menerus melemparkan komentar konyol sambil mengikutiku ke parkiran. Rasanya seperti diapit oleh badut sirkus yang terus membuat lelucon.

"Aduh, Mad, jangan kaku-kaku amat. Coba deh pikirin, si Juragan Jingga kayaknya bakal keren banget di malam pertama nanti," Ujang terus menggoda sambil melompat-lompat mengikuti langkahku.

"Keren apanya Mad, yang ada nanti tubuhku jadi tertular aroma tubuhnya," keluhku yang entah kenapa malah membalas leluconan si Ujang. 

Ujang menepuk bahu tegas ini beberapa kali, menyalurkan semangat dengan ekspresi wajah yang ... Ah menyebalkan sekali. 

"Makannya gue kasih alternatif parfum itu buat lo, buat jaga-jaga. Kalau masih penyakitnya belum sembuh, lu minta ramuan sama emak lu. Biasanya orang tua jaman dulu tuh segala penyakit ada obatnya pake ramuan gitu. Kan siapa tau, atau perlu kita ke dukun? Gue antar"

Aku menggelengkan kepala, mencoba menahan tawa yang nyaris meledak. "Gak usah, Jang. Gue lebih pilih pulang dan bener-bener hadapi semua ini. Lagipula, apa yang gue butuh sekarang adalah dukungan, bukan candaan."

Ujang berhenti sejenak, wajahnya menunjukkan sedikit empati meskipun dia masih tampak sulit menahan senyum. "Oke deh, Mad. Tapi kalau lu butuh bantuan, jangan ragu-ragu. Gue siap antar lu ke dukun paling hebat"

Aku mengangguk, merasa sedikit lega meski suasana hati masih belum sepenuhnya pulih "lain kali aja, kalau terdesak banget boleh gue coba" kekehku.

"Oke lah, kalau begitu gue tunggu. Anggap saja itu juga sebagai hadiah pernikahan dari gue selain kado itu hahaha" ujarnya di akhiri tawa.

Apa katanya? Hadiah pernikahan? Yang benar saja Jang, masa hadiahnya cuma yang begitu doang. Orang mah kasih hadiah yang mahal kek sama sahabat, ini malah ... Ah sudahlah tidak pantas untuk di ceritakan. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istriku Seorang Juragan    epilog (yes i will )

    Lima tahun kemudian ...Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar.Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku kembali mengajar seperti saat bujanga

  • Istriku Seorang Juragan    Epilog (akang kembali)

    Lima tahun kemudian ... Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar. Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku k

  • Istriku Seorang Juragan    kisah kita berakhir

    Tok ... Tok ... Tok ... Mata memejam, tanganku meremas kuat ujung kemeja ketika kepala hakim sudah mengetokan palu sebanyak tiga kali. Hal itu menandakan kalau sidang perceraianku dan Jingga sudah berakhir. Putusan menunjukan bahwa aku resmi sudah tidak lagi menyandang status sebagai kepala keluarga. Baik secara hukum mau pun agama. Ya tuhan, inikah akhir dari rumah tanggaku? Sungguh menyedihkan! Ekor mataku melirik ke sebelah, dimana Jingga dan aku sama-sama hadir pada sidang terakhir kami. Ku lihat senyuman mengembang di wajahnya saat hakim membacakan putusan tentang hak asuh anak jatuh padanya. Ya, itu memang kemauanku. Putraku lebih baik diasuh oleh ibunya dibanding harus bersama pria brengsek ini. Aku berdiri saat persidangan kami telah usai, mendekat kearahnya untuk saling berjabat tangan. Mengikhlaskan dan menbesakan semua gundah gulana di hati yang selama ini bersarang. "Selamat menyemat status

  • Istriku Seorang Juragan    talak

    Pada akhirnya aku ikut bersama teh Ayu untuk pulang ke desa. Rindu yang menggebu membuat pertahananku runtuh, aku ingin bertemunya. Aku ingin segera memeluknya, mengucap maaf dan sayang padanya. Burung-burung bernyanyi menyambut hari dengan kaki bertengger di ranting pohon, sepanjang perjalanan embun dan kabut terlihat masih menyelimuti pandangan karena hujan semalam suntuk. Kedua jagoan di sampingku terus saja berceloteh, bercerita tentang aktivitas yang akan di lakukannya di desa menemani perjalanan kami. Sesampainya di pekarangan rumah, suasana nampak begitu sepi siang ini. Padahal biasanya emak dan bapak tengah bersantai ria di teras rumah bersama para pekerjanya. Kami terheran-heran saat tak ada satu pun pekerja orangtua kami yang menunggu rumah ini. "Kalian tunggu saja, biar Mas tanya tetangga kenapa rumah sepi dan kayaknya di kunci deh," ujar mas Abi menebak. Aku dan teh Ayu hanya mengangguk pasrah, malas rasanya jika harus bertemu dengan para te

  • Istriku Seorang Juragan    lelaki serakah

    Kedua mataku tiba-tiba saja terbeliak tengah malam. Keringat bercucuran sebiji jagung di keningku. Mimpi buruk itu kembali menghantuiku. Teriakan, tangis kekecewaan, dan umpatan kasar kembali menyapa alam bawah sadarku, seolah memberi signal bahwa rasa bersalah ini kian menggerogoti relung hatiku. Aku menarik napas dalam-dalam lalu terduduk begitu saja. Hujan deras disertai angin kencang membuat hawa dingin menyapa tubuhku yang kini duduk meringkuk di sofa ruang tamu. Buru-buru aku bergegas mengambil segelas air putih di dapur lalu setelah itu aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat malam. Shalat yang biasa Jingga kerjakan setiap malamnya. Ah, aku merindukannya. Sudah dua bulan ini, aku rutin melaksanakan shalat tahajud untuk meminta pengampunan atas dosa-dosa yang ku perbuat. Sudah dua bulan ini pula, aku memutuskan untuk tidak menghubungi keluarga di desa. Rasa malu selalu menguasai diriku saat aku merindukan mereka dan

  • Istriku Seorang Juragan    hidup harus terus berjalan

    Jingga povSejak perselingkuhan kang Ahmad dengan Sinta terbongkar di depan mataku, aku tak lagi bisa hidup dengan tenang dan bahagia. Setiap malam, aku selalu menangis tergugu sendirian mengurung diri di kamar. Sakit, rasanya begitu sakit.Bayangan saat tawa kang Ahmad begitu lepas bersama dengan wanita di pangkuannya membuat hatiku semakin teriris. Rasanya benci, jijik dan menyakitkan apalagi saat teringat wanita itu juga tengah mengandung, dari perutnya yang buncit mungkin usia kandungannya tak jauh berbeda denganku. Sial, begitu menyakitkan. "Teh, buka pintunya. Teteh belum makan malam teh!" Aku menoleh kearah pintu yang tertutup, suara Mail terdengar semakin menambah pesakitanku. Gara-gara kejadian itu, adikku tak jadi berangkat dan terpaksa mengubur impiannya dalam-dalam. Aku sudah memaksanya untuk tetap pergi, namun ia begitu keras kepala tak ingin meninggalkanku sendirian disini. Padahal, emak sama bapak selalu mengunjungi ku s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status