Elrangga terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam, tapi entah kenapa kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan.Helaan napas panjang seketika lolos dari bibir Elrangga ketika melihat buku cerita dan sekotak macaron yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Padahal dia ingin memberi buku cerita tersebut pada Jena. Namun, gadis itu ternyata sudah mendapat buku cerita dari sang kakak.Jujur, Elrangga merasa sedikit kecewa. Andai saja dia satu langkah lebih cepat dari sang kakak. Dia pasti sudah memberikan buku cerita tersebut untuk Jena.Erlangga mencoba untuk kembali memejamkan kedua matanya. Namun, sudah tiga puluh menit berlalu dia masih saja sulit untuk tidur. Sejak tadi yang dia lakukan hanya berbaring ke kiri dan ke kanan mencari posisi tidur yang nyaman.Erlangga memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia ingin membuat segelas susu agar bisa cepat tidur.Elrangga tiba-tiba berhenti melangkah ketika
Tenggorokan dan lidah Jerry terasa seperti terbakar karena kopi yang dia minum memang masih panas. Jerry benar-benar terkejut karena Elrangga yang selama ini ngotot mempertahankan cinta pertamanya tiba-tiba saja ingin memiliki kekasih. Apa dia tidak salah dengar?"Kau serius?" tanya Jerry setelah bisa mengatur napas.Elrangga malah terdiam. Jujur, Elrangga sebenarnya merasa sedikit ragu karena dia masih menunggu gadis yang ditemuinya sepuluh tahun lalu. Namun, di lain sisi dia membutuhkan sosok perempuan yang mampu mengalihkan pikirannya dari Jena.Jena, Jena, dan, Jena.Gadis itu seolah-olah mengisi seluruh ruang di kepala Elrangga hingga membuat lelaki itu tidak bisa memikirkan hal lain selain Jena. Benar-benar sialan!Si gadis kampung yang tidak bisa membaca itu diam-diam ternyata berhasil mencuri perhatian Elrangga. Sepertinya Elrangga terkena karma karena dia selama ini selalu menghina dan berbuat kasar Jena."Kau serius ingin memiliki pacar?" Jerry mengulangi lagi pertanyaannya
Abi keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Memperlihatkan dada bidang dan perutnya yang kotak-kotak. Abi terlihat err ... sangat seksi. Apa lagi dengan rambut dan tubuh yang sedikit basah.Senyum kecil muncul di bibir Abi ketika melihat Jena yang masih meringkuk di atas tempat tidur. Entah kenapa Jena belum juga bangun padahal gadis itu biasanya sudah menyiapkan sarapan di dapur.Abi pun berjalan menghampiri Jena lantas duduk di tepi ranjang. "Kenapa kamu belum bangun, Jena? Apa kamu sedang kurang enak badan?" tanyanya terdengar penuh perhatian.Jena menggeliat pelan karena merasakan usapan lembut Abi di pipinya. "Nggak tahu, Mas. Rasanya Jena lemas sekali dan malas ngapa-ngapain."Perasaan bersalah seketika menyelip di dalam diri Abi ketika mendengar ucapan Jena barusan. Jena pasti lelah karena melayaninya semalam. "Maafin mas ya, Jena. Kamu pasti lelah karena melayani mas semalam."Wajah Jena sontak bersemu merah. "Mas Abi jangan bicara be
Elrangga langsung meletakkan kedua tangannya di antara lutut dan punggung Jena. Dia sangat panik karena kepala Jena terkulai lemas di dadanya. Sepertinya kondisi Jena lumayan mengkhawatirkan karena wajah gadis itu terlihat sangat pucat."Ibu!"Anita sontak keluar dari kamar karena mendengar Elrangga berteriak memanggil namanya. "Kenapa kamu berteriak, Rangga? Astaga, Jena!" Kedua mata Anita sontak membulat melihat Jena yang tidak sadarkan diri di dalam gendongan Elrangga."Apa yang terjadi, Rangga? Kenapa Jena bisa sampai pingsan?" tanyanya terdengar panik sekaligus khawatir."Rangga juga tidak tahu, Bu." Elrangga membaringkan Jena dengan hati-hati di sofa."Mbak, tolong ambilkan minyak kayu putih yang ada di kamar," pinta Anita pada salah satu pelayan di rumahnya. Pelayan tersebut pun cepat-cepat pergi ke kamar Anita untuk mengambil minyak kayu putih. "Ini, Nyonya."Anita menerima botol minyak kayu putih yang diulurkan oleh pelayan, lantas mengoleskan minyak tersebut ke hidung dan b
Jena mengerjapkan kedua matanya perlahan. Awalnya penglihatannya samar, tapi lama kelamaan berubah jelas karena cahaya putih yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya.Kening Jena berkerut dalam ketika mendapati dirinya berada di dalam kamar karena seingatnya tadi dia sedang turun ke bawah untuk makan siang.Namun, kepalanya tiba-tiba saja terasa sangat berat, pandangan matanya pun berkunang lalu semuanya berubah gelap.Helaan napas panjang lolos dari bibir mungil Jena ketika menyadari kalau dia tadi pingsan di ruang makan. Siapa yang membawanya ke kamar? Apa mungkin Elrangga?Jena sontak menoleh karena pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. "Mas Abi?"Abi tersenyum, lalu masuk ke dalam kamar sambil membawa sebuah nampan berisi segelas susu dan roti isi untuk Jena. Dia meletakkan nampan tersebut di meja kecil samping tempat tidur lantas mendudukkan diri di tepi ranjang."Mas Abi kok, udah di rumah? Katanya tadi ada meeting di luar?" tanya Jena heran."Tadi Rangga telepon mas. Dia
"Aku akan memberi tahu semua masalahku padamu. Tapi sebelum itu berjanjilah satu hal, kau tidak akan marah setelah mendengar ucapanku. Apa kau mau?"Jerry menatap Elrangga dengan alis terangkat sebelah. Kenapa sahabatnya itu memintanya untuk berjanji agar dia tidak marah setelah mengetahui masalahnya? Apakah masalah yang sedang dihadapi Elrangga lumayan berat?Ah, persetan dengan janji yang Elrangga minta karena yang terpenting sekarang dia harus tahu masalah yang dialami oleh sahabatnya itu."Baiklah, sekarang ceritakan padaku apa masalahmu."Elrangga menarik napas panjang sebelum bicara. "Aku suka sama Jena.""A-apa?!" Jerry tersentak mendengar ucapan Elrangga barusan. Benarkah sahabatnya itu baru saja mengatakan kalau dia menyukai Jena? Kakak iparnya sendiri?"A-aku pasti salah denger kan, Ga? Kau tidak mungkin menyukai Jena, kan?" Jerry menatap Elrangga dengan pandangan tidak percaya sekaligus syok luar biasa."Sayangnya apa yang aku katakan tadi benar, Jer. Aku memang menyukai Je
Setengah jam kemudian mobil yang Abi dan Jena tumpangi berhenti tepat di depan sebuah pemakaman. Abi dan Jena pun segera turun lantas masuk ke dalam pemakaman tersebut. Tidak lupa Abi membawa seikat bunga lily yang dia beli sebelum pergi ke makam orang tua Jena.Air mata Jena jatuh begitu saja ketika melihat makam kedua orang tuanya. Sepuluh tahun lalu ayah dan ibunya mengalami kecelakaan hebat yang menyebabkan nyawa keduanya melayang.Jena yang masih kecil hanya bisa menangis meratapi kepergian orang tuanya. Dia merasa sangat sedih dan terpukul atas kematian ayah dan ibunya. Namun, ada satu orang yang merasa bahagia atas kematian orang tua Jena.Dia, Sanjaya Adiyatama—adik kandung mendiang ayah Jena. Sanjaya sengaja melenyapkan nyawa kedua orang tua Jena demi menguasai harta mereka. Setelah berhasil mendapatkan harta kakak kandungnya, Sanjaya juga ingin melenyapkan Jena agar tidak merebut kembali harta peninggalan orang tuanya ketika dewasa. Namun, Bik Ijah berhasil menyelamatkan Jen
"Kamu serius ingin kembali ke Australia?" tanya Anita untuk memastikan kalau dia memang tidak salah dengar. Diam- diam Jena juga ingin melayangkan pertanyaan yang sama seperti Anita untuk Elrangga. Dia ingin tahu apakah Elrangga serius ingin kembali ke Australia."Iya, Rangga serius. Lagi pula Rangga juga sudah mengurus semuanya. Kalau tidak ada halangan lusa Rangga berangkat. ""Kenapa tiba-tiba sekali, Rangga? Memangnya kamu tidak betah tinggal di rumah?"Bukan masalah betah atau tidak betah. Hanya saja Elrangga takut perasaannya pada Jena akan tumbuh semakin dalam kalau dia terus berada di dekat gadis itu."Cuti Rangga sudah hampir habis, Bu. Lagi pula Rangga ingin memperlajari resep baru."Anita menghela napas panjang, dia benar-benar terkejut karena Elrangga tiba-tiba ingin kembali ke Australia untuk melanjutkan pendidikannya. Putra keduanya itu bahkan sudah mengurus paspor dan memesan tiket pesawat.Rasanya Anita ingin sekali menahan Elrangga agar tidak pergi ke Australia. Namu