Saat ku cermati lebih dekat ternyata mobil tersebut telah melaju dengan kencang. Akhirnya yang tertinggal hanya perasaan penasaran saja. Tapi mana mungkin juga Hariss bisa bersama Bu Janita sedangkan Bu Janita 'kan sudah tua. Maksudku sudah tante-tante. Tapi tidak ada kemungkinan juga sih kalau mereka punya hubungan persaudaraan misalnya. Brak!Satu hantaman tangan mendarat di bahuku. Sungguh aku terkejut dan segera menoleh pada arah tangan yang menepuk bahuku."Rojali! Apaan sih Lo bikin kaget gue aja. Ternyata Lo selain tukang bikin kesal Lo juga bikin gue jantungan. Hampir saja jantung gue copot. Seandainya jantung gue copot Lo mau tanggung jawab haaah!" gerutuku.Bagaimana tidak kesal orang sedang terdiam dia kagetkan begitu kasar."Lagian Lo gak ada kerjaan banget melamun di tepi jalan, gak sekalian aja di tengah jalan Lo biar keserempet sama becak atau kendaraan yang lainnya,""Suka-suka gue. Tubuh, tubuh gue. Mau dimana pun itu urusan gue," serangku balik."Jadi cewek Lo gak m
"Mak Dian kagak salah lihat Mak? Kenapa Emak bisa sama dia ke masjid bareng? Pantesan Dian barusan cariin Emak. Eh Emaknya kagak ada di dalam kamar. Dian pikir Emak di culik duda pirang, ternyata memang benar sama duda tapi bukan duda pirang melainkan duda burik," ledekku puas sembari cengengesan dengan puas kala di jalan tak sengaja berpapasan dengan Emak dan Juga Rojali, pria yang saat ini menjadi musuhku."Dian! Jaga mulutmu itu, kamu jangan suka menghina, apalagi bicara seperti itu, Den Jali tampan begini kamu bilang burik!" gerutu Emak tidak suka kala mendengar sang cucu meledek Rojali anak majikan Emak Jamilah."Mak belain aja terus dia!" tunjukku pada Rojali yang masih terpaku."Heh Lo janda sedeng, yang mukanya kaya jalan tol tapi sudah rusak. Kagak boleh belagu Lo, gue gini-gini lebih di sayang Emak di banding Lo!" lawan Rojali."Hah! Emak sayang sama Lo! Jangan mimpi Lo Jali, Emak sayang sama Lo sebab Emak hanya sebatas kerja di rumah Lo, gak lebih. Iya 'kan Mak?""Kalian ini
Ketika akan menempuh perjalan tak menjaga mata Bu Janita melirik sebuah motor yang terparkir di sebuah cafe."Itu sepertinya motor Jali? Ngapain dia berada di sini? Katanya mau berangkat kerja?"Beberapa pertanyaan muncul di benak Bu Janita dengan penasaran yang meninggi.Bu Janita pun turun dari mobil tersebut dan masuk mulai celingak-celinguk mencari keberadaan sang anak."Kenapa motornya ada disini sedangkan Jalinya tidak ada," gumam Bu Janita seraya masuk kedalam ruangan untuk mencari.Setelah melangkah lebih dalam lagi tak sengaja Bu Janita melihat Rindu sedang sibuk dengan ponsel di tangannya. Tapi terlihat sosok wanita itu sedang duduk sendiri. Namun minuman yang berada di meja ada 2 sudah pasti Rindu dengan seseorang.Bu Janita bersembunyi terlebih dulu sambil memastikan apakah Rindu janjian bersama Rojali atau hanya sekedar kebetulan.Namun setelah beberapa saat kemudian Jali Datang Di toilet, Rojali duduk di kursi berlawanan dengan arah Rindu.Jali mulai memegang tangan wani
"Dek kenapa menangis?" tanyaku ketika melihat anak kecil berumur tujuh tahun itu menangis histeris."Kak aku mau jajan tapi Ibu aku malah marahin aku habis-habisan, tadinya aku pengen beli cilok Kakak tapi Ibu tidak ngasih uang malah marahin aku," rengek anak gadis itu.Aku menghela nafasku begitu kasar. Ternyata di dunia ini masih ada ibu-ibu modal pelit begitu."Kalau Adek mau Kakak akan kasih tapi janji ya jangan nangis begitu. Kakak jadi pengen nangis juga lihatnya," bujukku pada sang anak.Aku bangkit dari jongkokanku untuk mengambil cilok lalu memberikan pada anak kecil yang menangis itu."Nih ciloknya, Kakak sudah bungkusin sekarang kamu jangan nangis lagi kalau kamu masih mau nanti minta lagi sama Kakak ya," kataku sambil menyodorkan 1 bungkus cilok pada anak kecil itu.Dia begitu sumringah kala mengambil cilok yang kuberikan. Kasihan sekali anak yang tidak berdosa itu, ia masih kecil tapi ibunya pelit sekali atau mungkin kagak punya uang kali . Kalau kagak punya uang jangan d
"Ini 'kan restoran mewah," ucapku sambil memperhatikan tempat yang sudah di janjikan oleh Haris.Ku perhatikan secara saksama dari luar, tempat yang sungguh mewah dan megah.[Sudah sampai belum, tinggal masuk sayang aku sudah siap memesan semua makanan untuk kita makan siang] kembali datang pesan dari Haris.[Aku sudah di luar, sekarang akan masuk] balasku diiringi emot love love.Tiada pilihan yang bisa ku pilih selain masuk ke dalam restoran yang pasti sudah Mahal harganya. Ruangannya pun bersih dan tempatnya pun juga terlihat mewah. Orang-orang yang sedang makan saja disini pada cantik dan juga rapi. Mereka sepertinya bukan orang biasa-biasa sepertiku.Semua penglihatan mata berpusat padaku kala aku hanya memakai baju kaos warna hitam pendek dan juga celana jeans panjang Sobek di daerah lutut.Dan hampir saja aku lupa kalau aku masih mengenakan topi yang setiap hari menemaniku berdagang.Duh malu juga, orang lain pada rapi dan bersih, aku malah kucel dan dekil kayak gini. Haris nga
"Nih Lo ngerjain semua kerjaan gue," pelayan tersebut menjatuhkan ember dan juga pel lantai di hadapanku."Lo bersihkan semua ruangan ini sebelum tamu PIP datang. Paham?!""Apa Lo gak salah?! Teras ruangan ini luas mana bisa gue ngepel buru-buru. Mana di rumah udah lama pula gue kagak ngepel. Sial banget sih hidup," keluhku terpaksa mau melaksanakan apa yang diperintahkan oleh pelayan itu.Aku menghela nafas yang terasa sesak di dada. Ku lihat dari ujung ke ujung ruangan ini memang cukup luas, mana bisa aku membereskan semua ini sendiri. Akan tetapi apalah daya, terpaksa tanganku mengulur untuk mengambil ember serta pel lantai.Rasanya pengen nangis mata ini, namun nyatanya nangis tak akan menyelesaikan masalah. Gini amat hidup, kenyangnya bareng sama Haris tapi capeknya aku juga yang harus nanggung, ah menyebalkan. Mana cilokku belum habis lagi, belum sempat ku jual, kalau Emak tau bisa habis aku di marahin nanti.Sedangkan ngepel disini mana beres 1 atau 2 jam.Setelah beberapa saat
"Ya ampun Dian kamu jam segini baru pulang?! Jam berapa ini sudah hampir tengah malam begini. Cewek dagang sampe jam segini!" gerutu Mak Jamilah ketika aku baru juga memarkirkan gerobak di halaman rumah.Sudah biasa aku selalu di gerutu kalau saja pulang terlalu malam-malam begini. Padahal 'kan cuma dagang, apalagi kalau seandainya hanya main-main biasa."Iya nih Mak cilok rada susah habisnya," jawabku sambil mencium tangan yang telah keriput itu.Walaupun bawel dan juga suka ceplas ceplos celetukannya tapi hanya dia yang bisa mengerti akan keadaan aku. Hanya nenek tua itu harta satu-satu yang berharga yang kumiliki di dunia ini. Entah apa jadinya kalau tanpanya."Lo masuk sekarang kita makan bareng sama Bu Janita di dalem," ajak Emak."Apa Bu Janita Mak?!""Iya Bu Janita dia kesini mau…""Mau apa?"Mau main saja sama Emak mau curhat katanya."Emang Mak Mamah Dedeh gitu mau curhat. Kalau Mamah Dedeh ia pantas, curhat dong mah, kalau sama Emak sama curhat dong Mak Jamilah, 'kan gak ena
"Rindu, kamu tau tidak kalau malam ini adalah malam yang palih indah untukku, malam yang selalu akan aku ingat di sepanjang masa, kamu tau gak kenapa?" ucap Rojali sambil mencuil dagu Rindu, wanita yang amat di cintainya itu, walaupun Rindu bersetatus istrii dari pengusaha tapi Rojali masih tetap mengejar wanita ini. Jika saja suaminya mengetahui mungkin geruji besi menjadi miliknya saat itu juga."Kenapa sayang?" tanyanya sambil menebar senyuman membuat Rojali dak-dik-duk tak karuan."Karena ratuku kini berada di hadapanku menemani malam yang sunyi serta kegelapan malam ini. Aku berharap selamanya kita selalu begini, selalu bersama walaupun status kamu saat ini menjadi istri orang, rasanya begitu mengiris hati, namun walaupun begitu aku akan tetap bejuang memperjuangkan orang yang sangat aku cintai," ungkap Jali penuh kasih sayang.Pria tampan ini amat mencinta wanita yang bernama Rindu, padahal dulu Rindu berkhianat demi lebih memilih pengusaha kaya raya itu.Rojali beranjak dari du