Keduanya pun langsung meluncur ke tempat tujuan. Jarak antara Jl. Jend. Sudirman dengan Alun-Alun Selatan agak sedikit jauh. Namun karena kondisi jalan saat itu tidaklah padat, maka tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Malam itu suasana kawasan wisata malam itu tidaklah terlalu padat, sehingga areal untuk duduk-duduknya masih sangat luas. Hal pertama yang dilakukan oleh Jasman dan Widya di tempat itu adalah naik odong-odong (mobil gowes yang dihias dengan lampu warna-warni). Widya begitu senang menaiki mobil itu, duduk di jog bagian belakang berdua dengan sang pengawal gantengnya. Ia merasa seperti sepasang pengantin baru. Ia menyandarkan tubuhnya di lengan Jasman.
Jasman membiarkannya, dan sekali-kali ia menoleh dan tersenyum kepada Widya. Pada
Di lantai atas itu hanya terdiri dari dua kamar dan satu ruang santai yang luas. Satu kamar tidur yang biasanya digunakan oleh pemiliknya untuk tidur siang, dan satunya kamar tidur yang telah diubah menjadi kamar perpustakaan. Sementara ruangan santainya mungkin juga sekaligus sebagai sejenis home theatredanmusicroom, juga ada di bawah layar terpampang sebuah TV flat yang lebar layarnya. Mungkin TV tipe 1080p. Lalu di tiap sudut kamar terpasangspeeker wooferyang disamarkan dengan warna ruangan yang warna merah maron. Di ruangan itu juga ada sebuah grand piano dengan merek yang hanya mampu dikoleksi oleh kalangan berkelas, tentunya. “Dik Jas duduk saja dulu ya, Mbak mau masuk ke kamar dulu. Bersih-bersih dulu,”ucap Widyanti. Satu cubitan kecil mendarat di pipi kiri sangbodyguardgantengn
Peristiwa itu pun terjadi untuk pertama kalinya di antara mereka berdua. Tanah yang telah cukup lama kering kerontang kini telah tercurahi hujan yang sangat lebat, air pun menggenang dan meluap. Widyanti benar-benar telah diajak oleh sangbodyguardtampannya hingga ke langit biru. Jasman bukan hanya tampan, namun juga perkasa. Ia laksana seekor kuda yang sangat kuat dan liar dengan tenaga yang prima. Seekor kuda blasteran kuda Sumbawa dan Kuda Pakistan yang tangguh. Widyanti dapat merasakan begitu jauh berbeda dari yang diperolehnya dari Galih Sugondo. Dari mantan suaminya itu ia lebih banyak hanyut dalam kekecewaan demi kekecewaan. Seolah-olah kekecewaan yang panjang itu langsung terbayar tuntas oleh Jasman hanya dengan sekali pacu! Dalam satu malam itu, ia benar-benar ia merengguk puncak kenikmatan demi puncak kenikmatan yang sulit untuk ia lukis
Jasman mencoba membesarkan hati wanita itu mengusap-usap pelan punggungnya dengan ibu jari kirinya, dan membiarkan lengan jaketnya basah oleh air matanya. "Mbak harus tetap tabah dan tegar, kendati terasa sangat berat. Kata orang bijak, hidup ini kombinasi dari dua hal yang saling bertentangan, antara bahagia dan derita, senyum dan tangis, suka dan duka. Dan setiap kita pasti akan merasakan saat-saat yang paling buruk dan saat-saat yang paling indah dalam hidup kita. Saya...memang belum pernah merasakan hidup berumah tangga, Mbak, namun sakitnya dikhianati itu mungkin pedihnya sama dengan kehilangan itu sendiri. Kehilangan seseorang yang kita cintai karena berpindah ke lain hati. Saya juga... pernah merasakan itu. Sakit sekali, memang." Jasman mengajak kembali Widya untuk duduk di tempat semula. "Memang, Dik Jas, Mbak rasa-rasanya kura
Ketika telah berdiri berhadapan dengan Galih Sugondo dan ketiga pengawalnya, wajah Jasman agak mendongak, menebarkan pandangannya ke segala penjuru, lalu berkata seolah-olah kepada angin yang sedang berhembus serta rerumputan yang digoyangnya, "Wah, sudah nambah jagoan satu lagi rupanya? Hahahae...Saya semakin merasa aneh saja, ya? Kok, masih ada saja manusia aneh yang bertingkah seperti orang dungu demi mengejar wanita yang justru sangat membencinya." "He, bocah sombong!" bentak Galih Sugondo, pitamnya langsung naik ke ubun-ubunenya. "Saya peringatkanyou, jangan ikut campur urusan saya. Saya..." "Oh, tidak bisa!" potong Jasman dengan suara yang tak kalah tingginya sembari menegakkan telunjuk tangan kanannya ke depan. "Nyonya Widya sekarang adalah tuan saya! Artinya, keselamatan beliau menjadi tanggung jawab saya! Sama persis yang
Serangan demi serangan terus dilakukan oleh Galih Sugondo dan ketiga pengawalnya kepada Jasman. 'Hadiah' tamparan yang barusan diterimanya tak membuat mereka kapok dan mengurungkan serangannya. Mungkin karena tak ingin jadi pecundang dan pengecut, keempatnya pun seolah-olah tak merasakan bilur bekas tamparan dari si pemuda pada pipih mereka. Menyaksikan perlawanan yang tak seimbang dari segi ketinggian ilmu beladiri, justru menjadikan pertunjukan itu sama sekali tak menegangkan. Yang ada penonton terus menderaikan tawa mereka dengan lepas. Ketegangan benar-benar telah berubah menjadi ajang kontes tawa. Dan lagi-lagi tawa riuh penonton pecah ketika suatu momen Jasman berhasil melakukan sebuah gerakan aneh dan demikian cepat dengan melemparkan tubuhnya ke belakang, dan tau-tau ia menghantam. Tubuh sang Big boss pun harusnya akan jatuh tergeletak jika ia tak ditahan. Malu dan gusar ma
Tongkat baseball terlempar dari tangan Galih Sugondo bersamaan dengan suara jeritannya yang tinggi. Wajahnya meringis menahan sakit yang sangat pada tangan kanannya. Ternyata beberapa jemari tangan kanannya mengalami keretakan akibat sabetan keras ikatan pinggang kulit tebal Jasman. Terpaksa ia menjinjing tangannya itu. Saking jengah perasaannya, Jasman tak ambil peduli dengan apa yang dirasakan oleh laki-laki yang berusia nyaris seteng baya itu. Ia belum menghentikan serangannya. Sabetan-sabetan dengan ikat pinggang kulitnya masih terus ia lakukan, menyasar bagian-bagian tubuh lain Galih Sugondo: lengan, pinggang, pundak, punggung. Dan titik terakhir yang yang dihajar oleh Jasman adalah pantat besarnya. Bukan hanya sekali Jasman menyabetkan ikat pinggangnya pada tempat itu, tapi berkali-kali.
Widya terdiam sesaat, mencoba memahami ucapan Jasman yang terakhir, sebelum berkata, "Oh ya Dik, kejadian tadi Mbak videokan, lho." Ia memperbaiki posisi duduknya, lalu membuka video hasil rekaman di hapenya, dan memperlihatkannya pada Jasman. "Ini Dik..." Jasman hanya meliriknya sesaat lalu berkata, "Mbak kirim ke WA saya, ya? Ntar di paviliun saya lihatnya." "Ok, Say...!" Lagu "Lady " dari Kenny Rogers mengalun indah dari sound system mobil: Lady, I'm your knight in shining armor and I love you You have made me what I am and I am yoursMy love, there's so many ways I want to say "I
Melihat kondisi sahabat diperlukan sedemikian itu, emosi Jasman langsung naik ke ubun-ubunnya. Darahnya terasa mendidih. Tulang di kedua rahangnya bertonjolan akibat geram yang sangat. Tangan kanannya pun ia kepalkan kuat-kuat. "Apa-apaan ini!?" Jasman langsung meninggikan suara. "Kenapa sahabat gua kalian perlakuan seperti itu?! Dia telah melakukan kesalahan apa terhadap kalian, hah!! Siapa yang bernama Doni!!"Salah seorang dari dua pemuda kembar yang bertahi lalat di bawah mata bertepuk tangan beberapa kali, dan berkata, "Perkenalkan, gua yang bernama Doni, dan kembaran gua ini Deni. Terima kasih karena lu sudah mau datang. Oh ya, teman lu itu tak punya salah atau pun urusan apa-apa dengan kami, dia hanya barang sandera saja supaya lu bisa datang ke mari!" "Manusia lu bilang barang