Share

BAB 4 status w******p

“Alhamdulillah cucuku sudah lahir, di mana mereka sekarang?”, tanya bu Ismi dengan wajah sumringah. Satrio bingung menjawabnya karena dia sendiri belum tahu di ruangan VIP mana Miranti di rawat.

“E nanti kita cari bersama sama di mana cucu ibu di rawat yang jelas diruang VIP”, jawab Satrio sambil tersenyum. Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit menuju bagian informasi untuk menanyakan di ruang mana Miranti dan anaknya di rawat.

“Maaf suster untuk pasien bernama ibu Miranti berada di ruang apa ya?” tanya Satrio pada petugas yang ada.

“Oh sebentar ya pak saya lihat dulu “, jawab suster itu kemudian membuka buku besar di hadapannya.

“Ibu Miranti pasien paska melahirkan berada diruang VIP Flamboyan 2”.

“Terima kasih sus”, ucap Satrio kemudian mengajak bu Ismi untuk segera menuju ruangan tadi. Sepanjang perjalanan menuju ruangan rawat Miranti bu Ismi tidak banyak bicara, beliau lebih banyak diam dan menunduk seakan ada beban berat yang dia tanggung.

“Maaf bu, suami Miranti kok ngga kelihatan ke mana?” tanya Satrio penasaran. Mendengar pertanyaan Satrio bu Ismi mendongak dan menatap Satrio kemudian menghela napas.

“Radite ada di rumah mungkin besok pagi dia ke sini”, jawab bu Ismi dengan hati gundah dan gelisah.

“Harusnya dia tahu istrinya melahirkan langsung datang kok malah ibu yang repot”, Satrio mencecar pertanyaan demi pertanyaan pada bu Ismi membuat wanita tua itu mendesah.

“Jujur saja bu, apa hubungan mereka tidak baik baik saja?” tanya Satrio penasaran.

“Sejujurnya iya, sejak di keluarkan dari perusahaan saat setelah menikah dengan Miranti, Radite belum dapat kerja. Untuk memenuhi kebutuhan kami menggunakan uang tabungan Miranti, sehingga di saat melahirkan seperti ini kami tidak memiliki tabungan. Tapi untunglah kemarin saya berhasil pinjam sama bu Yola sebanyak lima juta untuk persiapan lahiran. Kira kira uangnya cukup ngga yah sedangkan Miranti di rawat di ruang VIP”, kata bu Ismi lirih sambil menunduk.

“Bu Yola itu siapa, saudara ibu?” tanya Satrio menghentikan langkahnya dan menatap bu Ismi sambil memegang bahu wanita tua itu.

“Bukan tapi rentenir di kampung kami, ibu terpaksa pinjam sama dia”, jawab bu Ismi merasa bersalah.

“Bu nanti pulangnya uang itu ibu kembalikan saja, biaya lahiran sudah dibayar semua.Kalau pijam sama rentenir itu bunganya besar dan mencekik nanti hidup ibu tidak tenang, belum lagi mikir uang kontrakan dan kebutuhan hidup sehari hari.Kalau bisa ibu nasehati anak ibu agar cepat cepat cari kerja semua itu tanggung jawab suami Miranti bukan tanggung jawab ibu”, ucap Satrio sambil mengelus bahu bu Ismi. Namun ucapan dan perlakuan Satrio membuat bu Ismi menitikkan air mata.

“Lho ibu mengapa menangis, apa omongan saya bikin ibu tersinggung?” tanya Satrio bingung. Bu Ismi cepat cepat mengusap air matanya dengan lengannya dan menatap mata Satrio.

“Nak Satrio itu apanya Miranti, saudaranya?” tanya bu Ismi lagi. Satrio tertawa lirih mendengar pertanyaan bu Ismi, namun dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau dia orang yang sampai saat ini mengharapkan Miranti, menantunya.

“Oh saya dan Laura teman kuliahnya, kami sudah lama berteman semenjak masih sama sama SMA”, jawab Satrio kemudian mengajak bu Ismi untuk meneruskan langkahnya.

“Oh teman, nak Satrio ibu bisa minta tolong?’ tanya bu Ismi dengan tatapan memelas.

“Minta tolong apa bu?” Satrio menghentikan langkahnya kembali dan menatap wajah sendu wanita itu.

“Nanti kalau Miranti sudah sehat dan bisa beraktivitas kembali ajak dia kerja, biar ada hiburan, nanti biar aku yang merawat bayinya saat Miranti kerja”, permintaan bu Ismi membuat Satrio melotot.

“Kok ibu ngomong begitu, bukannya yang harus kerja itu Radite suaminya Miranti?”.

“Apa yang bisa diharapkan dari anak itu sekarang kerjanya cuma luntang lantung dan mabuk mabukan saja”, ucap bu Ismi lirih.

“Astaghfirullah”.

“Ibu pengin Miranti kembali ceria bertemu dengan teman temannya.Dia itu wanita cerdas ulet dan juga cantik pasti banyak perusahaan membutuhkan orang seperti dia”, tambah bu Ismi.

“Kalau itu permintaan ibu, ibu ngga usah khawatir masalah itu gampang”, Satrio kembali meyakinkan mertua Miranti.

“Assalamualaikum”, ucapan salam membuat Laura bergegas membukakan pintu ruang rawat yang ditempati Miranti.

“Satrio dari mana saja, kok bareng sama ibu?” tanya Laura heran melihat mereka bersama.

“Alhamdulillah, selamat Miranti kamu sekarang sudah menjadi ibu, mana cucuku?” sapa bu Ismi sambil mencium kening menantunya.

“Makasih bu, terima kasih atas semua yang ibu lakukan pada Mira,cucu ibu perempuan tuh ada di box sedang tidur”, kata Miranti memeluk mertuanya sambil berurai air mata. Bu Ismi mendekati box bayi dan mengangkat bayi yang berada disana kemudian mendekati menantunya sambil menciumi pipi bayi tersebut.

“Cantik sekali cucu nenek”,kata bu Ismi. Laura yang dari tadi memperhatikan interaksi mereka tidak mensia sia kan moment itu dia mengabadikan melalui ponselnya. Satrio yang penasaran ikut mendekat dan berdiri disamping Miranti. Bu Ismi meletakkan bayinya disamping Miranti.

Tak ingin melewatkan moment itu Laura kembali mengabadikan kejadian itu melalui ponselnya dan mengunggahnya di status w******p.

Baru saja ponsel itu dimasukan dalam tas, terdengar notifikasi pesan masuk berulang ulang.

Laura duduk kembali di sofa yang tersedia sambil membuka ponselnya. Benar saja banyak teman teman yang bertanya tentang status yang aku unggah bahkan mami Yuliana langsung menelponnya.

Kriing

“Astaga, aku lupa kalau mami juga melihat statusku, gimana ini”, gumam Laura panik. Melihat sikap dan tingkah sahabatnya Satrio mendekati dan bertanya.

“Kenapa lo kok panik?” tanya Satrio penasaran. Laura tidak langsung memjawabnya tapi malah menarik tangan Satrio keluar ruangan.

“Gawat Sat,aduh kenapa aku bisa lupa dasar ceroboh” Laura ngomong sendiri.

“Ada apa kok panik begitu?” tanya Satrio lagi.

“Sebentar aku terima telepon dulu lo diam jangan bersuara”.

“Halo mami apa kabar,” Laura mulai berbasa basi.

“Kabar mami baik, Laura sekarang dimana?” tanya Mami Yuliana

“E.. aku sedang cuti keluar kota emang kenapa Mi?” tanya Laura berbohong.

“Itu di status w******p kamu Miranti kan, gimana kabar dia nak, mami rindu sekali, tolong kalau kamu sudah balik ke Jakarta temui tante, ada yang ingin tante omongin sama kamu”, isak tangis mami Yuliana terdengar sangat memilukan.

“Iya mami kami akan secepatnya menemui mami, udah dulu mi nanti kita sambung lagi”, Laura mengakhiri sambungan teleponnya. Satrio yang mendengar dengan jelas kaget dan melongo.

“Gimana ini Sat padahal aku sudah menyembunyikan keberadaan Miranti dari keluarganya selama ini”, keluh Laura. Satrio diam sejenak memikirkan solusi dari permasalahan yang Laura hadapi.

“Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi, agar mami Yuliana tahu kondisi anaknya.Dan jika Mami akan menjemput Mira, itu lebih baik.”

“Maksud kamu?” tanya Laura tidak mengerti arah pembicaraan Satrio.

“Tadi bu Ismi sudah cerita banyak, kalau suaminya Miranti, si Radite itu..” Satrio tidak meneruskan ucapannya melihat bu Ismi keluar.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status