Beranda / Romansa / JANGAN PERGI BUNDA / BAB 3 Masuk Rumah Sakit

Share

BAB 3 Masuk Rumah Sakit

Penulis: Malica
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-20 21:10:26

“Aauuw sakit”, jeritku saat perut terasa melilit. Ibu dan Laura langsung berlari ke kamar.

“Kamu kenapa nak, sakit?” tanya ibu mertuaku melihat keadaanku. Aku mengangguk sambil meringis menahan sakit keringat sudah membasahi seluruh tubuh dan dahiku.

“Ranti kita ke rumah sakit sekarang ya”, kata Laura meringis seolah ikut merasakan apa yang aku rasakan. Laura memegang tanganku dan memeluk pinggangku membantuku berjalan tapi tetap saja kesulian karena aku sulit untuk berdiri. Satrio yang berdiri diambang pintu langsung sikap meraih pingang dan mengangkat tubuhku. Aku tak kuasa menolak karean kondisi darurat.Laura berlari membukakan pintu mobil. Ibu menenteng tas berisi perlengkapan bayi mengikuti dari belakang.

“Ibu masuk dulu biar miranti tidur dipangkuan ibu”, kata Laura merebut tas yang dibawa bu Ismi dan mempersilahkan perempuan itu masuk mobil lebih dulu. Kemudian Laura menutup pintu dan duduk disamping Satrio yang menyetir. Mobil melaju dengan kencang menembus kegelapan malam, jalanan yang sepi membuat laju mobil bisa lebih cepat. Dalam waktu kurang dari setengah jam mobil sudah sampai di depan rumah sakit.

“Sus tolong sus ada pasien mau melahirkan”, teriak Laura pada suster yang lewat. Suster itu langsung mengambil brankar kemudian mendorongnya mendekati mobil.

Satrio masuk dan kembali menggendong tubuh Miranti kemudian dengan hati hati membaringkan di atas brankar.

Sambil menahan rasa sakit yang teramat sangat Miranti menggenggam erat tangan Satrio sambil memejamkan mata. Laura yang melihat kejadian itu tersenyum simpul menatap Satrio yang tidak sengaja sedang memandang ke arah Laura. Sedangkan bu Ismi berjalan cepat mengikuti langkah mereka sambil menenteng tas besar berisi perlengkapan bayi.

“Bapak ibu tunggu disini pasien akan di tangani tenaga medis”, kata Suster menghalangi langkah kami untuk masuk.

“Silahkan bapak masuk temani istri bapak beri dia semangat”, kata suster lain sambil menarik tangan Satrio masuk ruang bersalin. Satrio bingung tapi tidak bisa menolak. Akhirnya dia masuk ke dalam ruang bersalin.

Laura yang melihat hanya geleng geleng kepala sambil memberi kode jempol pada Satrio.

Sementara bu Ismi baru sampai dengan napas terengah engah. Wajahnya penuh keringat.

Bapak duduk didepan kepala ibu, genggam tangannya untuk memberi semangat jangan lupa berdoa agar prosesnya di mudahkan”, kata dokter yang menanganinya. Dengan tubuh gemetar Satrio mengenggam tangan Miranti, seumur umur baru kali ini dirinya menemani orang lahiran.

“Mimpi apa aku semalam”, batinnya.

“Aakhh sakit”, pekik Miranti kesakitan. Tangannya mencengkeram kuat ke tangan Satrio membuat Satrio meringis kesakitan.

“Sakit… sakit mas”, rintih Miranti dengan mata terpejam. Naluri Satrio mulai tergerak dia mencium pipi Miranti dan membisikkan kata kata semangat dan juga doa di telinga Miranti membuat Miranti lebih tenang dan bisa mengikuti arahan dokter.

“Sabar sayang, aku disini bersamamu”, bisik Satrio di telinga Miranti.

“Mas…” erang Miranti membuat bulu kuduk Satrio merinding. Bukan apa apa hanya saja merasa kasihan pada nasib orang yang di cintainya. Disaat dia membutuhkan kehadiran suaminya dia malah mabuk mabukan sampai tidak sadarkan diri.

“Ibu dengarkan arahan saya ya, tarik napas keluarkan pelan pelan. Mulai satu dua tiga

“Tarik hembuskan, tarik hempuskan terus…”, kata Dokter memberi arahan.

“Aaakh sakit”, erangnya lagi.Satrio kembali memposisikan diri sebagai suami. Dia duduk dibelakang kepala Miranti dan meniupnya dengan lantunan doa kemudian mencium pucuk kepalanya. Melihat keadaan Miranti Satrio menitikkan air mata.

“Ayo bu sedikit lagi kepala bayinya sudah kelihatan”, kata dokter yang menanganinya.

“Semangat sayang , sedikit lagi”, bisik Satrio di telinga Miranti.

“hah.. hah hah

“Saya kasih aba aba hitungan ke tiga mulai ngejan”, kata dokter lagi.

“Satu.. dua… tiga.

“Hah hah hah Allahu akbar!”, teriak Miranti sekuat tenaga.

Oooeeek.. ooeek”, tangis bayi menggema memecah keheningan.

“Alhamdulillah, selamat ya putrimu sudah lahir cantik seperti bundanya”, kata Satrio mencium pucuk kepala Miranti. Miranti baru menyadari kalau yang berada disampingnya saat ini adalah Satrio bukan suaminya.

“Satrio.. kau”,Miranti melotot melihat keadaan Satrio yang acak acakan. Bajunya basah keringat dan tangannya berdarah dicengkeram Miranti.

perlahan Miranti melepas genggaman Satrio sambil membuang pandangan ke arah lain.

“Tersenyum dong, kau sudah menjadi seorang ibu,putrimu sangat cantik”, bisik Satrio di telinga Miranti, Miranti menoleh dan tersenyum ke padanya.

“Selamat ya pak bu, bayinya perempuan cantik seperti ibunya, oh ya pak ini bayinya di adzani”, Suster menyerahkan bayi yang sudah bersih dan cantik ke tangan Satrio.Laki laki itu dengan sigap menerima dan mengadzani. Setelah selesai membaringkan disamping Miranti.

“Terima kasih kau ada untukku saat aku membutuhkan orang yang mengsupport aku”, ucap Miranti menatap wajah Satrio. Laki laki yang masih mengharapkan Miranti itu tersenyum dan mengangguk.

“Silahkan bapak keluar dulu, ibu mau dibersihkan dan dibawa ke ruang rawat”, kata suster yang menanganinya.

Satrio keluar dengan langkah gagah dan penuh percaya diri,ada kebahagian tersendiri bisa menemani orang yang dicintai disaat saat sulit. Dia membuka pintu dn tersenyum pada Laura yang sudah menunggunya didepan pintu.

“Gimana Ranti?” tanya Laura tidak sabar, Satrio tidak mengubris pertanyaan Laura, dia bergegas menuju kursi tunggu yang tersedia. Kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya disana. Laura yang penasaran mengikuti dan menyerangnya dengan berbagai pertanyaan

“Gimana keadaan Ranti kampret!, ditanya kok malah senyum senyum”, ucap Laura kesal.

“Alhamdulillah udah lahir dengan selamat, bayinya perempuan cantik kaya bundanya, aku bangga dan bahagia bisa menemaninya disaat saat sulit”, kata Satrio matanya menatap plafon rumah sakit sedangkan pikirannya travelling ke mana mana sambil bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.

“Hai sableng,kumat lo”, kata Laura menonjok bahu sahabatnya. Satrio tertawa melihat tingkah kocak sahabatnya.

“Ibu mertuanya kemana?” tanya Satrio mencari keberadaan bu Ismi.

“Tadi pamitnya sih ke mushola:, jawab Laura santai. Matanya lebih fokus pada pasien yang baru keluar dari ruang bersalin.

“Ranti” panggilnya kemudian berjalan mengikuti pasien membawa brankar menuju ruang rawat inap. Setelah masuk ruang rawat biasa Satrio berlari mengejar suster yang menangani tadi.

“Sus, maaf sebaiknya pasien ditempatkan dikamar VIP saja”, kata Satrio dengan napas memburu mengejar langkah suster.

“Tapi pasien meminta ruang rawat yang biasa”, kata suster menjelaskan.

“Pindahkan saja ke ruang VIP aku yang bertanggung jawab”, kata Satrio kemudian berlari ke ruang administrasi untuk menyelesaikan pembayaran. Suster bergegas kembali ke ruangan tadi dan memindahkan pasien ke ruang VIP.

“Mengapa dipindah sus?” tanya Laura pada suster jaga.

“Suaminya meminta pasien dipindahkan ke ruang VIP”, kata suster kemudian mendorong brankar ke ruang VIP.

“Suami?, mas Radite datang yah”, tanya Miranti pada Laura. Laura hanya mengedikkan bahu.

“Mungkin atas permintaan Satrio, mereka mengira dia suamimu, makanya dia disuruh masuk menemanimu saat lahiran”, kata Laura tersenyum membuat Miranti tersipu malu.

Pulang dari bagian administrasi Satrio bertemu dengan bu Ismi yang sedang berjalan gontai dikoridor rumah sakit.

“Bu, Miranti sudah lahiran dengan selamat, bayinya perempuan cantik”, kata Satrio terlihat ikut bahagia.

“Alhamdulillah cucuku sudah lahir, dimana mereka sekarang?”

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 45 Masa lalu bu Miranti

    “Iya bi, memangnya ada apa kok bi Idah kaget,” tanya suster Lina heran. “Oh ngga, sudah sana di tidurkan dulu non Desy nya nanti kita ngobrol lagi,” kata bi Idah kemudian meneruskan menyapu halaman. Suster Lina bergegas membawa Desy ke kamarnya setelah memastikan keadaan anak majikannya aman suster Lina keluar lagi menemui bi Idah. “Ada apa bi Idah bikin penasaran saja,” tanya suster Lina sambil menepuk bahu bi Idah yang sedang menyapu. Bi Idah tidak menjawab melainkan meneruskan pekerjaannya setelah selesai baru menarik tangan suster Lina menuju bangku di taman samping rumah. “Sini ada yang ingin aku sampaikan,” Suster Lina menurut saja kemudian duduk di samping bi Idah. ‘Cepetan dong bi nanti keburu Desy bangun,” gerutu suster Lina tak sabar. Bi Idah menarik napas dalam dalam kemudian baru memulai ceritanya. “Kata bu Ismi, Desy itu bukan anak pak Ricard, tapi anak dari Radit anaknya bu Ismi. Entah gimana ceritanya saya kurang tahu tapi bu Ismi ingin sekali bi

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 44 Pertanyaan mengejutkan dari Desy

    “Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 43 Pak syukur bebas

    “Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 42 Nenek?

    “Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 41 Miranti ngidam

    Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 40 Titipan Bahrudin pada Pardi

    Pardi menatap Radit tak berkedip, dengan pandangan menyelidik membuat Radit merasa risih. “Benar pak, saya menikah dengan Suharti anak satu satunya pak Bahrudin, karena dia sedang hamil jadi Suharti tidak ikit ke sini,” jawab Radit meyakinkan Pardi. “Begini pak, pak Bahrudin memberikan kunci cadangan pada saya karena setiap hari saya yang di tugaskan untuk merawat dan membersihkan villa ini. Apalagi pak Bahrudin jarang sekali ke sini. “Saat ini bapak ada masih ada di villa kan, bisa antar saya ke dalam villa menemui bapak?,”tanya Radit. Pardi geleng geleng kepala sabil kebingungan. “Lho bukannya bapak dari kemarin berada di villa itu?” tanya Radit dengan dahi mengernyit. “Bapak sudah pergi dengan dua orang anggota polisi yang menangkapnya kemarin,sebelum bapak pergi bapak menitipkan amplop coklat berukuran besar dan tebal.” “Isinya apa pak, dan mana amplop itu?,” berondong Radit penasaran. “Kalau isinya saya tidak tahu, tapi sebentar saya ambilkam amplopn

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 39 Rahasia yang terpendam

    “Harti, ada apa dia menelpon?” gumam Radit sambil berjalan keluar dari ruang ATM, kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima telpon. “Halo dek, ada apa ?” tanya Radit pura pura tidak tahu padahal dia sudah menduga kalau istrinya menanyakan keberadaannya. “Kamu di mana mas, udah sampai?” jawab Harti dengan nada cemas. “Aku belum sampai di kota Tegal, mobil yang ku pakai tiba tiba mogok padahal baru saja aku isi bahan bakar full,” ucap Radit mencari alasan. “Gawat mas, bapak ke tangkap polisi .” kata Harti panik. “Kok bisa lha wong saya saja belum ketemu bapak,ini saya sedang ke Tegal setelah memperbaiki mobil di bengkel,”ujar Radit lagi. “Terus gimana ini, apa mas Radit balik lagi aja lagian percuma kalau di teruskan ke Tegal bapak sudah di bawa ke Jakarta.” Kata Harti nada putus asa. “Ngga dek, mas lanjutkan ke Tegal ke villa, kamu jangan percaya berita itu dulu siapa tahu hoax,sebelum mas tahu kenyataannya di villa,” jawab Radit kemudian mematikan sam

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 38 Tertangkapnya Bahrudin

    Bapak… ,” Suharti tidak melanjutkan ucapannya dia ragu untuk menyebut di mana keberadaan bapaknya padahal dia tahu persis di mana bapaknya bersembunyi. “Dek, kenapa ragu dan bingung, kalau dek Harti mengatakan di mana keberadaan bapak siapa tahu mas bisa membantu melindungi bapak dari kejaran polisi,” ucap Radit sambil mengelus rambut panjang istrinya. Sejenak Harti menatap suaminya meminta kepastian. “Iya apa kamu ngga percaya sama suamimu sendiri?” ucap Radit untuk meyakinkan istrinya. Padahal dalam hati dia bersorak gembira karena tanpa bersusah payah mencari keberadaan Bahrudin mertuanya ,Suharti sudah menunjukkan persembunyiannya dan Radit tinggal lapor polisi. “Bapak ada di vila di Guci,” jawab Harti tanpa rasa curiga sedikitpun mengatakan yang sejujurnya dia berharap suaminya bisa menolong menyelamatkan bapaknya dari kejaran polisi. “Hah di villa, alamatnya?, biar aku kesana besok.,” Radit menyakinkan kembali pada istrinya. “Villa ASRI mas, itu Vila mili

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 37 Penyelidikan polisi

    “Halo apa?...” Radit panik dan langsung berganti baju kemudian mengambil kunci mobil kembali. “Mas mau kemana, katanya mau makan?” tanya Suharti bingung melihat suaminya panik setelah menerima telpon. “Mas makannya nanti saja ada hal urgent yang harus di tangani, Mas pergi dulu ya,” Radit bergegas keluar kemudian membuka mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat. “Ada apa sebenarnya suamiku itu, telepon dari siapa ya?” gumam Suharti penasaran.Setelah menerima telepon dari kepolisian bahwa pak syukur keracunan makanan, Radit langsung meluncur menuju Rumah sakit . Sampai di sana banyak polisi yang berjaga jaga. “Selamat siang pak, bagaimana keadaan bapak saya?” tanya Radite pada polisi yang berjaga. “Bapak anda selamat dan sudah melewati masa kritisnya, sekarang sedang beristirahat dengan penjagaan yang ketat.” Kata polisi yang berjaga di depan pintu. “ Oh ya pak Radit, dari hasil penyelidikan ada orang yang sengaja menitipkan makanan pada pak Syukur dan set

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status