Share

BAB 5 Pulang

Satrio tidak melanjutkan ucapannya karena melihat bu Ismi keluar dan berjalan mendekati mereka berdua.

‘Sudah larut malam kalian pasti capek, istirahatlah”, kata bu Ismi. Kami masuk kembali dan duduk bersandar di sofa yang ada. Laura di sebelah utara sedangkan Satrio di sebelah selatan. Dalam hitungan detik mereka sudah mendengkur, mungkin capek setelah membantu mengurus Miranti lahiran. Miranti juga memejamkan mata sambil memeluk bayinya. Sementara hanya bu Ismi yang masih terjaga. Beliau sedang sholat.

Esoknya Satrio bangun lebih dulu,karena mendengar bayi Miranti menangis. Dia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian mendekati tempat bayi itu dan menggendongnya.

Sambil menimang bayinya dia berjalan memutari ruangan sambil bersenandung lirih. Mata bayi mulai terpejam lagi, kemudian dia meletakkan bayi itu di dalam box.

Jam menunjukkan pukul enam pagi, Satrio bergegas keluar untuk mencari makanan untuk sarapan pagi. Dia menyusuri jalanan di depan rumah sakit dan membeli lima bungkus bubur ayam. Sampai di rumah sakit semua sudah pada bangun, Miranti sedang belajar menyusui anaknya dibantu bu Ismi dan Laura.

“Assalamualaikum “ Satrio mengucapkan salam sambil masuk menenteng lima bungkus bubur ayam.

“Stop disitu saja, taruh di meja dan kamu keluar”, perintah Laura mencegah Satrio masuk.

“Lho kenapa?” tanyaku heran.

“Jangan ngeyel ini moment terlarang, jadi kamu ngga boleh lihat”, Laura mendorong tubuh laki laki itu keluar dan menutup pintu bahkan menguncinya. Dia juga memaklumi keadaan yang ada sehingga menurut saja untuk menunggu diluar. Setelah hampir lima belas menit menunggu, Laura keluar.

“Kamu udah sarapan?, tanya Laura pada Satrio . Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Ayo sarapan keburu buburnya dingin”, ujarnya sambil menarik tangan sahabatnya masuk. Laura memberikan bubur pada Miranti dan juga bu Ismi agar mereka juga sarapan. Sementara Laura dan Satrio juga sedang menikmati sarapannya.

Jam tujuh lewat suster datang memeriksa pasien dan juga bayinya.

“Gimana keadaan pasien dan bayinya sus, apa sudah boleh pulang”, tanya Laura pada Suster yang bertugas.

“Pasien dan bayinya dalam kondisi sehat, tinggal masa pemulihan pasca melahirkan. Nanti siang setelah pemeriksaan dokter juga sudah bisa pulang”, kata suster yang bertugas.

“Alhamdulillah,” ucap Miranti dan juga bu Ismi, namun wajah Miranti terlihat murung. Kemudian dia memanggil Laura untuk mendekat.

“Lau, sini”, Miranti melambaikan tangan, Laura yang sedang asyik ngobrol dengan Satrio langsung mendekat ke ranjang tempat Miranti berada.

“Bisa minta tolong jualkan perhiasanku untuk biaya administrasi rumah sakit?” tanya Miranti lirih. Namun masih tetap terdengar oleh bu Ismi dan Satrio yang berada di ruangan itu.

“Hah perhiasan, kenapa mesti di jual?”.

“Please aku butuh sekali”, katanya dengan wajah memelas.

“Miranti, biaya rumah sakit sudah dibayar sama Satrio, kamu tidak perlu memikirkan itu lagi. Simpan saja perhiasanmu suatu saat jika kamu membutuhkan baru kamu jual”, kata Laura berbisik.

“Tapi aku juga butuh untuk kebutuhan kami sehari hari”, ucap Miranti tetap ngotot.

“Ok kamu butuh uang berapa aku ambilkan sekarang”.

“Tapi Lau, aku tidak ingin merepotkan kalian, kalian datang saja aku sudah merasa tidak enak.”, kata Miranti lirih dengan wajah sedih.

“Kalau kamu ngga mau merepotkan kami sahabatmu, kamu mau minta tolong siapa?, suamimu?, dia yang kau puja ngga bisa diandalkan, buktinya disaat darurat seperti ini dia ngga memikirkan diri kamu Ranti?” kata Laura penuh emosi. mendengar ucapan Laura membuat wajah bu Ismi semakin tertunduk.

“Ok aku pinjam uang kamu nanti kalau aku sudah ada uang aku ganti”, kata Miranti akhirnya menyerah dengan keputusan Laura.

“Berapa yang kamu butuhkan?” tanya Laura sebelum melangkah pergi.

“Lima juta saja”.Laura langsung bergegas keluar sambil menarik tangan Satrio.

Miranti sedang menimang anaknya sambil mengajaknya bicara, tiba tiba Radite datang.

Dia langsung memeluk Miranti dan mencium keningnya. Kemudian mengambil bayi dalam gendongan istrinya.

“Maaf ya nak, ayah baru bisa datang menjengukmu”, ucap Radite pada anaknya yang masih bayi.

“Kenapa kamu baru datang, kemana saja kamu!”, benak bu Ismi pada anaknya.Namun Radite tidak mengubris omongan ibunya, dia masih asyik mengamati anaknya.

“Bapak macam apa kamu ini, di saat istrimu berjuang menyambung nyawa demi melahirkan anakmu malah kamu tidak ada,malah justru orang lain yang setia menemani”. Belum selesai bu Ismi ngomong tiba tiba masuk Laura dan Satrio.

“Oh bapaknya sudah datang,Syukur deh masih ingat sama anaknya”, sindir Laura sinis. Radite sudah mengenal Laura semenjak masih berpacaran dengan Miranti. Dan Laura orang kedua yang menentang keras hubungan sahabatnya dengan Radite setelah papinya Miranti.

“Ada urusan apa kamu disini?,” bentak Radite pada mereka berdua membuat Laura semakin meradang.

“Kamu tanya ada urusan apa?,kami ada untuk Ranti, sedangkan kamu, dimana kamu selama istrimu membutuhkan. Kau janji akan membahagiakan dia tapi nyatanya apa?, justru kau membuat dia semakin menderita dasar pecundang”, kata Laura geram tangannya mengepal kuat.

“Jangan sok tahu kamu, dan jangan ikut campur urusan keluargaku”, ancam Radite.

“Sudah sudah kenapa malah kalian bertengkar”, teriak Miranti sambil terisak.

“Taruh anak itu dalam box dan keluar kamu dari sini!, kehadiranmu hanya bikin runyam suasana”, hardik bu Ismi pada anaknya. Radite yang tidak pernah mendengar suara keras ibunya heran dan melongo kemudian langsung pergi meninggalkan ruangan itu.

“Maafkan aku, aku tidak mau kamu disakiti terus olehnya”, kata Laura kemudian memeluk tubuh lemah Miranti. Miranti semakin terisak di dalam pelukan sahabatnya.

“Ini uangnya simpanlah dan gunakan dengan sebaik baiknya kalau sudah habis kamu hubungi aku lagi dan ibu, kembalikan uang yang ibu pinjam pada rentenir itu,agar tidak menambah beban Miranti”, kata Laura tegas.

“Ibu pinjam uang pada bu Yola untuk apa?” tanya Miranti kaget. Bu Ismi hanya bisa menunduk.

“Rencananya untuk biaya lahiran kamu sisanya unuk kebutuhan kita sehari hari, tapi ternyata semua biaya sudah ditanggung sama Satrio jadi nanti ibu kembalikan uang itu lagi”, jawab bu Ismi ketakutan.

“Terima kasih ibu sudah berkorban sejauh ini demi Miranti”, kata aku sambil mengenggam tangan mertuaku dan menciumnya.Bu Ismi hanya tersenyum.

Dokter datang untuk memeriksa pasien sebelum kepulangannya.

“Gimana dok, sudah boleh pulang?” tanya Laura pada dokter yang memeriksa.

“Boleh tapi tebus obatnya dulu nanti tiga hari kontrol lagi”, kata dokter kemudian berlalu keluar dari ruangan rawat.

“Mir, aku antar kamu pulang setelah itu aku juga pamit pulang kembali ke Jakarta. Ngga enak udah bolos kerja beberapa hari nanti kalau waktunya kontrol aku kesini lagi”. Kata Laura.

“Iya makasih sekali sudah ngeropiti kamu sama Satrio.”ucap Miranti sambil menatap Satrio sambil tersenyum.

“Terima kasih Sat, sudah ada untukku disaat saat sulit, nanti aku ganti uangnya”, kata Miranti lirih.

“Sudah ngga usah dipikirkan, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Jaga diri baik baik”, belum selesai Satrio ngomong tiba tiba datang Radit.

“Oh bagus ya, ternyata kalian diam diam…

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status