Share

JSO 2

last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-19 11:17:53

Teriakan Ratih membuat banyak orang mendekatinya. Ratih masih jongkok sambil memegang kakinya yang terluka. Beberapa orang berlari mengejar, tetapi tidak berhasil menangkap penjambret itu.

“Bagaimana keadaannya, Mbak?" tanya seorang Bapak paruh baya yang membantu Ratih berdiri. Seorang Ibu berjalan cepat memberikan Ratih minum.

“Kita bawa ke kantor Polisi saja,“ celutuk seorang lagi. Namun, Ratih melambaikan tangan. Ia masih mengatur napas akibat terjatuh tadi.

“Nggak usah, Pak, Buk. Sudah nggakpapa.“

“Yang hilang banyak, Mbak?“ tanya Ibu yang memberi minum tadi.

“Enggak, Buk. Cuma sedikit. Sama KTP saja, kok.“

“Ya sudah, kalau gitu, saya antar pulang ya, Mbak.“ Ibu itu kembali menawarkan bantuan.

“Terima kasih, Buk. Saya kerja di toko setelah belokan itu. Nggak jauh, kok, saya bisa jalan kaki,“ tolak Ratih. Namun, ibu itu tetap memaksa ingin mengantar. Akhirnya Ratih menyerah dan mau diantar sampai toko.

***

Galuh datang pukul sebelas. Biasanya ia ada di toko sebentar untuk mengecek barang yang habis. Ratih dan Mirna sudah dipercaya untuk menjaga toko sejak awal toko itu buka. Jadi, Galuh jarang berlama-lama di toko. Ia punya anak berkebutuhan khusus yang baru berumur lima tahun. Semua masalah toko diserahkan ke Ratih dan Mirna. Ia hanya order barang dan cek pembukuan saja.

“Kamu kenapa, Ratih? Kenapa jalanmu pincang?“ tegur Galuh saat melihat Ratih berjalan dengan menarik sedikit kaki.

“Tadi aku kena jambret di pasar.“

“Hah? Terus, jambret itu ketangkap? Apa saja yang hilang?“ cerocos Galuh sambil menarik lutut. Meminta Ratih duduk di dekatnya.

“Sedikit uang dan KTP.“

Galuh membuang napas kasar. “Kok bisa, sih? Padahal jam segitu 'kan pasar ramai. Kok, ya, bisa ada jambret.“

“Aku juga nggak tahu, Luh. Kalau aku tahu mau dijambret, ya mending aku berangkat naik angkot tadi.“ Ratih tidak bercerita kalau ia baru saja menjual baju dan celana di pasar.

“Ya, sudah. Aku pulang dulu. Sean tidak bisa ditinggal lama. Lain kali hati-hati, ya! Oya, nanti kalau ada orang ngantar beras bilang kalau uangnya aku transfer, jangan pakai uang toko untuk membayar,“ pesan Galuh sebelum ia pergi dengan mobil barunya.

Galuh baru saja membeli mobil, ia bilang ke Ratih kalau omzet toko tiga tahun ini lumayan besar, jadi ia bisa menabung banyak. Galuh juga berjanji kalau omzet tahun ini naik lagi, maka ia akan menaikkan gaji Ratih dan Mirna.

Ratih hanya tersenyum. Tiga tahun bekerja di tempat Galuh, gajinya belum pernah naik. Galuh memang terkenal pelit di antara saudara Ratih yang lain. Namun, yang tampak sukses dan punya usaha bagus hanya Galuh dan suaminya.

Suami Galuh punya toko onderdil dan bahan bangunan. Itu pun sudah punya cabang di beberapa kota, dan sekarang toko sembako Galuh juga berkembang pesat. Ia punya rencana untuk membuka cabang di beberapa tempat.

Toko sedang tidak ada pembeli. Mirna makan di bawah tangga, sementara Ratih memainkan ponselnya. Perempuan berusia 35 tahun itu memang senang sekali membuka aplikasi biru. Ia kerap menuliskan kutipan-kutipan dan puisi. Selain mengisi waktu kosong. Ia gemar menuliskan apa yang tengah ia rasakan. Itulah yang menjadi awal mula Ratih berkenalan dengan Damar. Damar adalah salah satu pengagum tulisannya.

“Jika itu masih rezekiku, maka dengan banyak cara ia akan kembali padaku“

Tulisan Ratih di beranda mengundang banyak like dan komentar. Rata-rata dari mereka bertanya kenapa dan apa yang hilang. Ratih hanya membalas komentar mereka dengan emoticon tersenyum dan love berwarna biru.

Tak lama, toko kembali ramai. Ratih menaruh ponselnya, lalu kembali melayani pelanggan. Terkadang, mereka berdua kewalahan jika pembeli datang bersamaan. Ada tipe pembeli yang tidak mau mengantri dan asal serobot, hingga tak jarang menimbulkan keributan kecil.

Namun, ada tipe pembeli yang suka belakangan. Mereka bahkan sengaja berlama-lama di toko untuk mengobrol bersama Ratih. Ya, karena Ratih adalah pendengar yang baik, dan ia bisa jadi tempat curhat para konsumen.

“Mbak Ratih, ini buat makan siang, Mbak!“ Mbak Echa mengulurkan dua bungkus nasi goreng kepada Ratih, “Satunya buat Mbak Mirna,“ imbuh Mbak Echa.

Mbak Echa adalah pelanggan toko Galuh yang kerap membawakan Ratih dan Mirna makan. Kadang kue jajanan pasar, kadang nasi atau bakso.

“Aku sudah makan, Mbak,“ sahut Mirna.

“kalau gitu dibawa pulang saja. Buat anak-anak.“

Selesai melayani Mbak Echa, Ratih membuka nasi gorengnya. “Alhamdulillah, ada rezeki lain yang datang,“ ucap Ratih yang teringat kalau ia sudah tidak punya uang sepeser pun.

Di sela makan, Ratih berpikir uang saku anak-anak besok. Air matanya hampir saja tumpah. Namun, ia berusaha menahan. Tidak ada yang kebetulan, semua ini pasti sudah diatur oleh Allah. Dan Ratih percaya itu.

***

Mirna mengantar Ratih pulang. Ratih masih merasakan nyeri pada lututnya, jadi ia tidak sanggup kalau harus berjalan jauh lagi. Beruntung Mirna adalah teman yang selalu baik kepada Ratih. Ia bahkan kerap meminjamkan uang kepada Ratih, meski ia sendiri hanya hidup pas-pasan.

“Makasih, Mir. Mampir dulu, yuk!“

“Aku langsung pulang saja. Biar bisa salat Maghrib di rumah.“

Kinar sudah berdiri di depan pintu menyambut kedatangan ibunya. Ia memegang amplop besar berwarna coklat.

“Ibuk kenapa? Kenapa jalannya pincang?“ tanya Kinar sambil meraih tangan Ratih, memapahnya masuk.

“Ibu tadi dijambret orang. Sisa uang kemarin habis. Maaf kalau besok kalian tidak bisa bawa uang saku. Kalian bawa bekal nasi sama telor saja dari rumah. Jadi nggak usah jajan.“

“Buk, ini. Ibuk buka saja!“ Kinar menyerahkan amplop itu kepada Ratih.

Ratih membuka amplop itu, ia terperanjat saat melihat isinya beberapa lembar uang ratusan. Ratih menghitungnya, semua ada lima belas lembar.

“Ini uang dari mana, Kinar?“ tanya Ratih menatap gadis remaja yang justru mengulas senyum di wajahnya yang manis.

“Jadi begini, Buk. Sebulan lalu, aku ikut lomba menulis di salah satu majalah remaja. Dan alhamdulillah aku menang, Buk. Aku dapat juara satu.“

“Kamu nggak bohong, 'kan, Kinar?“ Ratih masih tidak percaya dengan ucapan putrinya. Kinar berlari ke kamar, lalu menunjukkan majalah itu kepada Ratih.

Ratih membaca pengumuman itu. Tiba-tiba air matanya jatuh. Ratih meletakkan majalah lalu memeluk Kinar.

“Uangnya kamu simpan saja, ditabung untuk biaya sekolah kamu besok.“ Ratih menyerahkan amplop coklat itu kepada Kinar.

“Uang itu Ibuk pakai saja dulu. Bisa buat uang jajan Rea besok waktu outing class. Bisa Ibuk pakai juga untuk yang lainnya. Aku masih ada sedikit uang, kok.“

“Uang dari mana lagi, Kinar? Uang jajanmu 'kan nggak banyak.“

“Aku jarang jajan, Buk. Jadi uang yang Ibuk kasih masih.“

Ratih kembali menggugurkan air mata. Kinar kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat mengerti dengan kondisi ekonomi orang tuanya. Ratih sangat beruntung memiliki Kinar dan juga Rea.

Ponsel Ratih berdering. Panggilan video dari Damar. Kinar yang duduk tepat di sebelah Ratih sempat melirik dan membaca nama penelepon itu.

“Mas Damar itu siapa, Buk?“

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 45 (tamat)

    Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 44

    6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 43

    Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 42

    Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 41

    Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 40

    “Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status