Gelora Cinta Pria Arogan

Gelora Cinta Pria Arogan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-31
Oleh:  Neza VisnaBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
111Bab
909Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Rinjani adalah milik Brama, tapi Brama bukan milik Rinjani. Lima tahun bersama,. Rinjani akhirnya menyadari hal itu, ketika Brama memutuskan bertunangan dengan perempuan lain begitu saja. “Aku mohon, lepaskan aku Bram. Aku capek.” Brama mengangkat dagu Rinjani arogan “Lepaskan? Jangan harap! Kamu nggak akan bisa lepas dariku!” Sejak awal bersama, Brama yang mengontrol hubungan ini, hutang budi dan cinta membuatnya pasrah menunggu selama lima tahun. Namun, Rinjani lelah, dia tidak ingin bertahan lagi ketika Brama sibuk pamer kemesraan dengan tunangannya. Dia akan lepas dari Brama, bagaimana pun caranya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Hati yang Hancur

Rinjani berdiri di depan pintu ruangan Brama, tangannya menggenggam erat setumpuk dokumen yang harus mereka bahas bersama. Nafasnya sedikit tersengal setelah berjalan cepat dari ruang kerjanya. Dia mengetuk pintu dua kali, dan suara rendah Brama mempersilakannya masuk.

Ruangan itu terasa dingin, udara AC yang kencang membuat kulitnya merinding. Brama duduk di belakang mejanya, wajahnya terlihat serius, matanya tertuju pada layar laptop di depannya.

“Aku sudah bawa laporan proyek terbaru,” ujar Rinjani, mencoba memecah kesunyian yang terasa berat. Brama hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Rinjani duduk di kursi di seberangnya, meletakkan dokumen di atas meja. Dia memperhatikan Brama lebih cermat. Wajahnya terlihat lebih pucat, matanya berkantung, seolah dia tidak tidur semalaman.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Rinjani, suaranya lembut namun penuh kecemasan. Brama menghela nafas panjang, lalu menutup laptopnya. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, terlihat lelah.

“Aku hanya merasa sedikit lelah,” jawabnya singkat. Rinjani berjalan ke belakang kursi Brama. Tanpa banyak bicara, tangannya mulai memijat pelan kepala Brama. Brama tidak menolak, kerutan di kening pria itu perlahan mulai berkurang.

Dia menyandarkan    kepalanya ke belakang, membiarkan tangan lentik itu mengurangi rasa penat di sekitar kepalanya.

“Kamu begadang lagi? Kapan kamu akan lebih peduli  kesehatan sendiri? Semalam juga kamu nggak pulang. Tidur di kantor?” tanya  Rinjani, suaranya hampir seperti  protes lemah  yang terdengar pasrah.

Lima tahun bersama, dia tahu Brama sangat gila kerja. Kekasih yang sekaligus juga atasannya itu tidak akan  berubah hanya dengan satu protes darinya.

“Hmm.” Brama hanya bergumam tidak jelas, menanggapi ucapan Rinjani itu. 

“Brama,” Rinjani memulai, suaranya sedikit meragu, tapi melihat Brama mulai rileks, dia memberanikan diri untuk bertanya. “Semua gosip tentangmu dan Kiara, apa itu benar?” tanyanya hati-hati.

Brama terdiam sejenak. Ruangan itu tiba-tiba terasa lebih sunyi, seolah waktu berhenti berputar. Rinjani berhenti memijat, tangannya masih terbangkit di atas bahu Brama. Dia menunggu, jantungnya berdebar kencang.

“Semua itu benar. Aku akan segera bertunangan dengan Kiara,” jawab Brama akhirnya, suaranya datar, tanpa emosi.

Rinjani tertegun. Tangannya jatuh lemas di sisi tubuhnya. Dia merasa seperti ditampar keras. “Tu-nangan?”

Lalu bagaimana dengannya? Sudah lima tahun, apa dia masih belum bisa melunakkan hati Brama?

Dia tidak  ingin percaya pendengarannya sendiri sekarang.  Beberapa minggu ini, dia mulai mendengar kabar gosip pertunangan pria itu dari orang-orang di sekelilingnya, dan bahkan orangtuanya juga mengatakan itu.

Namun, pengakuan Brama-lah yang menghancurkannya.

Brama berdiri dari kursinya, wajahnya berkerut. “Hmm, papa sudah menyuruhku untuk segera bertunangan. Kiara adalah pilihan terbaik, sekarang.”

Rinjani tidak mampu lagi memijat kepala Brama, tangannya terkepal menahan rasa sakit di dadanya. “Oke, aku mengerti. Aku akan pindah secepatnya dari apartemen itu.”

Gadis itu mencoba untuk tetap tenang. Meski, dia tidak ingin suaranya sedikit bebrgetar menahan tangis.

“Rinjani, jangan menambah masalah. Kepalaku sudah cukup pusing dengan semua masalah yang ada.”

Gadis itu menggiggit bibirnya kuat. “Aku nggak cari masalah. Aku hanya berbicara apa adanya. Kamu akan segera bertunangan. Hubungan kita  harus segera berakhir, kan?”

Hatinya bagai diremas, dia juga ingin marah, dia juga ingin teriak.  Dunia di sekitarnya  terasa runtuh. Dia mencintai Brama sejak dia masih muda, memantaskan diri untuk Brama sudah nyaris bagai obsesi dalam dirinya.

Dia melakukan semua yang Brama mau, menjadi sekretaris yang bisa diandalkan, menjadi kekasih yang sempurna yang bisa menjadi tempat  Brama  mendapatkan ketenangan.

Dengan harapan, kalau itu bisa mengurangi kesenjangan yang terbentang lebar di antara mereka berdua.

Sayangnya, sekarang dia harus menerima kenyataan, semua perjuangan itu sia-sia.  Brama tidak akan pernah bertunangan dengan anak pembantunya sendiri.

“Pertunangan itu nggak akan mengubah apapun di antara kita.” Tegas suara Brama tidak terbantahkan. Dia memilih memejamkan matanya, mengabaikan reaksi Rinjani.

Rinjani menghela napas panjang. Dia kenal Brama dan tahu pria itu tidak ingin melanjutkan pembicaraan di antara mereka.  

“Rinjani, bangunlah! Sudah waktunya berhenti bermimpi.           Kamu  hanya anak pembantu yang beruntung mendapatkan beasiswa di keluarga ini.  Brama tidak akan pernah serius denganmu,” batinnya pedih.

Semenjak kecil dia sudah mengenal Brama, sedari kecil dia tahu kalau Brama adalah tuan muda yang tidak terjangkau, sedangkan dia hanyalah anak pasangan pembantu di keluarga itu.

Dia yang tidak tahu diri, dibutakan cinta, dan berani berharap sesuatu  yang mustahil. Sakit ini, adalah akibat dari perbuatannya sendiri.

Rinjani berjalan menjauh dari Brama, hendak keluar dari ruangan itu. Saat itu tiba-tiba  pintu ruangan terbuka. Kiara masuk dengan langkah percaya diri, senyum tipis terukir di bibirnya.

“Bram, sorry aku ganggu pekerjaan kamu ya?” Dengan langkah riang, gadis cantik itu menghampiri Brama, dan langsung merangkul lengannya manja.

Rinjani menatap Kiara, lalu kembali ke Brama. Dia merasa seperti orang ketiga di ruangan itu. Hatinya hancur, tapi dia tidak mau menunjukkan kelemahannya di depan Kiara.

“Saya permisi dulu, Pak.” bisik Rinjani, suaranya hampir tidak terdengar. Dia mengambil dokumen dari atas meja dan berjalan keluar ruangan dengan langkah terburu-buru. Air matanya jatuh tanpa henti, tapi dia tidak peduli. Dia hanya ingin pergi dari sana, jauh dari Brama dan Kiara.

“Tunggu dulu!”

Rinjani benar-benar tidak ingin berbalik sekarang ini. Dia tidak ingin sisa harga diri yang berusaha dia bertahankan saat itu, tergerus bagai debu tidak berarti. Matanya masih berair dan dia tidak punya kepercayaan diri untuk menghadapi Kiara.

“Kamu ada perlu apa sama sekretarisku?” tanya Brama.  “Kamu datang ke sini untukku, atau untuknya?”

Langkah kaki Rinjani terpaku saat itu, dia tidak tahu harus berbalik atau pergi begitu saja, meninggalkan tempat yang untuknya terasa memuakkan itu.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
111 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status