Rinjani adalah milik Brama, tapi Brama bukan milik Rinjani. Lima tahun bersama,. Rinjani akhirnya menyadari hal itu, ketika Brama memutuskan bertunangan dengan perempuan lain begitu saja. “Aku mohon, lepaskan aku Bram. Aku capek.” Brama mengangkat dagu Rinjani arogan “Lepaskan? Jangan harap! Kamu nggak akan bisa lepas dariku!” Sejak awal bersama, Brama yang mengontrol hubungan ini, hutang budi dan cinta membuatnya pasrah menunggu selama lima tahun. Namun, Rinjani lelah, dia tidak ingin bertahan lagi ketika Brama sibuk pamer kemesraan dengan tunangannya. Dia akan lepas dari Brama, bagaimana pun caranya.
View More“Ma.”Hari sudah malam saat Brama masuk ke rumah ibunya. Dia sama sekali tidak pulang dulu ke rumah dan masih menggunakan sepeda motor yang tadi dia bawa.“Yang datang, kamu? Kamu bawa motor?”Ibunya langsung berdiri dan berjalan keluar. Dia nyaris melotot melihat sepeda motor di depan rumah itu.“Dari mana kamu? Mama nggak tahu kamu ada hobi begini?”“Dari tempat Rinjani. Bukan hobi, Cuma mau coba sesuatu yang baru.” Itu hanyalah sepeda motor yang diberikan salah seorang teman, yang membuka showroom motor gede. Dia memberikan satu ke Brama karena Brama membantu permodalan tempat itu.Tetapi benda itu udah tergeletak begitu saja di parkiran apartemennya tanpa pernah dipakai. Hingga akhirnya Brama memakainya hari ini karena ingin mencoba sesuatu yang baru, bersama Rinjani.Ibunya melotot kesal menatap Brama. “Brama! Rinjani lagi, Rinjani lagi! Mama nggak pernah sangka anak mama akan diperbudak cinta seperti ini!”“Ma, Rinjani sudah cerai sekarang. Nggak ada lagi alasan aku nggak bis
Ayah Rinjani akhirnya bicara, “Kami tahu siapa kamu, Brama. Dan kami tahu, kadang seseorang tidak bisa memilih dari keluarga mana dia lahir.”Brama menunduk hormat. “Terima kasih, Om, Tante.” Dia benar-benar kecewa dan frustrasi dengan keadaan ini.Di saat dia kira semuanya berjalan lancar, ada saja halangan yang membuat semuanya kacau.Ibu Rinjani menatap putrinya, lalu Brama, kemudian suaminya. Bibirnya sedikit bergetar, tapi tak satu pun kata keluar. Hanya napas pelan yang ditarik, kemudian dihembuskan perlahan seolah mencoba menurunkan segala gejolak emosi.Rinjani sendiri masih diam. Emosinya seperti dikeruk habis, marah, malu, lega, sakit hati, semuanya berdesakan seperti tamu tak diundang. Ia menggigit bibir, menahan air mata yang mulai menggenang.Ayahnya yang lebih dulu bersuara.“Masuklah dulu,” ucapnya singkat sambil berbalik, lalu berjalan ke dalam.Brama ingin menyusul, tapi tangan ibu Rinjani tiba-tiba terangkat menghentikannya. Bukan kasar, tapi tegas.“Ini sudah mala
***“Ini aku bawa ayam bakar. Kata Andre, enak, tapi sambelnya cukup pedas.”“Thanks.”Rinjani hanya bisa menerima makanan yang dibawa Brama itu dengan ekspresi wajah canggung. Ini adalah hari ke sekian pria itu datang ke rumahnya setelah jujur ke orangtuanya kalau ingin mendekatinya.Untuk kesekian kalinya juga, Rinjani belum memiliki keberanian untuk mengaku jujur ke orangtuanya.Rinjani tahu, ia sedang bermain api. Menunda pembicaraan hanya akan membuat bom waktu dalam dirinya makin besar. Tapi ia belum siap. Belum sanggup melihat bagaimana ekspresi ayah dan ibunya jika tahu bahwa ia diam-diam menjalin hubungan kembali dengan Brama. Hubungan yang mereka anggap berbahaya. Hubungan yang dulu membuat keluarganya harus menundukkan kepala dan menanggung malu di depan keluarga Brama.Namun Brama tidak seperti dulu. Ia datang bukan hanya dengan janji. Tapi juga dengan tindakan. Ia mengunjungi rumah, menyapa orangtuanya, dengan sangat ramah.Bahkan memuji masakan ibunya meski dia kuran
“Aku nggak mau bohong lagi,” ucap Rinjani lirih, duduk di hadapan kedua orangtuanya di ruang tamu. Malam itu udara terasa berat, seperti ada dinding tak kasat mata di antara mereka."Sebenarnya sebelum bercerai, Brama mencoba bicara tapi dia baru serius waktu aku tahu aku pisah tadi.” Rinjani berusaha membentuk citra baik Brama di depan orangtuanya.Dia ingin perlahan jujur pada orangtuanya kalau kemungkinan dia dan Brama itu kembali sama sekali tidak tertutup.Orangtuanya saling pandang. Ayahnya menghela napas panjang sebelum berbicara dengan suara yang tak biasa lembut."Nak, tidak semua cinta harus berakhir di pelaminan. Kegagalan ini harus jadi pelajaran."Rinjani menatap ibunya Kata-kata itu begitu pelan tapi seperti hantaman. Ia tahu, maksud Ibu bukan untuk meremehkan perasaannya, tapi untuk mengingatkan bahwa hidup bukan hanya soal rasa, tapi juga pilihan dan konsekuensi.“Ibu dan ayah cuma berharap,” sambung ayah dengan suara berat, “kegagalan kemarin bisa bikin kamu lebih ha
Brama tak segera menjawab. Dia menatap lurus ke mata ayah Rinjani."Aku bisa, Om!" Kalimat itu diucapkan dengan keyakinan baja. "Selama Rinjani menerimaku, status apapun itu, aku nggak masalah." Ibu Rinjani meletakkan tangannya di paha. "Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka merestui hubungan ini?"Mereka masih mengingat jelas, reaksi orangtua Brama saat tahu tentang hubungan itu. Mudah dibayangkan, kalau mereka tidak akan dengan mudah berubah pikiran.Brama menghela napas halus. "Mama sduah membebaskan pilihanku." Ada jeda singkat sebelum dia melanjutkan, "Dan papa ... pendapatnya tidak mempengaruhi keputusanku."Radit yang duduk di sudut ruangan mengangkat alis. "Wah, berani sekali." Ada nada sindiran di suaranya.Sikap Radit terhadap Brama memang masih sangat ambigu. Terkadang, dia terkesan mendukung Brama, tapi terkadang masih terasa kalau dia belum sepenuhnya bisa menerima keberadaan Brama di hidup Rinjani.Setelah membangun sendiri usahanya dia semakin sadar betapa jauh
Orangtuanya yang turun lebih dulu sudah menyambut Brama dengan sikap bingung. Rinjani bisa melihat dari dalam mobil bagaimana Brama menyapa mereka dengan hormat.Sementara itu, Radit mematikan mesin mobil dan langsung membuka bagasi belakang untuk membawa semua barang Rinjani.Dengan ragu, Rinjani ikut turun dari dalam mobil, dan melangkah kaku ke arah Brama. Dia tidak tahuh harus mengucapkan apa."Rinjani? Lama tidak bertemu," sapa Brama dengan nada datar yang sempurna, seolah mereka memang hanya kenalan biasa. Sebuah senyum tipis sopan terukir di bibirnya.Rinjani nyaris tersedak melihat akting pria itu. Dasar aktor ulung, pikirnya sambil memaksa senyum kaku. “Hai ....”Jadi, begini maksudnya mendekati orangtuanya tanpa memberitahu kalau mereka bersama?Mereka harus berbohong lagi?Sungguh Rinjani sudah lelah. Dia tahu, satu kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan lainnya, dan akhirnya sama sekali tidak baik.Masalah perceraiannya dengan Jagat adalah salah satu contohnya. Karena
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments