Share

JSO 3

last update Last Updated: 2024-04-19 11:18:41

“Teman Ibuk yang mana? Perasaan aku belum pernah denger nama itu sebelumnya.“ Kinar mengerutkan kening. Ratih berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya.

Kinar yang tidak mendapatkan jawaban dari ibunya, gegas ikut masuk ke kamar.

Ratih menyimpan uang pemberian Kinar. Andai Kinar dapat uang itu dari kemarin, mungkin Ratih tidak perlu menjual baju dan celana. Dan mungkin, peristiwa penjambretan itu tidak akan terjadi. Ratih bisa meminjam uang Kinar dulu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Ratih mengambil baju ganti, lalu mengganti pakaiannya. Ratih terbiasa mandi di toko. Jadi, pulangnya ia hanya perlu berganti pakaian. Belum selesai mengganti baju, ponselnya berdering kembali, Mas Damar memanggil.

“Assalamualaikum.“ Suara dari seberang spontan membuat Ratih menarik bibirnya ke atas. Ia merebahkan diri di kasur.

“Waalaikumsalam.“

“Kenapa telponnya tadi nggak diangkat,“ tanya Damar.

“Ada Kinar di sampingku. Aku nggak enak ngobrol dengan orang asing di depannya.“

“Jadi ... sampai sekarang Kinar belum tahu siapa aku?“

“Belum, kinar tidak pernah tahu aku dekat dengan laki-laki, sejak Bapaknya meninggal.“

“Kenapa? Bukankah suamimu sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu?“

“Iya, nanti kalau waktunya sudah tepat, pasti aku cerita ke dia.“

“Statusmu di beranda faceb**k kenapa? Kamu sedang ada masalah?“

“Nggakpapa,“ jawab Ratih. Ia tidak mau Damar tahu masalahnya.

“Kamu bohong! Aku tahu, pasti sudah terjadi sesuatu sama kamu. Katakan! Kamu kenapa? Siapa tahu aku bisa membantu.“

“Tadi pagi, sih, iya. Tapi sudah teratasi, kok.“

“Ya, sudah kalau nggak mau cerita, aku nggak akan maksa. Tapi, kalau memang kamu butuh bantuan apa pun katakan saja. Jika masih bisa kujangkau, aku akan membantumu.“

“Terima kasih orang baik.“

“Kamu yang baik, Ratih. Sejak beberapa bulan ini aku merasa nyaman dekat dengan kamu. Meski kita belum punya kesempatan untuk bertemu,“ ucap Damar. Nada suaranya melemah.

“Iya, semoga kita punya waktu untuk bertemu,“ sahut Ratih pelan. “Sudah dulu, ya, Mas. Aku salat dulu, sudah azan. Besok kita sambung lagi.“

“Kenapa harus besok. Nanti malam, aku boleh, 'kan, telpon lagi?“

“Ehm, eh, nanti malam saya temani Rea belajar. Besok dia ada ulangan.“

“Ya, sudah. Kamu jangan lupa makan. Miss you!“

Ratih tidak menjawab kalimat terakhir Damar yang menggunakan bahasa Inggris itu. Ia hanya mengucapkan salam, lalu menutup teleponnya.

Ratih memang sudah akrab dengan Damar. Namun, mereka tidak punya komitmen apa pun. Jadi, Ratih sangat menjaga kata-katanya. Dan sejauh ini, Ratih tidak mengenal secara keseluruhan, hanya tahu kalau Damar pekerja tambang yang sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun. Ratih pernah mencoba bertanya tentang status Damar, tetapi Damar seperti menghindar. Ia selalu mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang lebih netral.

Usai makan malam, Ratih membantu Rea mengerjakan tugas sekolah. Kalau Kinar ... ia sudah bisa dilepas belajar sendiri. Hanya sesekali saja ketika ia kesulitan, baru akan bertanya kepada Ratih.

Rea dan Kinar anak yang cerdas. Mereka selalu masuk peringkat tiga besar meski tidak pernah merasakan les ataupun bimbingan belajar dari luar seperti teman-temannya. Rea dan Kinar beruntung memiliki ibu seperti Ratih yang masih sangat hafal dengan pelajaran sekolah, meski sudah belasan tahun yang lalu ia lulus sekolah.

Ratih merogoh ponsel lalu mengambil foto kedua putrinya yang sedang belajar. Lantas ia mengunggah foto itu di story w******p dengan tulisan, “Belajar yang rajin, ya, Nak. Meski rangking di kelas tidak menjamin kehidupanmu nanti, tetapi jadikan prestasimu sebagai cerita berharga di hari tua nanti.“

Tak selang lama ada bunyi pesan masuk dari Radit, teman satu kelas Ratih sewaktu SD dulu. Mereka bertetangga dari kecil, dekat, dan pernah pacaran sewaktu SMA dulu. Hanya saja, jodoh tidak berpihak pada mereka. Radit menikah lebih dulu karena dijodohkan orang tuanya.

[Kalau ibunya saja pintar, pasti anak-anaknya juga pintar. Menurut orang-orang, kecerdasaan anak menurun dari ibunya.] Radit menambahkan emticon tersenyum di akhir chatnya.

Ratih tidak membalas pesan itu. Kecuali hal-hal penting, Ratih tidak pernah membalas pesan dari Radit. Tika--istri Radit, tahu kalau Radit dan Ratih pernah pacaran. Ratih takut menyulut api di dalam rumah tangga Radit jika ia membalas pesan-pesan dari Radit.

Ratih pernah ingin memblokir nomor Radit. Namun, sekarang Radit justru menjadi ketua RT. Setiap warga wajib masuk dalam grup w******p RT biar mudah untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan kependudukan, sosial dan lain-lain.

[Seperti biasa, pesanku tidak pernah kamu balas. Kenapa?] Radit kembali mengirimkan pesan. Namun, Ratih hanya membacanya, tanpa membalasnya.

Ratih menaruh ponselnya. Ia kembali fokus pada anak-anak. Sesekali mereka bercanda di tengah belajar. Hingga tak terasa sudah jam sembilan malam.

Kinar dan Rea masuk ke kamar. Ratih ke dapur untuk mencuci piring bekas makan malam tadi. Usai itu, ia pun ikut masuk ke dalam kamar.

Ratih memandang foto suaminya di ponsel. “Mas Bowo,“ ucap Ratih lirih. Ratih mengusap wajah suaminya yang mirip dengan Rea. Andai suaminya masih hidup, mungkin Ratih tidak akan mengalami hidup sesulit ini. Namun, sakit ginjal telah merenggut nyawa Bowo tiga tahun lalu, dan Ratih harus melanjutkan perjuangannya untuk menghidupi anak-anak.

Notifikasi pesan kembali berbunyi. Pesan dari Damar. Ratih langsung membukanya.

[Sudah tidur?] tanya Damar singkat.

[Baru mau tidur.]

[Boleh minta fotonya sekarang?]

[Aku sudah nggak pakai jilbab, sudah mau tidur ini.]

[Nggakpapa, aku pengen lihat kamu nggak pakai jilbab.] Damar memaksa, tetapi Ratih enggan menuruti kemauan Damar.

[Nggak mau!] balas Ratih singkat.

[Kenapa?]

[Ya, karena nggak boleh.]

[Baiklah, nggak akan maksa lagi. Oiya, besok aku cuti. Bagaimana kalau kita ketemu. Aku bisa ke Jogja dua sampai tiga hari.]

Ratih melongo. Bertemu dengan Damar yang baru dikenalnya lima bulan ini? Bagaimana kalau Damar menagih hutangnya? Kalimat itu sempat terlintas di pikiran Ratih, “Apa aku bayar saja, ya, pakai uang Kinar?“ ucap Ratih. Namun, ia segera menggeleng-gelengkan kepala.

[Ratih ... kenapa tidak dibalas?] tanya Damar setelah beberapa saat tidak menerima jawaban dari Ratih.

[Ehm, kenapa mendadak sekali? Aku baru mulai masuk kerja, tidak mungkin izin lagi untuk menemuimu.]

[Bagaimana kalau sepulang kerja? Belum terlalu sore, bukan?]

[Tapi .... ] Ratih masih berpikir kalau-kalau akan terjadi sesuatu yang buruk. Meski selama lima bulan ini Damar berlaku baik, tetapi Ratih tidak tahu dan belum penah melihat secara langsung Damar itu seperti apa. Ratih menepuk-nepuk keningnya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan ia katakan kepada Damar.

[Tidak ada tapi-tapian. Besok aku jemput di tempat kerja. Kalau kamu takut aku jahati, kamu bisa minta pengawalan polisi.]

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 45 (tamat)

    Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 44

    6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 43

    Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 42

    Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 41

    Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 40

    “Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status