Share

JATAH SUAMI ONLINE
JATAH SUAMI ONLINE
Author: Zia Novi Ristanti

JSO 1

last update Last Updated: 2024-04-19 11:17:07

[Sudah kutransfer, ya.]

Wajah Ratih berbinar begitu menerima chat beserta bukti transfer dengan nominal sebesar lima ratus ribu rupiah. Ia segera mengambil kartu ATM yang biasa ditaruh di bawah pakaian yang tersusun rapi di almari.

Ratih berlari menuju ATM terdekat yang jaraknya tidak lebih dari satu kilo. Di sepanjang jalan itu, Ratih tak henti mengulas senyum. Dalam otaknya mulai berhitung, beras lima kilo, telor satu kilo, mie kuah lima bungkus, satu liter minyak, satu kilo gula pasir dan sekotak teh celup. Totalnya hampir dua ratus ribu rupiah. Sisanya bisa untuk uang saku Rea dan Kinar selama satu minggu.

[Uangnya sudah diambil?] Chat dari orang yang mengirim uang itu.

[Sudah, Mas. Terima kasih.] balas Ratih.

[Kalau ada apa-apa kabari aku. Nggak usah sungkan.]

Pesan terakhir dari orang itu ditambah dengan tanda love berwarna biru. Orang yang baru beberapa bulan dikenalnya lewat aplikasi biru, dan mereka sudah sangat akrab.

***

Namanya Ratih Wulandari--janda beranak dua. Suaminya meninggal tiga tahun lalu karena sakit. Sejak itu Ratih bekerja menjadi penjaga warung sembako milik saudaranya. Ia mendapat gaji lima puluh ribu sehari. Pas untuk biaya makan dan uang saku kedua anaknya.

Namun, seminggu ini Ratih sakit. Padahal jika ia tidak bekerja, maka tidak ada uang untuk membeli makan dan uang saku. Ratih malu kalau harus meminjam uang ke Galuh pemilik warung tempat ia bekerja, mengingat ... hutang-hutangnya yang kemarin belum sempat dibayar. Meski, Galuh tidak pernah menagihnya.

Akhirnya ia beranikan diri meminjam uang ke orang yang baru dikenalnya lewat aplikasi biru itu. Rasa malu ia kesampingkan demi perut anak-anaknya esok hari.

Nama orang itu Damar Hikmawan, seorang pekerja tambang yang tinggal di Kalimantan. Mereka sering berbalas inbok sampai akhirnya bertukar nomor w******p dan bisa akrab seperti sekarang.

***

Setelah membelanjakan uang itu, Ratih pulang ke rumah. Rea dan Kinar sedang asik membaca buku.

“Ibuk habis belanja banyak, uang dari mana, Buk?“ tanya Kinar, remaja berusia 13 tahun itu, saat melihat Ratih membawa dua kantong besar yang berisi sembako. “Ibuk hutang lagi?“ imbuh Kinar.

“Kalian nggak perlu tahu Ibuk hutang di mana. Yang penting halal buat dimakan,“ jawab Ratih. Kinar mengerutkan kening, ibunya selalu begitu setiap kali ditanya perihal keuangan.

“Buk, Kinar izin ikut bekerja boleh?“ tanya Kinar.

“Kerja apa? Nggak usah, kamu sekolah saja. Sekolah yang pintar biar nggak hidup susah kayak Ibu,“ ucap Ratih sambil menata belanjaan di meja dapur.

Ratih mengambil ponsel dari saku celana. Ia mengambil foto dari semua belanjaan yang sudah ditata rapi di meja, lalu mengirimnya ke Damar.

[Uangnya sudah aku belanjakan, bisa untuk beberapa hari ke depan. Terima kasih, ya! Secepatnya aku akan kembalikan uang itu.]

Tidak berselang lama terdengar notifikasi pesan masuk. Ratih duduk di antara Rea dan Kinar sambil membuka pesan itu.

[Nggak usah buru-buru. Pakai saja dulu. Yang penting kamu sehat dulu.]

[Besok aku sudah mau masuk kerja, kok. Sudah sehat.]

[Kirimi foto kamu sekarang, dong! Aku kangen, sudah lama kamu nggak bikin story dengan foto.]

[Aku malu, ini juga lagi sama anak-anak. Nanti diketawain anak-anak.]

Ratih memang suka bermain media sosial, selain aplikasi berwarna biru, ia kerap posting di story w******p. Ratih mempromosikan dagangan tempat ia bekerja, ia juga ikut beberapa grup dagang online. Dari laba tiga ribu rupiah sampai sepuluh rupiah lumayan untuk menambah penghasilan.

[Mana fotonya?] pinta Damar sekali lagi.

Akhirnya Ratih mulai mencari pencahayaan yang bagus untuk berfoto. Dari satu kursi ke kursi yang lain, berganti-ganti pose, hapus, foto lagi, hapus, foto lagi. Hingga beberapa menit berlalu. Rea dan Kinar hanya memperhatikan gerak-gerik ibunya sambil geleng-geleng kepala.

“Ibuk kenapa? Perlu saya bantu untuk foto?“ tanya Kinar.

“Ehm nggak perlu, Ibuk bisa sendiri,“ jawab Ratih sambil mengambil foto selfie di depan buffet kayu, tepat di bawah lampu.

Ratih tersenyum sendiri melihat hasil foto terakhir. Ia terlihat lebih putih dengan wajah yang bersinar. Tanpa menunggu lama, ia mengirimkan foto itu ke Damar.

[Cantik!] balas Damar cepat sambil memberikan tanda love di akhir pesan. Ratih tersenyum sendiri membaca pesan itu.

Sebetulnya Ratih bukan perempuan cantik versi perempuan-perempuan sekarang yang berwajah dan berkulit putih. Ratih seorang perempuan Jawa asli dengan kulit sawo matang, tetapi setiap kali Ratih tersenyum, ia terlihat sangat manis. Hidungnya mancung dan rambutnya lurus sebahu. Namun, sejak suaminya meninggal, Ratih mengenakan hijab. Ia mencoba menjaga pandangan laki-laki jahat kepadanya.

“Buk, besok Rea mau ngingetin Ibuk. Terakhir bayar outing class besok Sabtu. Di kelas cuma Rea dan Danis yang belum bayar.“ Gadis berusia sebelas tahun yang sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasae itu mengingatkan ibunya.

Ratih menepuk jidatnya. Ia hampir saja lupa membayar outing class Rea. Beruntung masih ada sisa uang tiga ratus ribu. Ratih membuka dompet, lalu mengeluarkan uang itu.

“Kalau Ibu nggak salah hitung, Ibu masih kurang 250.000. Ini, besok bisa kamu bayarkan!“ Ratih mengulurkan uang itu. Sisanya dimasukkan lagi ke dompet.

Ratih mulai berpikir lagi, untuk uang saku Rea dan Kinar seminggu ke depan. Uang lima puluh ribu, mana cukup.

Ratih masuk ke kamar. Ia mengumpulkan baju bekas yang bisa dijual, bajunya saat masih muda dulu.

“Lumayan!“ ucapnya lirih. Tiga celana jeans, dua baju batik, dua gamis, dan kaos-kaos bermerk yang masih bagus ia masukkan dalam kantong plastik besar.

Ratih merebahkan diri di kasur. Matanya menatap genting rumah, ia mengira-ira jumlah uang yang akan diterima kalau pakaian itu laku terjual.

Stok baju-baju Ratih saat masih muda tak banyak lagi. Ia jual sedikit demi sedikit untuk menutupi kebutuhan. Sayang memang, tetapi tidak ada pilihan lain. Ratih sudah banyak memiliki hutang.

***

Sebelum berangkat ke toko, Ratih mampir dulu ke pasar baju-baju bekas. Beruntung, baru jam delapan pagi sudah ada toko yang buka. Ratih menawarkan pakaian yang ia kumpulkan semalam.

“Saya cuma berani bayar 150 ribu, Mbak,“ ucap pedagang pakaian bekas itu.

“Nggak bisa nambah dikit, Bu?“

“Ya sudah, untuk buka lapak saya tambahi sepuluh ribu, deh.“

Ratih sempat berpikir sejenak, harga satu gamisnya saja dulu ia beli 200 ribu. Sekarang setumpuk pakaian yang ia bawa hanya ditawar 160.000. Namun, saat teringat dua putrinya ia dengan cepat mengangguk.

Ratih memasukkan uang itu ke dalam tas. Ia berjalan menuju toko tempatnya bekerja, untuk sampai ke toko, ia harus berjalan kurang lebih lima belas menit. Ratih berjalan lebih cepat, jam sembilan toko sudah harus dibuka.

Namun malang, tepat di pertigaan ada sebuah sepeda motor yang hampir menyerempet dirinya. Tujuan utama mereka bukan untuk menabrak Ratih, tetapi mengambil tas Ratih lalu membawanya kabur. Sempat terjadi tarik menarik, tetapi Ratih kalah, ia jatuh tersungkur, dan tas itu berhasil dibawa kabur.

“Tolong jambret, tolooong!“

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 45 (tamat)

    Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 44

    6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 43

    Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 42

    Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 41

    Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 40

    “Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status