Share

PEREBUTAN MUSTIKA UDARATI

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-16 09:22:18

Keinginan Pangeran muda wangsa Syailendra Balaputradewa untuk medapatkan benda pusaka nampaknya telah tercium oleh telik sandi baik dari kerajaan Pengging maupun oleh wangsa Sanjaya. Sehingga desas-desus mulai menyebar tidak hanya di kalangan kecil para bangsawan namun juga pendekar-pendekar jagad persilatan. Tidak terkecuali putra-putra para Rakai penguasa perdikan juga mulai memburu benda pusaka yang dimaksud yaitu Mustika Udarati.

"Kau yakin kalau pangeran muda wangsa Syailendra itu akan naik ke puncak Udarati?"Tanya Cayapata salah seorang anggota Sandidharmayuga dari kerajaan Pengging atau satuan khusus mata-mata kerajaan.

"Benar, Kakang Cayapata. Aku mendengar dari sumber yang bisa dipercaya. Konon pangeran muda ini ingin menjadi Mahamentri I Hino (Putra Mahkota) karena Maharaja belum berputra. Oleh karena itu dia mencari Mustika Udarati yang konon dapat menarik energi mahkota sehingga siapapun yang memilikinya akan dapat menjadi Raja besar. Seorang Chakrawartin (Raja di raja, penakluk semesta)." Jawab Gentala, sambil mengusap keringatnya dengan kain samirnya. Nampaknya mereka baru saja menjalankan misi mata-mata ke wilayah Medang dan bermaksud kembali ke Pengging melalui hutan di daerah Sumber Dataran Kewu.

"Berarti dia akan melewati wilayah Kerajaan Pengging jika akan mendaki Puncak Udarati."Cayapata menyampaikan pikirannya karena ia tahu benar jalan termudah menembus puncak Udarati adalah melalui wilayah Pengging.

"Itu sudah jelas. Maka kita harus berjaga agar kita bisa meringkus Pangeran wangsa Syailendra yang berharga ini sehingga dapat kita jadikan sandera supaya Rakai Garung tidak terus menerus mencoba menggerus wilayah Pengging." jawab Jaladra.

"Kita tidak perlu meringkusnya, kita awasi dan ikuti saja gerak-geriknya hingga ia mendapatkan mustika itu. Jika kita berhasil meringkusnya bersama mustika itu sudah pasti Raja kita akan memberikan hadiah yang besar." Kata Gentala

"Tidak semudah itu adhi Gentala. Pangeran muda Syailendra ini sangat sakti. Para pendampingnya seperti Kunara Sancaka, Nagarjuna dan Jentra Kenanga adalah tiga ksatria Medang yang tidak bisa dianggap sepele. Mereka memiliki senjata sakti, pusaka-pusaka tua yang tidak mudah dikalahkan selain ilmu kanuragannya yang hebat. "Kata Cayapata.

"Benar yang dikatakan oleh adhi Cayapata. Kita tidak tahu siapa yang akan mendampingi Pangeran Balaputradewa. Jika Jentra Kenanga yang mendampinginya, sudah jelas mereka sulit dikalahkan. Jentra sangat sakti dan ahli racun. Ia juga pengendali air yang sangat baik. Berpadu dengan tuannya yang juga ahli di dalam pengendalian udara dengan tapak sapu anginnya, kita hanya akan jadi bulan-bulanan mereka." Jaladra menimpali.

Belum selesai mereka bicara tiba-tiba ketiga perwira sandhi Pengging itu mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Mereka segera menepi dan bersembunyi di balik semak untuk mengetahui siapa yang akan lewat.

Ada dua orang yang sedang berjalan. Mereka bicara dengan suara lirih namun terdengar jelas. Menilik dari pakaiannya mereka bukan pengembara biasa tapi seorang Rakai atau putera seorang Rakai. Cayapata mengamati lebih seksama dan ia yakin bahwa kedua orang ini adalah wangsa Sanjaya. Kain yang dipakai orang itu tidak berwarna biru seperti yang biasa dipakai para Rakai wangsa Syailendra tapi berwarna kesumba, menandakan mereka adalah pengendali api. Samir atau kain penutup dada mereka juga berwarna oranye kemerahan khas wangsa Sanjaya. Cayapata dan dua orang temannya mencoba menangkap pembicaraan mereka.

"Kakang Panaraban, apakah kau tidak tertarik untuk ikut mencari Mustika Udarati?" Tanya salah seornag dari pengembara itu.

"Aku ingin dimas Kumbhayoni. Tapi kudengar, Pangeran Balaputradewa juga tengah mengejarnya. Apakah hal ini tidak akan memperuncing permusuhan antara Syailendra dan Sanjaya."Jawab orang yang disebut Panaraban itu.

"Tapi bagaimanapun kau adalah pewaris sah takhta Medang dari Kakek buyut Sanjaya. Maharaja Garung saat ini hanyalah putra selir dan menantu saja dari keturunan sah Sanjaya. Apalagi ia mengawini wangsa Syailendra yang akan merebut wilayah Jawa Dwipa dengan mengambil dataran Kedu dan Kewu." Kata Kumbhayoni menambahi.

"Ssssttt....jangan keras-keras dimas. Kita tidak tahu tempat ini bertelinga atau tidak. Aku tidak mau wangsaku ditumbalkan hanya karena perebutan kekuasaan. Aku memilih menjadi Rakyan biasa yang membawahi perdikan daripada menjadi Raja tapi mengorbankan orang lain." Sahut Palaraban dengan suara yang ditahan.

"Ini bukan soal mengorbankan Kakang. Kami siap memberikan apa saja, asal Kedu dan Kewu tetap ada di tangan wangsa Sanjaya. Kami orang perdikan Walaing tidak takut mati. Namun kami tidak rela jika wangsa Syailendra mengambil alih kekuasaan atas Kedu dan Kewu. Apakah kakang pikir, Balaputradewa mengharapkan mustika itu karena ia ingin mengabdikan diri pada negara? Kau salah besar Kakang. Ia ingin menjadi Chakrawartin. Dan aku yakin ia akan merebut kekuasaan dari Rakai Garung yang bagaimanapun masih berdarah Sanjaya meskipun lebih berpihak pada wangsa Syailendra. Yakinkah kakang, dia tidak akan menghabisi wangsa kita jika ia berkuasa?" Kata Kumbhayoni.

Panaraban menggeleng pelan sambil mengangkat bahu kemudian mempercepat langkahnya. Sementara kedua orang wangsa Sanjaya berlalu. Ketiga perwira sandi Pengging keluar dari persembunyiannya. Bagi mereka semua menjadi jelas bahwa di dalam kerajaan Medang sendiri sedang terjadi perang dingin diantara para bangsawannya untuk merebut kekuasaan yang sah.

Pencarian mustika ini juga akan menjadi bagian dari permainan politik untuk melegitimasi kekuasaan baru. Entah itu Rakai Garung, Balaputradewa atau wangsa Sanjaya. Bagi Pengging sendiri yang secara politik lebih stabil,  keadaan negara tetangga yang carut marut akan memberikan banyak keuntungan. Apalagi jika kekuatan dalam negeri Medang pecah, Pengging justru bisa mengambil alih kekuasaan. 

Berita ini tentu akan menjadi informasi berharga bagi Raja kerajaan Pengging.  Cayapata beserta kawan-kawannya akan menerima anugerah   yang besar, untuk semua kabar yang disampaikannya. Apalagi jika Raja mereka juga ingin mengejar gelar Chakrawartin sang Raja Penguasa semesta.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   Perpisahan di Bawah Cahaya Fajar: Janji untuk Seorang Chakrawartin

    Fajar merekah di ufuk timur, menyinari tanah Medang dengan sinar keemasan yang lembut. Angin pagi berhembus perlahan, seakan ikut merasakan beban yang menggantung di hati mereka yang berkumpul di halaman istana. Hari ini adalah hari perpisahan, dan tak ada yang bisa menghindari kepedihannya.Di gerbang utama, rombongan kecil telah siap berangkat menuju pelabuhan. Pangeran Balaputeradewa berdiri gagah dengan jubah perjalanannya, sementara di sisinya, Ganika menggenggam tangan anak-anak mereka erat, seolah tak ingin kehilangan satu detik pun bersama mereka. Jentra dan Candrakanti berdiri sedikit di belakang, mata mereka dipenuhi emosi yang tak terucapkan. Amasu dan Wiku Sasodara juga telah bersiap, wajah mereka menyiratkan keteguhan untuk menemani perjalanan menuju Swarnabhumi.Namun di antara mereka, ada satu sosok yang memilih tetap tinggal—Rukma.Ia berdiri tegak, tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan perasaan yang mendesak keluar. Di sampingnya, Gaurika, istrinya, me

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   SEBUAH HUKUMAN

    Balaputerdewa dihadapkan pada majelis Pamgat yang dipimpin oleh Maharaja sendiri.Jentra, Rukma, Amasu dan Sasodara yang hadir di situ terpekur dengan sedihnya. Sebagai Mahamentri, kedatangan Balaputeradewa dikawal dan dijaga ketat oleh pasukan kawal istana maupun para Sanditaraparan. Namun kehadirannya dalam majelis itu masih diperkenankan memakai pakaian kebesarannya.Wiku Wirathu membuka sidang dengan pembacaan sutera dan segera setelahnya, para Pamgat yang terdiri dari pangeran-pangeran sepuh dan para Wiku duduk baik sebagai penuntut maupun sebagai pembela. Banyak Pangeran sepuh wangsa Syailendra yang berdiri dibelakang Sang Mahamentri I Halu. Tapi yang muda lebih banyak menentangnya karena fanatisme wangsa dianggap sebagai pemahaman kuno yang sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Sementara hakim yang mengadili adalah Maharaja sendiri di dampingi, Mahamentri I Hino yang dalam hal ini diwakili Rakai Pikatan, Wiku Wirathu dan Wiku Sasodara.Semua tuntutan dibacakan untuk me

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   RUNTUHNYA SANG BALAPUTERADEWA

    Ternyata kekuatan tentara Walaing, benar-benar tidak dapat dibandingkan dengan kekuatan pasukan Medang. Mereka menggulung kekuatan tentara Walaing seperti badai menelan segala yang dilewatinya, meskipun pesan Sang Rakai adalah tidak membunuh tapi hanya melumpuhkan saja. Welas asih dan dhamma yang diajarkan para Wiku ternyata begitu merasuk dalam hati Sang Pikatan sehingga peperangan yang dilakukan-pun seminimal mungkin membawa korban jiwa.Sementara Jentra menyusup memasuki kedaton Walaing yang telah mulai terbakar api. Rupanya Sang Balaputeradewa-pun telah bertekad untuk melakukan puputan yang artinya bahwa jika ia kalah maka ia akan menghadapi mahapralaya itu dengan kematiannya sendiri. Saat Balaputeradewa melihat pasukan belakangnya telah mencapai ambang kehancuran dan tentara musuh mulai menjejakan kaki ke halaman istananya. Ia telah mulai mencabut pedang dan kerisnya siap menjemput maut sebagai seorang ksatria dan Mahamentri wangsa besar yang dibanggakannya."Berhenti tuanku. Dul

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PUPUTAN

    "Gusti, apa Gusti akan yakin akan melakukan perang Puputan. Sekali lagi hamba mohon Gusti, jangan gegabah memutuskan untuk perang puputan. Gusti harus ingat bahwa di Walaing, bukan hanya peninggalan Walaing saja yang harus tuanku jaga. Tetapi di Walaing ada Abhaya Giri Wihara peninggalan Syailendra Wangsa Tilaka yang lainnya yaitu Sri Maharaja Rakai Panangkaran. Apa Gusti akan membiarkan putera wangsa Sanjaya menghancurkannya hingga rata dengan tanah." Aswin menyembah hingga hidungnya menempel ke tanah."Tetapi ini adalah masalah harga diri dan kehormatan Aswin. Apa kau rela kita akan hidup sebagai orang yang kalah dan dicemoohkan setiap kali? Itu-pun kalau Sri Maharaja Samarattungga tidak menghukum mati kita juga. Jadi apa bedanya Aswin?" Sahut Balaputeradewa saat bersiap untuk kembali ke Walaing."Permohonan saya, Iswari dan Karmika tetap sama Gusti. Lebih baik kita kehilangan harga diri dan kehormatan daripada kita berdosa kepada leluhur wangsa Syailendra. Apalagi putra tuanku masi

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERMATA WANGSA SYAILENDRA

    Pangeran Balaputeradewa menembus kabut tebal dan dinginnya malam untuk menyambut kedua buah hatinya. Bersama Aswin ia berkuda tanpa atribut sebagai seorang Mahamentri. Pengawal yang menyertainya juga hanya enam sampai tujuh orang saja, juga tanpa atribut sebagai perajurit tapi menyamar sebagai warga biasa."Apakah tempat itu sangat jauh Aswin?" Tanya Pangeran Balaputeradewa."Ya tuanku. Tapi dengan berkuda cepat seperti ini saya memperkirakan tengah malam kita akan sampai." Jawab Aswin."Aku tidak bisa meninggalkan Walain terlalu lama, karena kakak iparku Samarattungga pasti sudah tidak sabar untuk memotong kepalaku ini." Jawab pangeran Balaputeradewa."Jangan berpikir yang buruk tuanku. Apalagi di saat tuanku memiliki putra. Anggaplah keduanya hadiah dari Yang Maha Agung sehingga kelak akan menjadi permata wangsa Syailendra. Saya rasa tuanku Samarattungga tidak akan segera menyerang saat fajar menyingsing karena mengerahkan puluhan ribu pasukan bukanlah hal mudah." Aswin mencoba mene

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERLAWANAN TERAKHIR SANG PANGERAN

    Aswin mengikuti Pangeran Balaputeradewa ke bangsal agung Perdikan Walaing. Seluruh pasukan telah dimobilisasi, namun warga asli Walaing memilih untuk menyembunyikan diri di gua-gua yang tersebar di pesisir Walaing. Mereka ketakutan jika peristiwa pembantaian beberapa tahun lalu terjadi lagi."Atreya! Atreya!" Teriak Pangeran Balaputeradewa memanggil orang kepercayaan untuk menghadap. Atreya tergopoh-gopoh datang dan menyembah."Sembah hamba paduka Mahamentri I halu. Tuanku sudah kembali. Apa yang bisa hamba lakukan untuk tuanku?" Tanya Atreya. "Perkuat pertahanan dan tutup semua jalan menuju Walaing. Siagakan semua tentara cadangan, pasukan gajah dan pasukan berkuda." Kata Sang pangeran."Baik paduka. Tapi siapa musuh kita kali ini hingga semua sumber daya dikerahkan?"TanyaAtreya."Apa pedulimu lakukan saja. Kita akan berperang melawan orang-orang Kedu. Orang-orang Samarattungga." Jawab Pangeran Balaputeradewa tanpa rasa hormat.Atreya seketika bersujud di bawah kaki Sang pangeran, b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status