season 1 Shangguan Mai, seorang panglima besar yang disegani di medan perang, harus menghadapi kenyataan pahit ketika ayahandanya dituduh membunuh Pangeran Kedelapan, pewaris takhta yang paling dicintai Kaisar. Untuk menyelamatkan kehormatan keluarganya, Shangguan Mai dipaksa menikah dengan Pangeran Xiao Zhi—pangeran yang terkenal bodoh dan lemah. Namun, di balik topeng kebodohan Xiao Zhi, tersembunyi sebuah rahasia kelam yang bisa mengubah nasib kerajaan. Pernikahan ini bukan hanya tentang menebus dosa, tetapi juga membuka jalan bagi Shangguan Mai ke dalam pusaran intrik istana yang penuh pengkhianatan dan tipu daya. Apakah Shangguan Mai akan menemukan cinta dan kebahagiaan dalam hubungan politik ini, ataukah dia akan tenggelam dalam permainan licik yang dapat menghancurkan segalanya? season 2 kegelapan perlahan menyelimuti Kota Dacang. Dalam satu malam yang penuh darah, penduduknya berubah menjadi monster yang dikendalikan oleh racun misterius. Putra Mahkota Zhaoyang diutus untuk menyelamatkan kota itu, ia didampingi oleh Cui Xing, seorang ahli forensik yang cerdas dan berani. Disisi lain, Wu Yan—adik Zhaoyang diutus pergi ke Huanxi untuk menyelidiki asal usul racun iblis. Namun, ternyata dibalik dinding-dinding Istana Huanxi yang dingin, terdapat rahasia lain yang tersembunyi. Shen Ying, putri yang dianggap pembawa sial karena membawa kematian tragis untuk ibundanya, berniat membalaskan dendam atas penghinaan yang ia terima selama ini. Ketika takdir mempertemukan mereka dalam perang melawan musuh yang tak terlihat, rahasia tergelap dua kerajaan mulai terungkap. Tapi di balik setiap misteri, tersembunyi intrik yang jauh lebih mematikan. Dapatkah mereka bertahan dalam permainan kucing dan tikus yang berbahaya, atau akankah mereka tenggelam dalam kebohongan dan pengkhianatan yang tak bisa dihindari? Dalam dunia di mana kepercayaan bisa menjadi bumerang, siapa yang akan bertahan sampai akhir?
Lihat lebih banyakSetibanya di barak militer ayahandanya, Shangguan Mai yang baru pulang dari perbatasan utara langsung memenggal sepuluh kepala prajurit. Mereka semua terlibat dalam pembunuhan Pangeran kedelapan. Namun, dari sepuluh prajurit yang sudah diinterogasi dan dipenggal tidak ada yang mau bicara atau mengaku siapa dalang di balik kematian Pangeran kedelapan. Mereka memilih untuk tetap bungkam dan mati di tangan Shangguan Mai daripada harus mengungkapkan siapa tuan mereka.
Masalah ini sungguh membuat Shangguan Mai frustrasi karena jika ia tidak berhasil menemukan siapa dalang di balik kematian Pangeran kedelapan, ayahandanya akan menjadi tersangka utama karena sepuluh prajurit itu adalah orang kepercayaan ayahandanya. "Nona! Nona!" seru pelayan Shangguan Mai dengan napas tersengal-sengal setelah berlari jauh. Wanita muda itu terlihat gelisah dan wajahnya pucat sekali. "Pergilah dari sini, Nona!" desaknya dengan bibir gemetar. "Nona, jangan khawatir, aku yang akan menanggung semua kesalahan Nona nanti. Jadi Nona harus cepat pergi dari sini, " ucapnya sambil menangis dan memegang tangan Shangguan Mai dengan lembut. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus lari dari sini?" tanya Shangguan Mai sambil menatap lekat pelayannya. Ia berusaha untuk menenangkan wanita muda itu agar jangan terlalu panik. "Apa Kaisar sudah memutuskan untuk menghukum ayahandaku dan membuang semua Keluarga Shangguan ke pengasingan? Jika iya, aku akan segera pulang dan ikut bersama mereka ke pengasingan," ucap Shangguan Mai sambil membersihkan cipratan darah yang ada di wajahnya lalu melepaskan pakaian ziarahnya. Tampaknya cita-citanya untuk menjadi jenderal besar seperti ayahandanya sudah hilang karena ia bukan lagi anak dari jenderal besar maupun panglima yang baru pulang dari peperangan. Namun, hanya seorang pendosa yang akan diasingkan. "Bukan itu masalahnya, Nona. Masalahnya lebih besar daripada harus dibuang ke pengasingan, " jawab pelayan Shangguan yang masih menangis dengan sesegukan. "Nona akan dinikahkan dengan Pangeran kesembilan sebagai pengampunan dosa dari Kaisar," terangnya sambil memeluk Shangguan Mai dengan erat. Pelayan muda itu benar-benar tidak tega melihat nonanya harus menikah dengan pria bodoh yang berumur pendek. Ia juga takut kalau nanti nona kesayangannya akan dikubur hidup-hidup bersama Pangeran kesembilan karena sebentar lagi pria itu akan mati. Ah, ini cukup menyedihkan bagi akhir hidup Shangguan Mai yang pemberani. "Pengampunan dosa? Apa maksudmu? Apa ayahandaku sudah terbukti bersalah?" tanya Shangguan Mai yang tidak percaya bahwa Kaisar memberikan pengampunan dosa semudah ini dan menutup kasus kematian putra kesayangannya dengan cepat. Sebenarnya apa yang ingin ditutupi oleh Kaisar? Sampai-sampai dia rela menutup kasus kematian putra kesayangannya dengan cepat. Apa karena kematian Pangeran kedelapan ini masih ada hubungannya dengan keluarga istana? Ah, mungkin saja itu benar. Jika tidak, Kaisar tidak mungkin membuat kesepakatan seperti ini dengan Keluarga Shangguan. Shangguan Mai yakin bahwa pernikahan yang direncanakan oleh Kaisar ini hanya akal-akalannya untuk membungkam Keluarga Shangguan. Pelayan muda itu menatap Shangguan Mai dengan penuh ketakutan. "Racun teratai api yang digunakan untuk membunuh Pangeran kedelapan ditemukan di ruangan pribadi Tuan Besar. Tidak hanya racun yang ditemukan di sana, tapi juga surat dari Kerajaan Huanxi tentang kerja sama Tuan Besar dengan mereka untuk menggulingkan Kaisar," jawab pelayan Shangguan Mai dengan suara serak karena suaranya habis digunakan untuk menangis. "Padahal itu tidak mungkin terjadi, tapi sekarang Tuan Besar sudah diinterogasi oleh balai neraka dan Kaisar juga sudah memberikan titah pada Nona untuk menikahi Pangeran kesembilan jika ingin Keluarga Shangguan lolos dari hukuman," sambungnya membuat Shangguan Mai langsung tersenyum kecut. "Baiklah, jika memang dengan menikahi Pangeran kesembilan, keluargaku bisa mendapatkan pengampunan dosa dari Kaisar, maka aku bersedia untuk melakukannya," ucap Shangguan Mai yang terdengar pasrah. Padahal sebenarnya dia hanya ingin menyelidiki kasus kematian Pangeran kedelapan lebih lanjut untuk membersihkan nama ayahandanya. Dia akan membuat kekacauan besar di istana. *** Sebenarnya, sebelum kematian Permaisuri, Pangeran kesembilan adalah pangeran yang paling berbakat dan pintar di antara pangeran lainnya. Nilai akademiknya selalu tinggi, bahkan dia menjadi kesayangan Kaisar karena mampu menyaingi prestasi para sarjana kerajaan yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya. Namun, setelah kematian Permaisuri, Pangeran kesembilan berubah menjadi bodoh karena mengalami trauma berat. Ia juga kerap sakit-sakitan karena tubuhnya terkena racun dewa seminggu yang cukup mematikan. Namun, sebenarnya yang terjadi Pangeran kesembilan hanya berpura-pura bodoh dan mengalami trauma berat layaknya orang gila. Agar bisa melindungi dirinya sendiri dari orang yang ingin mencelakainya karena dia melihat wajah pelaku yang membunuh ibunya dan orang yang sudah meracuninya. Dia sengaja melakukan hal itu agar bisa membalaskan dendam kematian ibunya. Setelah dia dewasa dan menjadi kuat untuk menghancurkan mereka semua. Ia percaya bahwa pembunuh yang dia lihat dulu hanya orang suruhan dan dalang sebenarnya dari pembunuh ibunya ini pasti adalah orang istana. Setelah menjadi bodoh dan sering sakit-sakitan, Pangeran kesembilan langsung dikurung ke dalam Pagoda Suo Yao karena dianggap sebagai aib istana yang bisa memalukan Kaisar. Padahal, Pagoda Suo Yao adalah penjara untuk mengurung para penjahat yang berilmu tinggi dan sangat kejam. Bagi tahanan baru seperti Pangeran kesembilan, Pagoda Suo Yao adalah neraka yang sangat menakutkan karena dia harus bisa melawan tahanan lama. Agar bisa bertahan hidup dan mendapatkan pengakuan dari mereka. Namun, karena kepintaran dan kelicikan Pangeran kesembilan yang berpura-pura bodoh. Ia mampu mengalahkan mereka tanpa harus bertarung dan menjadi murid dari petapa gila, Jian Tian. Pria tua yang sangat ditakuti dan disegani oleh semua tahanan Pagoda Suo Yao karena dapat membunuh orang hanya dengan satu jarum kecil saja. Setelah dikurung di Pagoda Suo Yao selama lima tahun, akhirnya Pangeran kesembilan dikeluarkan dan dikirim ke Gunung Shu untuk mendapatkan pengobatan. Namun, meskipun sudah banyak mendapatkan pengobatan dan diobati oleh tabib terkenal, racun dewa seminggu yang ada di tubuhnya tidak bisa dinetralkan karena sudah menyatu dengan darahnya dan menggerogoti hatinya. Padahal, sebenarnya racun dewa seminggu yang ada di tubuhnya sudah lama disembuhkan oleh Jian Tian, gurunya. Racun yang ada di tubuhnya sekarang hanyalah racun palsu untuk menipu pihak istana dan menyakinkan mereka bahwa ia berumur pendek dan tidak mungkin menjadi kaisar. Pangeran kesembilan melakukan hal ini agar tidak ada pihak yang mencurigai atau mengganggunya untuk menyelidiki kematian ibunya. Di Gunung Shu inilah Pangeran Xiao Zhi mendirikan organisasi pembunuh yang bernama Sungai Kegelapan. Organisasi pembunuh ini kerap ia gunakan untuk menculik para pejabat dan mencari pembunuh ibunya yang hilang secara misterius. "Tuan! Berhentilah sebentar saja! Ada kabar mendesak yang perlu Tuan dengar sekarang," desak Jia Yue sambil mengejar qing gong Pangeran kesembilan yang cepat dan lincah. Bahkan pria tampan itu tampak sedang berlari di udara. "Ah, kenapa kamu selalu saja menggangguku seperti ini? Apa kamu sudah bosan hidup, Yue?" tanya Pangeran Xiao Zhi sambil menantap pelayannya dengan tajam. "Sebenarnya kabar apa yang membuatmu sampai berani menggangguku seperti ini? Jika ini soal kematian kakak kedelapan, aku tidak mau mendengarnya lagi karena aku sudah tahu," ucap Pangeran Xiao Zhi dengan dingin dan tidak acuh dengan kematian kakaknya. Padahal selama ini dia cukup dekat dengan Pangeran kedelapan. Namun, sebenarnya, kematian Pangeran kedelapan ini agak mengejutkan dan membuatnya sedih karena selama ini hanya kakaknya yang peduli dengannya. Namun, Pangeran Xiao Zhi memilih untuk menyembunyikan perasaan sedihnya agar bisa fokus pada tujuannya. Dia juga yakin bahwa kematian Pangeran kedelapan pasti masih ada kaitannya dengan kematian Permaisuri yang misterius. Selama ini Pangeran Xiao Zhi dan Pangeran kedelapan memang sering berhubungan dan bertukar informasi secara diam-diam mengenai apa saja yang terjadi di dalam istana. Pangeran kedelapan juga yang membantu Pangeran Xiao Zhi untuk menyusupkan anak buahnya ke dalam istana. Untuk menculik para pejabat yang diduga terlibat dalam kematian Permaisuri sepuluh tahun yang lalu. Alasan yang membuat Pangeran kedelapan bersedia untuk menjadi mata-mata dan membantu Pangeran Xiao Zhi adalah karena ia pernah diasuh oleh Permaisuri. "Tidak, Tuanku. Ini menyangkut pernikahanmu," balas Jia Yue sambil bersujud dan tidak berani membalas tatapan tajam Pangeran Xiao Zhi. "Hamba hanya khawatir kalau pernikahan yang tak terduga ini dapat mengganggu rencana Tuan untuk menemukan pembunuh Permaisuri. Jadi hamba memutuskan untuk tiba lebih awal daripada utusan istana yang akan menjemput Tuan besok agar Tuan dapat membuat keputusan lebih cepat." "Pernikahan? Kedengarannya cukup menarik. Tapi nona malang dari keluarga mana yang akan menikahi pria bodoh dan penyakitan ini? Apa nona dari Keluarga Wang?" tanya Pangeran Xiao Zhi yang setengah menebak. "Jika hanya nona dari Keluarga Wang saja, hamba tidak akan sepanik ini, tapi ini masalahnya nona dari Keluarga Shangguan. Wanita yang ingin dinikahkan dengan Tuan adalah Shangguan Mai. Wanita yang sudah memimpin ratusan prajurit di medan perang. Wanita seperti itu pasti mampu membongkar kedok Tuan dengan mudah," terang Jia Yue langsung membuat Pangeran kesembilan tersenyum miring. "Kenapa pernikahan ini terdengar sangat menarik? Ah, aku semakin tidak sabar untuk menikahi Nona Panglima itu," ucap Pangeran Xiao Zhi sambil menyeringai dan tersenyum penuh dengan kelicikan. "Sepertinya Ayahanda sedang memainkan permainan catur yang cukup menantang. Aku jadi merasa tertantang untuk menjadi salah satu bidaknya." Jia Yue memberanikan diri untuk menatap Pangeran kesembilan dengan lekat. "Hamba harap Tuan bisa memikirkannya kembali karena hamba takut kalau kali ini Tuan akan salah mengambil langkah," ucapnya dengan sedikit gemetar karena Pangeran kesembilan membalas tatapannya dengan sangat tajam. "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan diriku seperti ini karena selama ini aku tidak pernah salah mengambil langkah," ucap Pangeran Xiao Zhi sembari mendekat dan mengelus kepala Jia Yue dengan lembut untuk menghilangkan rasa takutnya. "Sekalipun aku salah mengambil langkah, maka aku akan mengambil langkah orang lain. Aku pasti akan menemukan dalang yang sudah membunuh ibuku dan menjadi kaisar," sambung Pangeran Xiao Zhi penuh dengan ambisi. Inilah sosok sebenarnya dari Pangeran kesembilan yang penuh dengan ambisi dan sangat licik. Dia bisa bertindak sangat kejam jika itu berhubungan dengan kematian ibunya. ***Sementara itu, Zhaoyang dan Cui Xing melakukan perjalanan menuju Huanxi, melintasi pedesaan kecil dan sungai yang berkelok-kelok. Setelah perjalanan panjang dari Dacang, mereka akhirnya tiba di Desa Linhua, sebuah desa terpencil yang seakan-akan terputus dari dunia luar. Jarak ribuan kilometer memisahkan mereka dari Kota Jianghu. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa berat—Zhaoyang tetap membisu, meskipun Cui Xing beberapa kali mencoba membuka percakapan. Keheningan itu menegaskan jarak emosional di antara mereka.Sikap dingin Zhaoyang terasa hampir tak terjangkau, seolah-olah ia menarik diri ke dalam benteng pertahanan yang sulit dihancurkan. Cui Xing bisa merasakan ketegangan itu, tetapi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pikirannya. Kekesalan Zhaoyang terhadap dirinya mungkin sudah cukup jelas. Dia tahu Zhaoyang tak pernah setuju dirinya ikut dalam misi ini. Baginya, perjalanan ke Huanxi penuh bahaya, dan Cui Xing mungkin hanyalah tambahan beban yang tidak p
Di Paviliun Mingyue Mudan, Selir Agung terbenam dalam keputusasaan. Wajahnya yang cantik tampak lesu, dan matanya penuh lingkaran hitam menandakan bahwa ia tidak tidur semalaman. Air matanya tak tertahankan. Jeritan putrinya, Shen Ling Long, mengisi setiap sudut ruangan, menggema seperti melodi duka yang tak kunjung berhenti. Aroma bunga peony layu dan obat-obatan menyelimuti udara, menciptakan suasana yang menyesakkan, sementara rasa sakitnya semakin menguat. Dalam pikirannya yang kacau, Selir Agung berharap bisa menggantikan penderitaan putrinya.Ketika suasana semakin mencekam, suara Kaisar tiba-tiba memecah keheningan. "Tenanglah, selirku. Aku telah menemukan tabib yang andal untuk putri kita," katanya, menggenggam tangan Selir Agung dengan lembut. Sentuhan hangatnya menciptakan ilusi harapan dalam kegelapan, meskipun ketegangan masih menyelimuti mereka. "Aku yakin Ling Long kita pasti bisa bangun," lanjutnya, tatapannya beralih ke Wu Yan yang berdiri dengan tenang di sampingnya.
Kondisi di Huanxi kini terasa seperti medan pertempuran sunyi, bukan dengan senjata tajam, melainkan dengan pikiran dan ketegangan yang tak nampak. Setiap tabib yang melangkah maju untuk mencoba mengobati Putri Ling Long menghadapi ujian yang lebih dari sekadar keahlian—nyawa mereka dipertaruhkan. Di sekitar istana, angin dingin semakin berdesir, membawa serpihan salju yang menari di udara, namun tak mampu menyelimuti suasana mengerikan. Aroma herba yang tajam dan asap dupa samar-samar menyusup ke udara, bercampur dengan bau darah segar dari mereka yang dihukum. Puluhan tabib telah gagal. Wu Yan tetap berdiri diam di tengah aula istana yang beku, tubuhnya tegak meski kaki lainnya gemetar. Ia menyaksikan tangan-tangan yang dulu piawai meracik ramuan kini tergeletak di tanah, beku oleh salju dan kehilangan fungsi. Rasa takut dan panik merambat dalam kerumunan, tetapi Wu Yan tetap tenang. Dia menutup matanya, membiarkan hawa dingin merambat di kulit wajahnya, salju yang lembut menyentu
Keesokan paginya, ibukota Huanxi diselimuti musim dingin yang menggigit. Langit kelabu menekan rendah di atas kota, seakan-akan mendekatkan berat musim dingin kepada setiap orang di bawahnya. Udara dingin yang begitu tajam seakan menampar wajah siapa saja yang berani keluar. Setiap napas yang dihembuskan berubah menjadi kabut tipis yang melayang sejenak sebelum hilang di udara beku. Butiran salju turun perlahan, tapi pasti, menumpuk seperti selimut putih tebal di jalanan ibukota yang kasar, berderit di bawah kaki para pejalan kaki yang terburu-buru.Sisa-sisa perayaan beberapa hari lalu terlihat suram. Lentera-lentera merah yang dulu menyala terang kini tergantung lemas di rumah-rumah warga, terbungkus salju dan angin, cahayanya padam. Jejak-jejak dekorasi dan kertas perayaan yang tersisa terkubur di bawah lapisan salju, mengaburkan kenangan kegembiraan yang kini terasa seperti kenangan jauh yang dingin. Di pasar raya yang biasanya ramai, derit roda gerobak yang ditarik pelan terdenga
Dua hari kemudian, di Kerajaan Huanxi... Di dalam Istana Jinhe, Kaisar Shengzong duduk terpaku di kursinya, terjebak dalam kenangan pahit yang menyelimuti ruangan dalam kabut kelabu. Lampu-lampu lentera bergetar lembut, memantulkan cahaya samar yang menari di dinding batu marmer putih. Aroma dupa cendana yang terbakar bercampur dengan wewangian bunga kering, menghidupkan kembali memori akan cinta yang telah hilang. Di hadapannya, sebuah lukisan besar menggantung, memancarkan kesedihan yang mendalam—potret Wei Yong Luo, wanita yang ia anugerahi gelar Rengsheng karena telah menerangi relung hatinya dengan kelembutan dan cinta. Kecantikannya benar-benar abadi dalam warna-warna lembut, seolah senyum manisnya masih dapat terasa meski ia telah lama pergi. Kaisar memejamkan mata sejenak, membiarkan bayangan suara lembut Ratu Rengsheng berbisik di telinganya, seolah menenangkan jiwanya yang resah. Namun, angan-angan itu segera sirna, tergantikan oleh dentingan keras arak saat gelas yang ia
Sementara di tempat yang jauh, Yu Wen terhuyung, setiap langkahnya terasa berat. Telinganya berdengung, ribuan jeritan terus bergaung. Melodi seruling Zhaoyang masih merasuki, siap menelan kesadarannya. Racun menggerogoti tubuhnya, menimbulkan rasa sakit tajam di perut dan bahunya. Setiap detik terasa seperti belati, menusuk lebih dalam. Luka yang menganga, bekas belati Cui Xing, berdetak seirama dengan denyut nadi yang semakin lemah. Dengan napas yang tersengal, Yu Wen terjatuh di atas ranjang, punggungnya terasa dingin, seolah kasur yang seharusnya memberi kenyamanan malah menjadi batu dingin yang menusuk tulang-tulangnya.Cahaya rembulan menembus jendela jeruji Paviliun Fengyu, menorehkan garis perak di lantai yang gelap. Sinarnya begitu redup, terasa dingin dan jauh, seakan hanya menambah kekosongan hatinya. Di dalam ruang sunyi itu, hanya desahan napasnya yang terdengar, begitu berat dan terputus-putus. Hatinya tercekam oleh ketakutan yang merayap, dingin seperti es yang menembu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen