"Tidak semudah itu Nyonya Naya yang terhormat," ucap Ibu Lita dan kini mulai menunjukkan taringnya.Setelah mengetahui maksud dan tujuan keluarga Kalingga datang ke rumahnya adalah untuk melamar Zahra, membuat wanita paruh baya itu seperti berada di atas angin. Ibu Naya menatap tajam ke arah Ibu Lita."Sudah aku duga," ucap Ibu dari Tama itu dalam hati."Perkara untuk menikahkan Zahra dengan Tuan Tama yang terhormat memang bukan sebuah masalah yang besar. Tapi setelah kami kehilangan Zahra karena ikut dengan suaminya, itu artinya kami akan kehilangan satu-satunya anak kami yang menjadi sumber dari penghasilan kami," jelas Ibu Lita. Ibu Naya dan juga Tama mengernyit heran."Maksud saya, Zahra adalah tulang punggung bagi keluarga kami. Dia yang selama ini bekerja untuk membiayai kehidupan kami. Karena seperti yang anda semua tahu, ayah Zahra, suamiku, Daksa, sampai sekarang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Jadi hanya Zahra lah yang bisa kami andalkan. Lalu apa jaminannya jika sampai
Malam itu setelah pulang dari menemui ayah dan juga ibunya, Zahra tidak bisa tidur. Jam di dinding kamar sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam akan tetapi gadis ini masih berdiri di dekat jendela menatap langit malam yang tampak semakin gelap saja. Bayangan adegan terakhir sebelum mereka kembali, masih terus berputar di dalam kepalanya."Baiklah kami setuju. Lagipula jika kami sudah memiliki rumah besar beserta isinya, apalagi ditambah dengan sebuah mobil, kami tidak membutuhkan Zahra lagi."Ucapan tegas nan angkuh dari Ibu Lita membuat gadis ini mengerti sejauh mana pentingnya dirinya di dalam keluarga itu. Selama bertahun-tahun dia bekerja membantu perekonomian keluarga hanya karena sang ayah yang tidak memiliki pekerjaan dan akhirnya lebih senang mempertaruhkan apa yang dia punya di atas meja judi. Bahkan dia juga rela tinggal bersama seorang laki-laki yang sangat kejam hanya untuk membantu melunasi hutang ayah dan juga ibunya.Gadis itu berpikir jika semua pengorbanannya tersebu
Tama duduk menyandarkan tubuhnya di atas sofa. Sebuah laptop masih menyala di atas meja. Begitu juga ponselnya yang selalu setia teronggok di samping layar persegi empat tersebut. Malam itu Tama tidak bisa tidur. Sejak tadi dia masih memeriksa berkas-berkas perusahaan yang masuk ke emailnya dan menurutnya ada beberapa yang terasa ganjil.Laki-laki itu keluar dari dalam kamarnya saat tenggorokannya terasa kering. Karena air minum di dalam teko sudah habis, dirinya terpaksa pergi ke dapur. Setelah selesai dengan segala urusannya dan hendak kembali ke dalam kamarnya, saat itulah dia melihat sang Ibu yang masuk ke dalam kamar Zahra. Siapa sangka hal itu berhasil membuat dirinya penasaran dan akhirnya mengintip kedua wanita itu. Sungguh suatu hal yang tak pernah dia lakukan.Kini Tama tak bersemangat untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah mendengar dan juga melihat interaksi di antara Zahra dan juga Ibu Naya, membuat pikiran laki-laki itu menjadi terganggu."Zahra, permainan apa yang seda
"Aku ingin semua jadwal pertemuanku untuk minggu depan disiapkan untuk diselesaikan minggu ini," titah Tama kepada sang asisten. Mereka kini sedang berada di dalam ruangan sang CEO mengerjakan pekerjaannya seperti biasa."Minggu ini? Memangnya jika saya boleh tahu ada apa Tuan?" tanya Rey."Aku akan menikah," jawab Tama santai dengan mata yang masih terus fokus pada beberapa file yang sedang dia tandatangani. "Menikah?" Rey terkejut mendengar hal itu. Bagaimana tidak, selama ini dia tidak pernah melihat sang atasan dekat dengan seorang gadis manapun akan tetapi sekarang dia malah mendengar jika sang CEO akan menikah."Hmm," gumam Tama. Dia tidak sedikitpun berniat mengobrol atau membicarakan tentang hal ini lebih jauh dengan Rey."Tuan maaf jika pertanyaan saya mungkin terkesan tidak sopan tapi jika saya boleh tahu lagi, siapa gadis beruntung yang akan menjadi Nyonya Tama Kalingga?" tanya Rey lagi. Sungguh kabar tiba-tiba ini membuat hati kecilnya gelisah. Dia adalah orang terdekat T
Sepanjang perjalanan pulang raut wajah Ibu Naya menjadi tidak seceria tadi. Pertemuan mereka dengan Leo lalu laki-laki itu mengatakan jika dirinya adalah kekasih sang calon menantu, membuat pikiran wanita itu menjadi tidak karuan. Apalagi sampai mereka berpisah, Zahra tidak juga mengatakan kepada Leo jika dirinya akan menikah dengan Tama.Zahra yang duduk di samping Ibu Naya masih menunduk. Dia belum berani menatap wajah Ibu Naya yang tampak begitu dingin."Sejak kapan kalian berhubungan?" tanya Ibu Naya pada akhirnya. Zahra menoleh ke arah wanita tua itu."Sejak… sejak ayah dan ibu Lita menjadikan aku sebagai alat pelunas hutang pada Tuan Tama," jawab Zahra lirih. Ada rasa takut muncul di hatinya mendengar nada pertanyaan Ibu Naya yang cukup tegas dari biasanya."Apa Tama tahu?" tanya wanita tua itu lagi. "Tahu," jawab Zahra mengangguk."Lalu?""Waktu itu Tuan Tama menyuruhku untuk mengakhiri hubungan kami. Karena status alat pelunas hutang ini," jawab Zahra lagi."Itu artinya hubu
Sepanjang hari Tama tidak bisa tenang. Seluruh pikirannya dipenuhi dengan satu nama, Zahra. Bagaimana gadis itu memperlakukan sang Ibu dengan sangat baik dan juga lembut. Bagaimana candanya bisa membuat sang Ibu yang sudah lama termenung menjadi sering tertawa. Dan bagaimana kedekatan kedua wanita berbeda generasi itu yang sudah membawa dampak positif bagi kehidupan Ibu Naya.Akan tetapi bayangan masa lalu yang begitu menyakitkan pun juga kembali muncul. Malam disaat hari yang mengenaskan itu, Tama sedang berada di luar kota. Saat dokter keluarga mereka menghubunginya dan berkata jika sang adik tengah berada di rumah sakit dalam keadaan kritis."Apa? Tapi bagaimana bisa dokter?" ucap Tama kaget. Dia bahkan menghentikan rapat malamnya yang sedang dia lakukan saat itu."Sebaiknya anda segera datang. Ada yang harus saya jelaskan yang tidak mungkin saya katakan kepada Nyonya Naya," ucap dokter keluarga tersebut.Malam itu juga Tama kembali bersama dengan Rey yang selalu setia menemani per
Setelah Tasya dimakamkan, tanpa sepengetahuan Ibu Naya, Tama meminta Rey untuk menyelidiki semuanya. Dan hasilnya ada beberapa nama yang terlibat dalam kasus penganiayaan Tasya. Salah satunya adalah Zahra. Menurut Rey, Zahra lah yang sudah mengajaknya pergi malam itu. Dan hal itu dibuktikan dengan chat ajakan dari nomor Zahra yang masih tersimpan di ponsel Tasya. Hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa Tama sangat membenci seorang Zahra Aina Sabila.Tama percaya jika Zahra adalah dalang dibalik musibah dan semua kesedihan yang terjadi di dalam keluarganya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rey jika Zahra bekerja sama dengan beberapa laki-laki untuk menganiaya Tasya dengan alasan iri karena Tasya adalah salah satu keluarga Kalingga.***“Apa?”Zahra sangat kaget saat mendengar jika selama ini Tama menuduhnya bekerja sama dengan para berandalan untuk menganiaya Tasya. Dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa Rey mendapatkan informasi tak masuk akal seperti itu. Sekarang
Semenjak tahu alasan sebenarnya mengapa Tama begitu membencinya, membuat semua kejadian yang menimpa hidupnya menjadi sangat jelas dimata Zahra. Dulu dia selalu bertanya kenapa Tama begitu bersemangat ingin sekali menerimanya sebagai alat pelunas hutang? Kenapa laki-laki itu terus saja menghukumnya bahkan sampai menyiksanya? Zahra tidak pernah menyangka sama sekali jika semua ini terjadi karena kesalahpahaman di masa lalu. Zahra ingin sekali membuktikan pada Tama jika dirinya tidak bersalah. Dia ingin sekali membuktikan jika dirinya tidak terlibat dalam kasus penganiayaan yang menimpa Tasya. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan apapun yang dia katakan tidak berpengaruh pada laki-laki itu. Keyakinannya atas semua bukti yang sudah dia dapat, begitu besar. Sehingga Tama tidak bisa digoyahkan sama sekali."Hmm, Tasya kenapa kakakmu begitu keras kepala? Apa yang harus aku lakukan agar kakakmu bisa percaya jika aku tidak bersalah," gumam Zahra pelan."Ada apa Nak?"Suara seorang wanita tua be