Zahra Aina Sabila, seorang gadis muda yang sangat cantik harus rela menerima nasibnya dijual oleh kedua orang tuanya kepada seorang CEO yang berusia jauh lebih tua darinya demi untuk melunasi hutang keluarga. Akan tetapi yang lebih membuat Zahra terkejut, laki-laki itu adalah laki-laki yang sama yang sudah membunuh kekasihnya. “Bagaimana bisa kamu begitu bersemangat menerima aku sebagai alat pelunas hutang untukmu?” tanya Zahra. “Ini semua terjadi karena masa lalu,” ucap Tama dingin. Bagaimana kehidupan Zahra setelah tinggal bersama Tama? Akankah segala air mata yang dia dapatkan akan berubah menjadi rasa cinta? Sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu sehingga Tama setuju untuk menerima Zahra sebagai alat pelunas hutang?
View More“Kamu mau pergi kemana, Zahra? Ayo kita bersenang-senang!”
Terdengar suara teriakan seorang laki-laki menggema membelah heningnya malam. Hujan turun dengan sangat deras. Ditemani angin yang bertiup kencang dan juga petir yang menggelegar membuat suasana saat itu sangat mencekam. Apalagi tak ada satupun bintang ataupun cahaya bulan yang menghiasi langit, menjadikan hamparan luas tersebut tampak begitu menyeramkan.Seorang gadis berlari. Keringat mengucur deras di dahi dan juga sekujur tubuhnya. Sesekali tangannya menyeka air mata yang terus mengalir.“Ya Tuhan tolong bantu hamba,” gumam wanita tersebut.Rasa ketakutan terus menjalar di dalam diri wanita itu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya dan tubuhnya semakin gemetar tidak karuan. Bagaimana tidak, seorang laki-laki sedang mengejarnya. Seorang laki-laki yang sudah pasti memiliki niat yang buruk kepadanya. Dan sayangnya laki-laki itu adalah kekasihnya.Zahra tidak menyangka jika Satria, laki-laki yang baru saja menjadi pacarnya tiga bulan yang lalu, seseorang yang sangat baik dan juga perhatian, nyatanya malam ini mengeluarkan sifat aslinya. Andai saja dirinya tidak berhasil melawan dan kabur, mungkin saat ini tubuhnya sudah dinikmati oleh laki-laki itu."Ayolah Zahra, apakah kamu tidak lelah terus berlari seperti ini. Lebih baik ikutlah denganku dan akan aku berikan kenikmatan untukmu."Suara itu semakin lama terdengar semakin keras saja. Zahra terus berlari tak tentu arah. Sesekali dia melihat ke belakang untuk sekedar memastikan bahwa Satria masih berada jauh darinya.Malam yang begitu gelap ditambah derasnya hujan yang membasahi wajah hingga menutup matanya, membuat pandangan gadis ini sedikit buyar. Alhasil tanpa sengaja dia menabrak tubuh seseorang. Gadis itu terjengkang dan duduk di jalan.“Maaf… maaf,” ucap Zahra akan tetapi dengan pandangan yang terus menghadap ke arah belakang.Sayup-sayup suara teriakan Satria memanggil kembali terdengar. Karena takut, gadis itu langsung berdiri dan bersembunyi di balik tubuh seseorang yang dia tabrak tadi. Tubuh seseorang itu begitu kekar dan juga tegap. Dengan pakaian celana panjang hitam dan kaos putih berbalut jaket kulit yang juga berwarna hitam. Walaupun hanya melihat punggungnya saja, akan tetapi Zahra tahu jika orang di depannya ini adalah laki-laki.“Tuan.. tuan.. tuan, aku mohon tolong aku. Orang jahat itu sedang mengejarku dan hendak menyakitiku. Aku mohon tolong aku!” ucap Zahra dari balik tubuh kekar tersebut.Laki-laki itu seketika berbalik sehingga mereka pun kini bisa melihat wajah satu sama lain. Zahra yang tampak sangat kacau. Dengan baju yang basah kuyup dan juga sedikit sobek di bagian bahunya, rambut yang berantakan serta wajah yang pucat. Bibirnya bergetar dan kedua tangannya disatukan di depan dadanya sebagai isyarat meminta pertolongan.Dari pandangan Zahra, gadis itu bisa melihat seorang laki-laki berwajah tampan dengan jambang yang tipis tapi terlihat sangat rapi. Sorot matanya tetap tajam walaupun dibawah guyuran air hujan yang sangat deras. Jika dilihat dari penampilannya, Zahra menerka jika laki-laki itu pasti berusia jauh lebih tua darinya. Akan tetapi dia tidak peduli semua itu. Yang dia inginkan sekarang adalah selamat dari Satria.“Untuk apa aku harus bersusah payah menolongmu? Aku tidak mengenalmu dan lagi pula apa keuntungan yang bisa aku dapatkan dengan menolongmu?” ucap laki-laki itu dingin.Zahra sempat terdiam sesaat. Di dalam otaknya dia berpikir bagaimana bisa ada orang sepicik itu di dunia ini? Yang lebih mengutamakan keuntungan daripada menolong sesama manusia yang sedang kesusahan? Apa semua yang dia lakukan di dunia ini memang selalu mengandung timbal balik yang menguntungkan untuknya?Karena Zahra tak kunjung mengeluarkan jawaban, laki-laki itu pun kembali berbalik dan hendak masuk ke dalam mobil hitamnya. Melihat satu-satunya orang yang bisa membantunya itu malah akan pergi meninggalkannya akhirnya dengan cepat dan tanpa berpikir lagi wanita itu pun mengucapkan sesuatu."Aku berjanji padamu Tuan. Aku berjanji padamu jika kamu mau menolongku maka aku siap melakukan apapun yang kamu mau," ucap Zahra tegas. Laki-laki itu menghentikan langkahnya yang baru saja masuk ke dalam mobil."Iya, aku berjanji. Apapun yang anda mau, akan aku lakukan," ucap Zahra lagi.Laki-laki berjaket hitam itu kembali berdiri tegak menghadap ke arah Zahra. Salah satu alisnya tertarik ke atas sebagai tanda jika dirinya sedang meneliti wajah gadis muda itu."Apa kamu yakin?" tanya laki-laki itu dengan senyum menyeringai.Melihat senyum itu, sebenarnya membuat Zahra sedikit ragu dengan apa yang dia lakukan. Baginya senyuman laki-laki di depannya ini jauh lebih menakutkan jika dibandingkan dengan senyum menyeringai Satria. Sejujurnya dia ingin menarik kembali perkataan yang baru saja dia ucapkan. Akan tetapi suara menggema dari Satria yang kembali terdengar, membuat Zahra akhirnya mengangguk dengan cepat."Baiklah," jawab laki-laki itu singkat. Hujan di atas langit sudah mulai mengecil. Menyisakan gerimis tanpa adanya lagi gelegar petir. Membuat kedua insan tersebut dapat semakin jelas melihat wajah masing-masing."Hey brengsek! Apa yang sedang kamu lakukan di sana?" teriak Satria yang tiba-tiba saja muncul. Melihat wajah Satria, Zahra semakin ketakutan dan lebih merapatkan tubuhnya ke mobil hitam di sampingnya. Sedangkan laki-laki di depannya seketika mengepalkan tangannya kuat.Dengan tenang laki-laki itu membalikkan badan sehingga dirinya bisa melihat siapa yang sudah berani berbicara kasar kepadanya. Satria tersenyum kecut melihat laki-laki di depannya. Dia sangat menganggap enteng orang tersebut."Hey Om. Sebaiknya Om serahkan wanita itu kepadaku. Aku tidak mau berdosa dengan menyakiti manusia yang lebih tua dariku," teriak Satria masih angkuh. Laki-laki di depan Zahra masih diam memperhatikan tanpa bergerak sama sekali."Ayolah Om, ingat usiamu. Aku tidak tega jika harus mengantarkanmu ke alam baka lebih cepat dari waktunya. Jadi jangan pernah ikut campur urusan anak muda. Lagipula wanita itu adalah kekasihku," teriak Satria lagi.Laki-laki berjaket hitam itu menoleh ke arah belakang sehingga pandangan kedua insan itu kembali bertemu. Dengan cepat, Zahra menggelengkan kepala memberi isyarat jika apa yang dikatakan oleh Satria itu adalah bohong. Laki-laki itu kembali menghadap ke arah Satria."Hanya seorang kekasih? Walaupun dia istrimu sekalipun, kalau aku tak mau memberikannya lalu apa yang akan kamu lakukan?" ucap laki-laki itu dingin.Kini bukan hanya laki-laki itu saja yang mengepalkan tangannya kuat melainkan Satria juga. Satria paling tidak suka jika ada orang lain yang berani menantangnya. Apalagi seorang laki-laki yang usianya jauh lebih tua darinya. Emosi di dalam tubuhnya meningkat."Kurang ajar. Berani sekali kamu menantangku orang tua. Ternyata kamu sudah bosan hidup rupanya. Baiklah, akan aku antarkan kamu ke alam baka sekarang juga," ucap Satria sambil berlari mendekati mereka berdua.Melihat Satria berlari mendekat, membuat Zahra semakin ketakutan. Dia pun berpikir apakah laki-laki tua di depannya ini bisa mengalahkan Satria? Akan tetapi tanpa wanita itu duga, laki-laki tersebut malah mengeluarkan sebuah pistol dari saku jaketnya. Laki-laki itu menarik pelatuk senjata tersebut dan sebuah peluru pun melesat dengan cepat menembus dada Satria. Membuat kekasih dari Zahra itu pun terjengkang ke belakang dengan darah yang merembes keluar dari dadanya. Laki-laki itu pun mati di tempat.Melihat kejadian itu, membuat Zahra menutup mulutnya kuat-kuat, matanya melotot dan wajahnya semakin memucat saja. Dia tahu jika dirinya ingin lepas dari kejaran Satria. Itu sebabnya dia meminta tolong kepada laki-laki asing tersebut. Akan tetapi dia tidak pernah menyangka jika penyelesaian seperti ini yang dilakukannya."Beres!" gumam laki-laki itu. Dia kembali memasukkan pistol tersebut ke dalam saku jaketnya.Sadar bahwa dirinya sudah meminta tolong kepada orang yang salah, perlahan Zahra pun berjalan mundur. Apalagi dari sejak awal dia memang tidak berniat untuk menepati janjinya. Dia hanya asal berbicara agar laki-laki itu mau menolongnya. Zahra pun mulai menjauh dari laki-laki tersebut dan lalu pergi meninggalkannya sendirian.Setelah membunuh Satria, dengan tenangnya laki-laki itu memutar tubuhnya. Bibirnya tersenyum saat dia tak melihat wanita itu disana."Larilah nona, larilah. Tapi tidak ada seorangpun yang bisa pergi dan menghilang dari kejaran Aditama Kalingga. Apalagi dia sudah berjanji sesuatu kepadaku."***Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments