Share

Bab 3. Dipecat

Beberapa hari sebelumnya, kepala Emma sakit–masih pusing akibat kekerasan, seluruh tubuhnya sakit, tetapi Emma harus keluar dari rumah mantan suaminya. Dia tidak ingin tinggal di sana lagi. Rumah itu bagaikan neraka baginya yang tidak bahagia selama dua tahun pernikahan.

Emma menyewa sebuah apartemen murah untuk ditempati. Barang-barangnya sudah disusun. Emma kelelahan karena berjalan sepanjang hari sambil menahan rasa sakit. Sayangnya, hal itu justru menambah rasa sakitnya, sebab Emma menyeret kopernya sejak pagi sampai akhirnya menemukan apartemen tersebut malam itu. 

Emma tidak bisa menahan diri agar tidak menangis. Sebentar lagi, perceraiannya akan terbongkar. Bagaimana dia bisa menyembunyikan agar ayahnya tidak tahu tentang kehidupannya yang tidak bahagia? Bahwa dia telah mengalami kekerasan dan penghinaan setiap hari selama pernikahannya. 

Siapa yang akan memahaminya? Siapa yang akan mendukung dan menolongnya?

Namun, tidak ada yang mengetuk pintu apartemennya untuk menawarkan bantuan. Di sisi lain, kondisi Emma semakin memburuk. Emma akhirnya memutuskan mengunjungi dokter untuk mendapatkan pengobatan. Dokter mengatakan bahwa ia menderita cedera otak traumatis atau gegar otak. Emma mengambil obat di apotek dan pulang ke rumah.

Dalam perjalanan, Emma berhenti di sebuah toko roti dan kue. Dia membeli beberapa roti dan minuman. Saat keluar sambil menata kembali barang-barang bawaannya. Emma tidak sengaja menabrak seorang pria.

"Maaf, saya tidak sengaja," kata Emma, panik, tangannya gemetar saat mengambil barang yang jatuh. Rotinya menjadi kotor dan tidak bisa dimakan lagi.

Sayangnya, Topan hanya menatapnya dengan tatapan dingin saat Emma berdiri sambil memegangi kepalanya karena sempoyongan. Kemudian, Emma menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak ada yang terluka. Emma juga tidak menemukan barang belanjaan atau apapun di tangan pria itu.

"Apa kamu baik-baik saja?" Emma bertanya, tetapi pria itu tetap diam. "Kamu tidak punya belanjaan atau apa pun...?"

Karena Topan tidak menjawab pertanyaannya, Emma bertanya lagi. "A-apa kamu terluka?"

Namun, lelaki itu menjawab singkat. "Ya."

"Oh, akhirnya, Terima kasih Tuhan." Emma mengembuskan nafas. Dia mengira pria itu tuna wicara. "Saya tidak tahu bagian mana dari tubuh kamu yang terluka, tapi saya benar-benar minta maaf. Saya sedang terburu-buru."

Sayangnya, Topan merasakan getaran suara Emma. Perempuan itu sedikit menunduk untuk pamit dan berbalik untuk pulang. Apartemennya hanya berjarak dua puluh menit perjalanan dengan bus. 

Usai meletakkan barang belanjaan di meja, Emma mengambil air minum di dapur untuk minum obat. Namun, Emma terkejut tidak menemukan obatnya dimanapun. Matanya terbelalak saat teringat obat itu mungkin terjatuh di depan toko roti.

Emma memukul pelan kepalanya dan mulai menangis lagi. Dia sangat membutuhkan obat itu, tetapi tidak bisa pergi keluar hanya untuk mencarinya, karena akan menghabiskan biaya bus, waktu dan tenaganya untuk kembali. Dia merasa lemah. Tubuhnya bahkan gemetar dan napasnya terengah-engah sampai satu ketukan di pintu berbunyi. Emma menyeka air mata, mencoba berdiri lalu bergerak untuk membuka pintu.

"Obatmu."

Emma terkejut. Pria yang tadi bertemu dengannya di jalan, berdiri di hadapannya sambil menyerahkan obat, tepat saat dia membuka pintu. 

"Terima kasih," kata Emma merasa terharu. Dia hendak berbicara lagi, tetapi Topan langsung pergi, setelah Emma menerima obatnya.

"Tunggu, siapa nama kamu?" Emma fokuskan pandangannya pada lelaki itu. Sayangnya, pria itu tidak menghentikan langkah hanya untuk sekadar menoleh padanya.

***

Sampai hari ini, Emma bertanya-tanya siapa sebenarnya Topan. Bagaimana mungkin dia akan setuju dengan kontrak tersebut jika mengetahui namanya saja tidak. 

Emma baru saja berpisah dengan suaminya, bahkan perceraian mereka belum selesai. Dia mengalami trauma atas pernikahan dan kekerasan yang dialaminya. Butuh waktu untuk sembuh. Meminta untuk menikahi Topan hanya beberapa hari setelah kedatangannya ke apartemen adalah hal yang bodoh untuk dilakukan.

"Emma, bawa ke ruang direktur! Cepatlah!" 

"Baik." Emma mengangguk,mwmbawa nampan dengan hati-hati ke lantai atas menggunakan lift staf. Di lantai yang dituju, Emma mencari ruangan yang ada papan nama di pintunya. Dia menemukannya dan mengetuk pintu dengan sopan.

"Masuk!" Seorang pria berteriak. 

Emma masuk ke dalam ruangan besar yang nyaman untuk bekerja. Detak jantungnya tidak terkendali sejak tadi, karena dia takut membuat kesalahan dan mengecewakan mereka yang telah mempekerjakannya.

Dia lekas meletakkan gelas dan cangkir sambil mendengar mereka berbicara, lantas keluar tanpa melihat seisi ruangan dan kenapa Topan menatapnya tanpa ekspresi.

"Mungkin kamu perlu menawarkan dua kali lipat dari tawaran sebelumnya," kata asisten pribadinya. 

Topan mengangguk samar-samar. "Aku yakin itu tidak akan berhasil untuk dia, tapi mungkin akan berhasil untuk ayahnya. Dia butuh banyak uang untuk melunasi utang-utangnya."

"Aku sangat setuju. Ada lagi? Aku akan pergi untuk menangani masalah yang terjadi."

"Silakan." Topan akhirnya bangkit berdiri, berjalan keluar setelah sepuluh menit asistennya keluar.

Minum secangkir kopi tidak membantunya keluar dari pikiran yang berlebihan. Sejak semalam, Topan sudah memikirkan cara untuk membuat Emma percaya bahwa dia memiliki niat baik, menjamin keuangannya, menyediakan pelayan untuknya, dan sebagainya. 

Selama sisa hidupnya, Emma adalah wanita lemah pertama yang menolak uangnya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa dia akan bertemu dengan wanita seperti Emma. Miskin, bercerai, terlilit utang, tetapi mengaku bukan orang yang materialistis.

Topan menggelengkan kepala, tersenyum kecil, dan menertawakan dirinya sendiri karena Emma terus saja muncul di benaknya. Dia harus menyingkirkan Emma sebelum perempuan itu menghancurkan seluruh harinya. Namun, mimpinya menjadi kenyataan dalam waktu kurang dari dua menit. Dari koridor menuju lobi, Topan mendengar keributan. 

"BOHONG! Kamu baru saja bekerja di sini, tapi sudah mencuri uang!"

Matanya datar melihat Emma yang tertunduk dan terluka karena dituduh mencuri. Emma terus menyangkal tuduhan yang mereka layangkan padanya.

"Ikut saya!" kata supervisor. 

Emma berjalan di belakang supervisor itu. Topan kembali ke ruangannya hingga jam kerja selesai. Pulang kerja, Topan berhenti di apartemen Emma untuk memastikan kondisi Emma. 

"Bagaimana keadaanmu?" Topan bertanya saat Emma membuka pintu. 

Emma mengabaikan pertanyaan Topan, lalu saat dia akan menutup pintu, Topan menahannya agar tetap terbuka. Namun, Emma tetap berusaha menutupnya. 

"Pergilah. Jangan ganggu saya!" 

Topan berusaha menahan pintu, sedangkan Emma mengerahkan seluruh tenaganya, membuat Topan mendorong pintu hingga Emma terdorong mundur dan tersandung. 

"Kamu tidak baik-baik saja." Topan masuk dan menutup pintu. "Aku turut prihatin atas apa yang terjadi padamu." 

Emma tersentak. Bagaimana dia tahu tentang hal itu? 

"Kamu … " Emma menunjuk ke arahnya, Tidak lagi menggunakan kata 'Anda' karena gerah pada Topan. Harusnya lelaki itu sadar atas penolakan Emma. "Apa yang kamu inginkan? Mau menertawakanku? Aku dipecat di hari pertamaku bekerja, dituduh mencuri uang ... aku tidak tahu uang siapa itu ...." 

Emma berhenti sejenak untuk menghela napas. Dia melangkah mundur ketika Topan berjalan mendekat tanpa mengalihkan pandangannya. 

"Pada akhirnya kamu pulang tanpa membawa uang. Kamu tidak akan direkomendasikan untuk bekerja di perusahaan manapun. Jadi, katakan apa yang kamu punya sekarang." 

"Kamu ... kamu membuat skenario ini supaya aku berhenti menolak kamu dan kontrak sialan itu," kata Emma dengan suara bergetar. "Aku tidak tahu siapa kamu, apa hubungan kamu dengan mereka di perusahaan, apa tujuan kamu, AKU TIDAK PEDULI, karena aku tetap pada prinsipku!" 

Namun, Topan mengeluarkan kontrak dan menunjukkannya pada Emma, seolah-olah tidak ada cara lain selain menyetujui perjanjian tersebut. 

"Masih untung kamu tidak dilaporkan ke polisi. Apa kamu mau tidur di hotel prodeo? Itu sangat tidak enak. Tidur di hotel bintang lima sangat enak," ejek Topan mulai tersenyum miring. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status