Share

Bab 2. Tawaran tak terduga

"Aku menawarkanmu kesempatan emas ini. Kamu hanya perlu mengikuti perjanjiannya," kata Topan dengan tatapan keren. 

Mereka berada di apartemen Emma yang kecil dan baru saja tiba lima menit yang lalu. Topan bersikeras untuk masuk dan duduk di sofa dengan segelas air putih. Emma masih dengan gemuruh bingung, dengan dongkol–terpaksa mengizinkan Topan untuk masuk. 

Emma benar-benar membutuhkan penjelasan tentang alasan Topan mampir ke apartemennya, percakapannya yang tidak dia pahami, dan kertas yang Topan letakkan di atas meja.

"Dengar, Emma Rahandi."

Napas Emma tertahan. Dia ingat bahwa mereka berdua belum pernah menyebutkan nama masing-masing dan mereka baru bertemu dua kali. "Bagaimana Anda tahu nama saya?" 

"Namamu tertulis di plastik obat." 

Emma menarik napas. Memang tidak baik jika ada orang lain yang menemukan obat itu karena mereka akan menyakitinya, atau menculiknya untuk perdagangan manusia, atau penjualan organ tubuh secara ilegal. 

"Baiklah, jelaskan pada saya tujuan Anda dengan surat perjanjian itu." 

"Kamu cuma perlu membacanya terlebih dulu." Topan menggeser kertas itu. "Ini kesepakatan yang menguntungkan kamu." 

Sejenak, Emma menatap kertas itu dan menemukan nama yang tertulis di atasnya. 

TOPAN DIANTA MARSELAIT

"Perjanjian pernikahan? Kontrak?" Emma mengernyitkan alis setelah membaca kertas itu sekilas. "Apa maksudnya ini?" 

Topan berdehem. "Dengar, begitu kamu menandatanganinya, tidak ada lagi Emma Rahandi yang malang. Kalian tidak perlu lagi mencari uang dan tinggal di dalam kotak jelek ini." 

Topan mengambil jeda sejenak agar Emma bisa mencerna kata-katanya. Mereka sama-sama diam dengan mata saling tatap. 

"Kalian? Siapa yang Anda maksud dengan 'kalian'?" Alis Emma mendadak mengerut. 

"Kamu dan ayahmu. Kalian sangat membutuhkan uang. Ayahmu tidak akan frustasi lagi karena pinjaman itu dan kamu tidak perlu mengkhawatirkannya, Emma. Dia akan mendapatkan uang yang ditransfer setiap bulannya."

"Bagaimana Anda tahu tentang saya dan ayah saya?" tanya Emma dengan sorot mata penasaran dan tak suka. Lelaki di depannya ini seperti tahu banyak hal tentang dirinya. 

"Kamu hidup di dunia modern. Informasi bisa didapat hanya dengan sekali klik di internet," jelas Topan datar. 

"Aku tidak mengerti. Ini sangat membingungkan. Tolong, bicara yang jelas dan jangan sepotong-sepotong."

Bibir Topan tersenyum tipis melihat Emma yang menurut Topan–bukan tidak mengerti, tetapi bodoh. "Aku ingin kamu menikah denganku." 

"Menikah? A-apa yang Anda bicarakan? Emma menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil. "Tidak, tidak, Anda jangan membuat saya tertawa." 

"Dengar, Emma, ini adalah simbiosis mutualisme bagi kita. Kamu dapat uang, aku dapat bayi darimu." 

"APA?" Mata Emma sontak mendelik dengan mulut menganga. 

"Ya, Sayang. Aku butuh bayi darimu. Tanda tangan saja, maka kamu akan hidup seperti ratu." 

Emma rasanya mau muntah mendengar panggilan sayang untuknya. 

"Anda.pikir saya wanita jalang yang sudi menjual martabat dan kehormatannya demi uang? Tidak!" Emma menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak seperti itu. Saya tidak menyangkal bahwa saya hidup dalam kemiskinan dan saya... ya, saya butuh uang. Anda benar. Saya tinggal di dalam kotak yang jelek ini, tapi saya tidak akan pernah menurunkan harga diri saya demi uang. Anda tidak bisa membeli saya dengan cara apa pun!" 

"Aku tidak membeli kamu. Ini transaksional. Kamu punya keuntungan di sini," sahut Topan santai lalu meneguk air minum. 

"Tidak, saya mohon. Keluar dari sini." Emma menggeser kertas itu kembali kepadanya. "Pergilah." 

Topan melihat kemarahan di wajah Emma, dari suaranya yang mulai meninggi saat berbicara, dan terlihat kacau hingga harus bernapas dalam-dalam agar bisa sedikit lega. 

"Kamu punya keuntungan di sini." Topan meyakinkannya lagi, karena dia tidak boleh gagal. "Kamu menikah denganku, maka semuanya akan selesai." 

"Saya tidak tahu apa yang Anda katakan, karena saya tidak ingin tahu apa-apa. Saya sudah berterima kasih atas bantuan Anda saat itu, tapi bukan berarti Anda bisa melakukan apapun yang Anda inginkan pada saya." 

"Baiklah, izinkan aku mengatakan sesuatu untuk mengingatkanmu. Kamu tidak punya pilihan lain, karena kontrak ini akan menjadi caramu untuk mengucapkan terima kasih."

Apa yang sebenarnya diinginkan pria itu? Mereka belum pernah bertemu sebelumnya untuk saling mengenal, tetapi Topan berbicara seolah-olah dia mengenal Emma dengan baik, seolah-olah dia tahu segalanya tentang wanita itu. 

Topan datang ke rumahnya, menawarkan kebaikan karena sudah menyelamatkan sebuah nyawa dan sekarang dia menawarkan pernikahan transaksional. Apa yang sebenarnya terjadi?

Topan benar-benar mengubah emosi Emma secara tiba-tiba. Lelaki itu bahkan tidak juga terpikir untuk memperkenalkan diri sejak dia masuk ke dalam apartemen jelek. Emma. Emma bergerak ke pintu, meminta Topan untuk pergi. Namun, Topan tetap bergeming. 

"Dengan menandatangani kertas ini, hidup kamu dan ayahmu secepatnya akan berubah secara drastis. Pikirkan lagi sebelum kamu mengambil keputusan." 

"Kenapa saya harus tanda tangan?" Emma sengaja tak memberi jeda pada Topan agar dia punya alasan untuk mengusirnya, karena terjebak jawaban yang bisa Emma pelintir. 

"Sekali kamu membuat keputusan yang salah, kamu akan berada dalam kehidupan yang miskin ini untuk selamanya."

"Ada banyak gadis yang bisa Anda berikan kontra—"  

"Tapi aku menginginkanmu," potong Topan cepat. 

"Kenapa harus saya?" Emma semakin geram dengan mata nyalang, sebab lelaki di depannya benar-benar membuatnya hilang sabar. 

"Karena kamu orang yang tepat untuk memberiku ahli waris." 

"Pewaris?" Emma terkekeh. "Kalian, orang-orang kaya, selalu berbicara tentang pewaris seperti tidak ada hari esok. Kalian pikir kalian bisa melakukan apa saja terhadap orang miskin dengan uang kalian? Tidak, kalian salah. Sebagian besar dari kami akan melakukan apa saja untuk hidup termasuk yang buruk, tapi saya ... tidak akan pernah melakukannya. Lagi pula saya baru bercerai, itu sangat tidak mudah. Saya takut. Di titik ini, saya tahu Anda mengerti maksud saya, Pak."

"Aku mengerti maksud kamu." Topan berdiri dari kursi lalu mendatanginya ke pintu. Matanya terfokus pada mata Emma, lantas Topan menutup pintu. "Itu sebabnya aku tidak ingin kamu bicara lebih banyak lagi. Tanda tangan saja dan pembicaraan ini selesai." 

Topan terus menekan Emma bahwa perempuan muda itu tidak bisa melarikan diri, karena berada dalam kekuasaannya. Dia tidak mau tahu soal trauma KDRT yang Emma rasakan. Topan hanya mau Emma tanda tangan kontrak tanpa banyak bertanya. Selama beberapa waktu, Emma berpikir bagaimana menyelamatkan diri dari pria tak dikenalnya itu. 

"Tidak ada lagi yang bisa kamu katakan, selain menandatangani kontrak itu. Kamu sayang ayahmu, kan? Pikirkan dia kalau kamu tidak memikirkan dirimu sendiri. Dia punya banyak pinjaman dari rentenir. Kamu pikir mereka akan melepaskannya begitu saja?"

Emma terdiam saat Topan semakin dekat dengan wajahnya. Dia takut Topan akan melakukan sesuatu yang buruk padanya.

"Maafkan aku, Emma. Ini hanya untuk dua tahun, setelah itu kamu bisa pergi dengan membawa beberapa aset sebagai hak milik kamu." 

Topan berkata dengan suara setengah berbisik, terkesan memelas karena raut wajahnya yang terlihat berubah murung. Apa yang dia ingin Emma mengerti? 

Emma benar-benar mengerti apa yang Topan inginkan darinya, tetapi Emma tidak setuju dengan taktik yang Topan gunakan. Jika yang Topan inginkan adalah seorang ahli waris, dia bisa mencari ibu pengganti dari sejumlah wanita yang mau melakukannya. Kenapa apa harus Emma?

Emma tidak percaya dengan perkataan Topan bahwa Emma adalah orang yang tepat untuk dinikahi. Otak Emma memberi sinyal bahwa perjanjian itu akan menjadi lebih dari sekedar pernikahan biasa. 

Sekarang, kedekatan wajah mereka membuat bibir mereka hanya berjarak satu inci. Mereka saling bertukar napas. Hidung Topan menyentuh hidung Emma hingga Emma merasa gugup. Saat dia memejam mata, Topan menjauhkan kepala, lalu membawanya kembali ke meja. 

"Pikirkan tentang ayahmu." Topan meletakkan pulpennya. "Bacalah dengan seksama. Waktumu lima menit."

Hening. Emma terkejut karena tindakan Topan yang menyeretnya dengan tiba-tiba. 

"Saya sudah dapat pekerjaan dan akan dimulai besok. Jadi saya tidak butuh ini. Maaf, Anda boleh keluar sekarang. Saya harus istirahat," sahut Emma pada akhirnya. 

"Apa kamu yakin? Menolaknya berarti kamu membiarkan mereka membunuh ayahmu." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status