Share

BAB 2: Selama Tiga Bulan Jadilah Istri yang Sholehah

“Key,” sapaan barito tapi lembut membuyarkan lamuan Keyra dengan netra yang tak lepas mengagumi ketampanan yang nyaris sempurna, wajah tegas tapi bermata teduh, dan memliki hidung bangir, ditambah kulit putih yang bersih.

“Heum... jadi kamu suamiku, Afnan Noor Malik.”

“Mulai sekarang jangan panggil aku dengan sebutan ‘kamu’ setuju,” pinta Afnan.

“Lalu aku harus panggil apa?”

“Bisa abang, mas, atau kakak, kedengarannya lebih manis dan romantis.” Afnan mengulum senyum pada gadis belia yang cantik dan berstatus istrinya.

“Kak Afnan, aku akan memanggilmu ‘kak’ okey.” Keyra menjawab sambil bangkit berdiri.

Keyra membaui dirinya yang beraroma minyak urut yang menyengat, dan ia rasanya mau muntah.

“Mandilah, Key, jika kamu sendiri mual, dengan aroma badanmu, apalagi orang lain,” ejek Afnan.

Keyra hanya mencelos kesal, tapi tak bisa dipungkuri, ia sudah tidak tahan dengan aroma tubuhnya. Tanpa membalas celotehan Afnan, Keyra bergegas masuk ke kamar mandi. Seusai membersihkan diri dari ujung rambut sampai ujung kaki yang telah ternoda bau minyak urut, tubuh Keyra tercium wangi, aroma vanilla lembut sudah menguar di seluruh tubuhnya, lalu dengan segera Keyra berganti baju.

Kini gadis itu sudah keluar dari kamar mandi dengan mengeringkan rambut basahnya dengan handuk.

“Jangan manatapku seperti itu, aku tidak bernapsu denganmu walau wajahmu setampan pangeran dalam dongeng,”oceh Keyra seraya tajam menatap Afnan yang masih berdiri di balkon.

“Aku suamimu, jangankan menatap, jika aku mencium dan memelukmu itu bukan perbuatan dosa, malah akan mendatangkan pahala,” Afnan berbicara sambil tersenyum.

“Jangan harap aku akan bersedia kamu sentuh, aku menyetujui pernikahan ini karena memenuhi keinginan Papiku yang sedang sakit, aku tidak ingin kesehatannya menurun, paham!” bentak Keyra memperlihatkan wajah ketusnya.

Walau terlihat garang, tapi wajah Keyra tetaplah cantik, mata cokelat dan bulu lentiknya adalah sesuatu yag membuat wajah gadis keturunan indo Jepang itu terlihat menawan dengan tubuh mungilnya.

“Sudahlah, aku tidak mau berdebat denganmu di pagi hari, aku akan ke bawah, perutku sudah minta diisi makanan daripada ocehanmu yang tidak bermanfaat,” balas Afnan.

Keyra mendelik tapi Afnan acuh, dan berjalan keluar setelah berganti baju.

“Dasar pria bodoh, masih mau di jodoh-jodohkan di jaman semodern ini,” gerutu kesal Keyra

Tok!...tok!...

“Masuk,” perintah Keyra pada si pengetuk pintu.

Ceklek!... “Maaf Non Keyra, Nona sudah ditunggu tuan besar dan Tuan muda di ruang makan, Oh ya non, minyak urut mana? Gara-gara Non Key pinjam semalam Mbok nggak bisa tidur,” ucap wanita paruh baya itu.

“Iya, sebentar, minyak urut bikin perut mual,” balas Keyra, seraya meraih botol kecil di atas nakas.

“Siapa yang suruh pakai Non, ini mah minyak orang tua,” sela Mbok Sum sambil berlalu pergi.

Keyra melangkah menuruni tangga, menuju ruang makan, disana ia melihat Afnan sudah duduk sambil menyerutup secangkir teh, tapi tidak di dapati Papinya.

“Mana Papi?”

“Papi sudah berangkat ke kantor Key, makanlah, aku menunggumu untuk sarapan bareng, setelah sarapan, aku juga akan pergi bekerja,” balas Afnan

“Kakak bekerja dimana?”

“Di kebun.”

“Kak Afnan tukang kebun?”

Afnan tersenyum, iya begitulah, aku mengurusi kebun buah, kamu mau ikut?”

“Nggak ahh, kotor bergelut dengan tanah.” Keyra menjawab sambil bergedik jijik membayangkan, pekerjaan Afnan yang bergelut dengan tanah dan pupuk kotoran hewan.

“Baiklah, aku akan pulang sore, jaga diri di rumah ya,” Afnan menyuap sepiring nasi goreng hingga tandas.

“Assalamu’alaikum, Key, aku pergi dulu,” pamit Afnan sambil mengulurkan tangannya.

Keyra hanya menatap uluran tangan Afnan dan tak mengerti dengan tingkah Afnan yang menurutnya aneh. Ia menatap pria itu dengan bingung.

“Cium tangan dong Non, ‘kan suami mau pergi bekerja,” sela Mbok Sum.

“Ohhh cium tangan,” balas Keyra tampak ragu meraih tangan Afnan, lalu dengan terpaksa diciumnya punggung tangan suaminya.

“Lalu jawab, Waalaikumsalam,” sela Mbok Sum lagi.

“Waalaikumsalam,” ucap Keyra pelan, mengikuti perkataan Mbok Sum.

Afnan tersenyum, lalu melangkahkan kaki menuju halaman rumah, diam-diam Keyra mengintipnya dari jendela ruang makan. Terlihat Afnan memasuki mobil bak terbuka miliknya, yang sudah tua.

“Hemmm... sayang ganteng kayak begitu, ternyata hanya tukang kebun,” gerutu Keyra, sambil melipatkan kedua tanganya di dada.

“Siapa yang tukang kebun Non?”

“Itu, suami pilihan Papi, dia hanya tukang kebun, benar-benar tidak selevel denganku.”

“Masak sih Non, Tuan Afnan tukang kebun,” gerutu Mbok Sum, sambil jarinya menempel di pelipisnya.

“Lihat saja waktu pergi tadi, hanya kaos dan celana jeans, memang penampilan seperti itu seperti eksekutif muda, pria impianku,” sahut Keyra dengan nada ketus.

“Tidak ada yang bisa aku banggakan darinya, kecuali wajah tampannya saja,” gerutu kesal Keyra lagi seraya menghempaskan patat kasar di kursi makan.

Mbok Sum hanya bisa tersenyum simpul, menyaksikan nona mudanya terlihat kesal.

Sementara itu, kemarahan terlihat di tempat lain, di sebuah apartemen, Samuel, terlihat kesal, mendengar pernikahan Keyra, yang sudah berlangsung. Wajah tegas kian memerah mengingat, jika dia sudah 3 tahun menjalin kasih dengan Keyra.

Dan merasa di khianati oleh Keyra.

“Key, kamu tega Key, meninggalkanku begitu saja,” gerutunya sambil mengepalkan telapak tanganya dan dipukulnya di dinding apartemen.

Dug!...

Bunyi pesan masuk terdengar, membuat Samuel menghentikan kemarahnnya.

{Ha...ha... niatmu untuk menikahi Keyra, sudah hancur, cita-ciatmu untuk menjadi CEO Star Supermarket, sudah hancur}

Sebuah pesan yang dikirim dari temannya, membuat kemarahan Samuel semakin membuncah. Tidak bisa dipungkiri awal mula mendekati Keyra yang waktu itu masih sekolah menengah atas, adalah untuk menjadi menantu pewaris Star Supermarket, tempat orang tuanya ikut andil dalam mendirikan Star Supermarket.

Dengan ketampanan wajah yang ia miliki dan perhatian Samuel sebagai kakak kelas di sekolah yang sama, akhirnya Keyra terpikat, dan sudah 3 tahun ini menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

{jangan tertawa seperti itu, perjuanganku mendapatkan Keyra belum berakhir, Dia berjanji akan tetep berhubungan denganku meskipun sudah menikah, dan jika aku berhasil mendapatkan jandanya, kamu orang pertama yang aku singkirkan dari Star supermarket}

Samuel membalas chat disertai emoticon marah.

{Ha..ha... semoga berhasil}

Balas sang pengirim chat, kembali dengan tawa jahatnya, menertawakan Samuel.

Samuel membanting ponselnya di sofa, ia mengacak rambutnya berkali-kali. Setelah itu meraih ponselnya kembali dan berusaha menghubungi Keyra, tapi ponsel gadis yang dicintai itu tidak aktif sejak kemarin. Samuel dengan sangat kecewa pergi ke kantor.

Dengan langkah gontai Samuel memasuki ruangan Praja, kerena sekretaris Praja menyuruhnya untuk bertemu dengan pemilik Star Supermaket.

“Bekerjalah dengan baik, seandainya aku tidak mengingat jasa ayahmu, mungkin aku sudah mengeluarkanmu dari sini!” ancam Praja dengan wajah menegang

“Maaf Pak Praja, atas kejadian berbeberapa hari yang lalu, saya tidak berniat untuk menodai Keyra, Anda tahu ‘kan, kami sudah lama menjalin hubungan dekat dan aku selalu menjaga Keyra.”

“Kamu itu sebatas kekasihnya bukan suaminya, apapun alasanmu kamu tidak berhak menyentuh wanita yang bukan mukrimmu.” Praja mengepalkan telapak tangannya diatas meja.

”Keyra sekarang sudah menikah, jangan kamu anggap kekasihmu lagi!” bentaknya pada Samuel.

“Baik Pak Praja.” Samuel menunduk, tapi dalam hatinya memendam kemarahan yang teramat sangat.

Samuel keluar ruangan, tepat ketika ia membuka pintu, ia mendapati Keyra sudah berdiri di balik pintu dengan tangan siap mengetuk.

“Sam...”panggilnya

“Hallo Key, selamat atas pernikahanmu,” ucap Samuel tampak wajahnya kecewa.

“Sam, kita harus bicara,” ajak Keyra sambil menarik tangan Samuel dan membawanya menjauh dari ruangan Praja.

Keduanya sampai di atas roof top dan berdiri di pinggiran pagar pembatas.

“Sam ...aku minta maaf,” ucap Keyra lirih.

“Hanya minta maaf dan semuanya selesai.” Samuel terlihat kesal, tak di tatapnya Keyra.

“Tunggulah selama 3 bulan. Aku akan segerai bercerai dengan Kak Afnan, Papiku sudah berjanji, selepas 3 bulan ini, ia tidak akan mencampuri keputusanku dan disaat itulah aku akan minta cerai dari suamiku.”

Samuel tampak ragu, lalu ditatapnya wajah Keyra, dan kemudian ia tesenyum. ”Akan aku pegang janjimu Keyra Aninda Dinata.”

“Aku berjanji padamu Sam..” Keyra meraih tangan Samuel dan menatap penuh arti.

“Hemmm” deheman seseorang di ujung pintu masuk, mengagetkan Samuel dan Keyra, membuat Keyra segera melepaskan genggaman tangannya.

“Kak Afnan, kenapa kakak kesini?”

“Aku ada urusan pekerjaan dengan Papi Praja, dan kebetulan kita bertemu disini, bisakah kita bicara berdua saja,” pinta Afnan, ekor matanya melirik pada Samuel.

“Key, aku pergi dulu,” pamit Samuel, lalu melangkah meninggalkan Afnan dan Keyra.

“Tidak pantas wanita yang sudah menikah memegang tangan seorang laki-laki yang bukan mukrimnya.”

“Ini diriku, terimalah aku seperti ini,” timpal Keyra, tanpa menunjukkan rasa bersalah.

“Tidak Key, kamu istriku, aku berhak penuh atas dirimu, termasuk mengaturmu.”

“Baiklah Kak Afnan, aku akan menjadi istrimu selama 3 bulan ini, tapi selepas itu kita bercerai.”

Afnan terkejut dengan permintaan Keyra, tapi pria yang berusia 27 tahun itu, berusaha menahan amarah dan tampak tenang.

“Baiklah, tapi berjanjilah selama 3 bulan itu, jadilah istri yang sholehah, jangan keluar rumah tanpa izin dariku, bagaimana Key, apa kamu setuju.”

“Baiklah, aku juga akan mengajukan persyaratan, selama tiga bulan, jangan menyentuhku karena aku tidak menginginkanmu.”

Afnan hanya tersenyum, untuk membalas keinginan Keyra, baginya Keyra masih seorang gadis kecil yang perlu dibimbing, ia juga memaklumi jika pengetahuan Keyra tentang ajaran agama nol besar, karena Keyra seorang mualaf yang perlu banyak bimbingan.

“Sekarang ikut aku ke perkebunan, sekalian kita akan melihat tempat tinggal kita yang baru,” ajak Afnan tanpa ragu menggandeng Keyra.

“Tempat yang baru, maksudmu kita akan keluar dari rumah Papi Praja?”

“Iya Key, aku ‘kan suami, sudah kewajibanku memberimu tempat tinggal, ya walaupun tidak semewah rumah Papi Praja.”

Keyra mulai mencemaskan dirinya, dalam benaknya sudah tergambar rumah sederhana tipe 21 yang kecil dan sesak.

Tiga bulan, Key hanya 3 bulan , batinnya sambil mengerucutkan bibirnya.

Keduanya sudah berada di dalam mobil pick up, Afnan melajukan mobilnya menuju pinggiran kota Jakarta. Mobilnya berhenti di area parkir sebuah perkebunan, yang mendominasi perkebuan itu adalah buah mangga dan buah pepaya, juga banyak buah lainnya .

“Woow sejuk sekali perkebunan ini, Kak Afnan bekerja disini?”

“Iya..”

Keduannya turun dari dalam mobil. Seoarang security datang menyambut Afnan.

“Assalamu’alikum, Pak,” sapa salamnya dengan penuh hormat.

“Waalailkumsalam, Pak, tolong antar istri saya ke gazebo samping, saya akan menyelesaikan pekerjaan dulu,” pinta Afnan.

“Siap Pak Afnan,” jawab security.

“Key, tunggu aku di gazebo, ada perkerjaan yang harus aku selesaikan.”

Keyra mengangguk pelan, kemudian melangkah mengikuti security.

“Sehormat itu bapak pada tukang kebun,” tukas Keyra merasa heran akan sikap seorang penjaga perkebunan yang begitu terlihat menghormati Afnan.

“Tukang kebun? Siapa?”

“Kak Afnan.”

Tawa kecil terdengar dari security, ketika mendengar pertanyaan Keyra.

“Oh Pak Afnan bukan tukang kebun, ia pemilik perkebunan ini...”

“Apa! Kak Afnan pemilik perkebunan ini.” Keyra terkejut kakinya mendadak lemas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status