Share

Chapter 01

Di sebrang jalan, berjejer sebuah kendaraan beroda dua merapat mewah, tampak begitu gagah pula orang yang menyalakan deru mesin motornya menyibak desingan suara yang melalak bagai gonggongan buas seekor anjing pemburu ditengah-tengah gelapnya rimba, seakan mengganggu keamanan suasana terminal dikala setelah usai reda hujan. Tatkala Kelvin berpikir bahwa yang dilakukannya itu bukanlah hal yang tidak disengaja, melainkan memang ingin memancing emosinya kembali agar secepatnya turun tangan, seraya menghajar para muka-muka yang baginya tidaklah menyenangkan.

Kakinya melangkah turun dari atas tangga penuh akan wibawa, satu dua dari mereka juga tampak begitu sigap berbaris sambil menatap tajam sebagai isyarat mengancam. Ada kala pula seorang bos besar keluar mengayunkan langkah demi langkahnya sehingga memberikan kesan aura yang sangat tajam diantara belasan para anggota Genk motor. Ya mereka terkenal dengan sebutan nama Genk motor, bahkan dalam benak kelvin pun masih terlukis jelas saat-saat terakhir kali ia harus berurusan tanpa sebab dengan salah seorang mantan anggota mereka, hingga membuatnya terpaksa harus mengayunkan pisaunya yang berkeredepan terang lantaran sempat ditimpa kegagahan kerlip cahaya yang membentang pada ujung tiang lampu jalanan. Diingat-ingat kejadian itu sudah amat lama sekali, hanya saja karena alasan perebutan daerah membuat keduanya harus terpaksa saling menodongkan pisau, saling memberikan pukulan ditengah-tengah derasnya gemericik air hujan yang bercampu dengan guratan merah warna darah. Sebetulnya Kelvin yang harus menyerahkan nyawanya kala itu, akan tetapi beruntung pisau kelvin lah yang lebih dulu menunjukan keangkerannya, bertodong lurus secara langsung menusuk leher anak buah bos besar hingga tercincang menjadi dua bagian.

Itulah agaknya yang membuat Kelvin harus merasa terasingkan, tak bebas untuk melakukan pencariannya mengenai seorang gadis yang pernah datang padanya, akan tetapi malah harus merasa tersiksa lantaran diuntungkan oleh lawan yang tak lagi memiliki separuh jiwa. Hingga terciptalah suatu alasan permusuhan ia dengan bos besar, atau juga yang karib orang kenal sebagai Bang Rey.

"Kau harus membayar satu nyawa untuk nanti malam!" Bang Rey berseru, hawa panas seolah telah menerobos marasuk kedalam kepalanya yang penuh akan amarah. Matanya merah, namun Kelvin masih bisa menahan dirinya untuk tidak segera melepaskan pukulannya kala itu, padahal dalam hati ingin sekali menjadikan ia sebagai korban selanjutnya, lalu memutilasi tubuhnya dengan cara mematahkan jari demi jarinya terlebih dahulu, agar ia tahu, siapa yang lebih berkuasa setelah tuhan tidak lagi berkehendak. Baginya di dunia ini sudah tidak ada lagi pengharapan, tak ada lagi belas kasih bagi orang-orang lemah tiada amarah, justru harus ia sendiri juga yang berpikir untuk terus maju dan bertahan agar tidak tunduk dihadapan seseorang yang jelas menghinakan seluruh kewibawaan.

"Cih, aku tidak punya uang."

"Hoho, aku tidak membutuhkan uang mu bodoh! aku hanya akan menantang mu bertarung dengan salah seorang anak buah ku yang paling tangguh."

"Kalau aku menang?"

"Kalau kau menang, aku akan selamanya bertunduk, menjunjung tinggi keberadaan mu sebagai bos besar.... Tapi sepertinya aku agak merasa ragu, haha!"

Lima belas menit mereka masih mengoceh memberikan ancaman, akan tetapi Kelvin hanya membalasnya dengan diam, lagi pula siapa yang peduli, gumamnya. Agaknya malam ini akan turun hujan rinai, bahkan permukaan, batu bata, kaca-kaca masih saja lembab menyisakan buliran-buliran embun kala setelah reda hujan. Terdengar ramai suara ketawa ketiwi orang orang yang lalu lalang sambil melebarkan payung warna warni, bergerombol berjalan menuju suatu gedung bernama season city yakni tempat seluruh barang-barang antik, modern, hingga epic dijajakan didalam sana, tak heran jika tempat itu selalu ramai pengunjung setiap harinya, terlebih dengan malam Minggu, para remaja sanggup berbohong kepada orang tuanya, demi bisa bergandengan tangan dengan sang kekasih, bersisian memanjakan wanitanya lantaran telah sepenuhnya dibutakan oleh cinta.

Sayangnya Kelvin tidak pernah sekalipun masuk kedalam sana, jika pun meminta izin kepada sang satpam, namun tetap saja sang satpam selalu menyuruhnya untuk pergi sambil memperlakukan ia dengan keji, tidak ada tempat baginya, seolah dunia terasa sempit, bahkan perjalanan waktu terasa cepat untuk berganti hari dari siang hingga malam, semuaya masih saja tampak sama, sungguh sangat membosankan.

"Aku tunggu kau di pertarungan tinju pasar gelap!" ucapnya langsung menyapu pandang, meludah karena muak melihat kucing liar, sering berkeliaran, jikalau lapar maka hanya mencuri yang bisa dilakukannya, itulah agaknya, pantas saja Kelvin sering diperlakukan selayaknya sampah atau yang lebih menyakitkan lagi, manusia tiada guna. Ah sudah lah!.

Kelvin berjalan-jalan ke setiap jalan terminal perbatasan kota hujan, maka mulai lah ia meminta minta uang seperti biasa, dan mendapatkan penghasilan yang sama pula, lantaran bergantung pada peruntungan tidaklah akan selalu senang, itulah yang tengah dirasakan Kelvin.

"Duit, mana duit!" Kelvin berseru sambil menyodorkan tangannya.

"Ini!!!" Pak supir langsung memberinya lima puluh lima ribu setiap harinya, "Mulailah bekerja, promosikan kesetiap orang-orang, jangan meminta-minta saja seperti orang tiada guna!" sambungnya, sementara Kelvin hanya mengangguk mengerti, lalu berkata dengan intonasi suara yang sengaja ia naikan beberapa oktaf. "Kalapa, Kalapa, kalapa!!!!" teriak Kelvin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status