Di sebrang jalan, berjejer sebuah kendaraan beroda dua merapat mewah, tampak begitu gagah pula orang yang menyalakan deru mesin motornya menyibak desingan suara yang melalak bagai gonggongan buas seekor anjing pemburu ditengah-tengah gelapnya rimba, seakan mengganggu keamanan suasana terminal dikala setelah usai reda hujan. Tatkala Kelvin berpikir bahwa yang dilakukannya itu bukanlah hal yang tidak disengaja, melainkan memang ingin memancing emosinya kembali agar secepatnya turun tangan, seraya menghajar para muka-muka yang baginya tidaklah menyenangkan.
Kakinya melangkah turun dari atas tangga penuh akan wibawa, satu dua dari mereka juga tampak begitu sigap berbaris sambil menatap tajam sebagai isyarat mengancam. Ada kala pula seorang bos besar keluar mengayunkan langkah demi langkahnya sehingga memberikan kesan aura yang sangat tajam diantara belasan para anggota Genk motor. Ya mereka terkenal dengan sebutan nama Genk motor, bahkan dalam benak kelvin pun masih terlukis jelas saat-saat terakhir kali ia harus berurusan tanpa sebab dengan salah seorang mantan anggota mereka, hingga membuatnya terpaksa harus mengayunkan pisaunya yang berkeredepan terang lantaran sempat ditimpa kegagahan kerlip cahaya yang membentang pada ujung tiang lampu jalanan. Diingat-ingat kejadian itu sudah amat lama sekali, hanya saja karena alasan perebutan daerah membuat keduanya harus terpaksa saling menodongkan pisau, saling memberikan pukulan ditengah-tengah derasnya gemericik air hujan yang bercampu dengan guratan merah warna darah. Sebetulnya Kelvin yang harus menyerahkan nyawanya kala itu, akan tetapi beruntung pisau kelvin lah yang lebih dulu menunjukan keangkerannya, bertodong lurus secara langsung menusuk leher anak buah bos besar hingga tercincang menjadi dua bagian.
Itulah agaknya yang membuat Kelvin harus merasa terasingkan, tak bebas untuk melakukan pencariannya mengenai seorang gadis yang pernah datang padanya, akan tetapi malah harus merasa tersiksa lantaran diuntungkan oleh lawan yang tak lagi memiliki separuh jiwa. Hingga terciptalah suatu alasan permusuhan ia dengan bos besar, atau juga yang karib orang kenal sebagai Bang Rey."Kau harus membayar satu nyawa untuk nanti malam!" Bang Rey berseru, hawa panas seolah telah menerobos marasuk kedalam kepalanya yang penuh akan amarah. Matanya merah, namun Kelvin masih bisa menahan dirinya untuk tidak segera melepaskan pukulannya kala itu, padahal dalam hati ingin sekali menjadikan ia sebagai korban selanjutnya, lalu memutilasi tubuhnya dengan cara mematahkan jari demi jarinya terlebih dahulu, agar ia tahu, siapa yang lebih berkuasa setelah tuhan tidak lagi berkehendak. Baginya di dunia ini sudah tidak ada lagi pengharapan, tak ada lagi belas kasih bagi orang-orang lemah tiada amarah, justru harus ia sendiri juga yang berpikir untuk terus maju dan bertahan agar tidak tunduk dihadapan seseorang yang jelas menghinakan seluruh kewibawaan.
"Cih, aku tidak punya uang."
"Hoho, aku tidak membutuhkan uang mu bodoh! aku hanya akan menantang mu bertarung dengan salah seorang anak buah ku yang paling tangguh."
"Kalau aku menang?"
"Kalau kau menang, aku akan selamanya bertunduk, menjunjung tinggi keberadaan mu sebagai bos besar.... Tapi sepertinya aku agak merasa ragu, haha!"
Lima belas menit mereka masih mengoceh memberikan ancaman, akan tetapi Kelvin hanya membalasnya dengan diam, lagi pula siapa yang peduli, gumamnya. Agaknya malam ini akan turun hujan rinai, bahkan permukaan, batu bata, kaca-kaca masih saja lembab menyisakan buliran-buliran embun kala setelah reda hujan. Terdengar ramai suara ketawa ketiwi orang orang yang lalu lalang sambil melebarkan payung warna warni, bergerombol berjalan menuju suatu gedung bernama season city yakni tempat seluruh barang-barang antik, modern, hingga epic dijajakan didalam sana, tak heran jika tempat itu selalu ramai pengunjung setiap harinya, terlebih dengan malam Minggu, para remaja sanggup berbohong kepada orang tuanya, demi bisa bergandengan tangan dengan sang kekasih, bersisian memanjakan wanitanya lantaran telah sepenuhnya dibutakan oleh cinta.
Sayangnya Kelvin tidak pernah sekalipun masuk kedalam sana, jika pun meminta izin kepada sang satpam, namun tetap saja sang satpam selalu menyuruhnya untuk pergi sambil memperlakukan ia dengan keji, tidak ada tempat baginya, seolah dunia terasa sempit, bahkan perjalanan waktu terasa cepat untuk berganti hari dari siang hingga malam, semuaya masih saja tampak sama, sungguh sangat membosankan.
"Aku tunggu kau di pertarungan tinju pasar gelap!" ucapnya langsung menyapu pandang, meludah karena muak melihat kucing liar, sering berkeliaran, jikalau lapar maka hanya mencuri yang bisa dilakukannya, itulah agaknya, pantas saja Kelvin sering diperlakukan selayaknya sampah atau yang lebih menyakitkan lagi, manusia tiada guna. Ah sudah lah!.
Kelvin berjalan-jalan ke setiap jalan terminal perbatasan kota hujan, maka mulai lah ia meminta minta uang seperti biasa, dan mendapatkan penghasilan yang sama pula, lantaran bergantung pada peruntungan tidaklah akan selalu senang, itulah yang tengah dirasakan Kelvin.
"Duit, mana duit!" Kelvin berseru sambil menyodorkan tangannya.
"Ini!!!" Pak supir langsung memberinya lima puluh lima ribu setiap harinya, "Mulailah bekerja, promosikan kesetiap orang-orang, jangan meminta-minta saja seperti orang tiada guna!" sambungnya, sementara Kelvin hanya mengangguk mengerti, lalu berkata dengan intonasi suara yang sengaja ia naikan beberapa oktaf. "Kalapa, Kalapa, kalapa!!!!" teriak Kelvin.
Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi
Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang
Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan
Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. “Ayo!” kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi
Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang
“Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb
Sudah hampir setengah jam, tuan Hendrik atau yang lebih dikenal sebagai pewaris tuan wali kota itu duduk diatas kursi kerjanya. Mendatangani lembaran surat surat penting. Namun agaknya tuan Hendrik tampak begitu jemu dengan pekerjaannya, atau bisa jadi sedang dalam keadaan kurang sehat.Lantas dia mulai membunyikan lonceng sebagai isyarat akan sebuah permohonan kepada pak Rustam, salah seorang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Langsung saja dengan cekatan pak Rustam bertanya secara sopan, "Apa ada yang bisa saya bantu kembali, tuan?""Ambil kunci mobil! Kita akan pergi menemui anak itu lagi.""Baik, tuan." Lagi-lagi pak Rustam hanya bisa mengiyakan tanpa tiada mampu mengatakan sepatah kata apapun lagi. Maka dengan sekali kejapan mata saja, mobil sang pewaris tuan wali kota kini telah berada di depannya."Mari tuan!" Pak Rustam membuka pintu mobil, seraya mulai mempersilahkan tuannya masuk terlebih dahulu. Sejujurnya ini kali pertamanya pak Rustam m
Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja
Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere