Martabat seorang penerima tidak akan pernah sebanding dengan tabiat sang pemberi... Meskipun gadis itu hanya menghibahkan tiga potong roti untuk seorang bocah lantaran kemalangannya. mungkin hal itu yang menimpaku pada saat 20 tahun silam
View MoreJika memang seorang anak kau anggap sebagai permata, lantas mengapa dahulu kau buang aku hingga menjadikan aku sebagai orang yang selalu berdiri menantang kehadiran sang takdir.
****
Kala itu saat hujan turun dibulan Desember pada beberapa tahun silam, tampak dari bawah lindungan nestapa pada langit-langit jembatan layang, seorang bocah kumuh, penuh akan noda pada pakaiannya, merintih meminta pengharapan dari sang kuasa untuk memberikan setitik Rohmat, kasih sayang, belas kasih dari orang-orang untuk menghibahkan sedikit, setitik, sekecil hartanya untuk mereka makan. Biar lah hari ini bocah malang itu mendapat makan, biar lah berikan mereka kebahagiaan atas kemalangannya, lantaran dibuang, diasingkan oleh keluarga sendiri, tak peduli mereka masih hidup, mati, ingat, ataupun lupa akan diri, bahwa harta tidak akan pernah dibawa mati, melainkan belas kasih dan amal yang akan mengantarkan dirinya sendiri menuju jalan kerohmatan yang mana menjadi balasan dari sang maha pencipta guratan keindahan alam.
Bus kian berhenti pada tepian bibir tepian jalan, mengantarkan puluhan orang-orang berpakaian kain tebal, jas hitam, dan mantel, hampir seluruhnya melebarkan payung hitam agar bisa menghindari ramainya terpaan air hujan yang jatuh membasahi diri. Maka seperti inilah suasana kota hujan pada saat puluhan tahun silam, yang banyak orang-orang perbincangkan mengenai banyaknya gedung-gedung yang tinggi menjulang.
Beberapa sorot mata yang bercampu perasaan jijik, hina, begitu pula iba, memandang ketiga orang bocah yang sedang duduk-duduk saja di atas banyaknya tumpukan sampah, beberapa pertanyaan terlontar dari mulut tajam mereka mengenai siapa mereka, dan bagaimana? Ah entah lah, bahkan ketiga bocah itupun tak tahu, kenapa dan bagaimana?
Beruntung, tatkala tidak bisa menahan kesedihannya, seorang perempuan kecil datang pada mereka dengan membawa tiga potong roti kering, itu pun sisanya sudah gadis itu makan lantaran sama merasa lapar, namun apa salah jika membantu orang yang lebih membutuhkan. Gumam gadis kecil itu, merasa amat senang pemberiannya diterima walaupun hanya menerima suatu balasan kata terimakasih dan senyuman.
Begitu pula dengan salah seorang bocah yang bernama Kelvin, ingin sekali ia bertanya, āapakah boleh kita berkenalan.ā Akan tetapi pertanyaan itu hanyalah suatu perkataan yang terlintas sesaat, datang tanpa menghadirkan arti. Lantaran ia pun ingat, bahwa martabat seorang penerima tidak akan pernah sebanding dengan tabiat sang pemberi.
Setiap langkah pada erangan sandal gadis itu, ia ikuti sampai ia mendapatinya kembali meski hanya sebatas melihat ia dari kejauhan saja. Tampak begitu jelas walau terhalang oleh luruhnya ribuan air hujan yang berangsur-angsur menghajar ke permukaan, hingga menghilang seutuhnya dari pandangan, kapan gadis kecil itu pulang?
Terpaksa kali ini Kelvin harus pulang membawa kesedihan, padahal apa salahnya jika ia hanya ingin berkenalan layaknya seorang kawan.
Tubuhnya kian basah, menantang hawa dingin yang berangsur masuk menusuk kulit, mengalir membekukan perasaan, menjadikan kepribadiannya yang kadang pendiam, kadang pula menjadi buas, sebuas seorang pria gagah penuh akan amarah, yakni preman.
ā¢20 years later
Riuh rendah suara orang-orang yang saling bersahutan, begitu pula dengan seorang remaja lima belas tahunan yang tengah berdiri sambil meminta-minta uang kepada pemilik sang kendaraan yang lalu lalang. Maka tampak pula seorang remaja tampan, rambut ikal, dan berbadan tinggi itu berteriak kepada salah seorang anak buahnya, yang mana di antaranya ialah Bambang dan juga sattarul imam, atau yang karib orang-orang sapa bang dan sat.
Sedangkan Kelvin sendiri, ia sangat terkenal dengan pangkat lantaran kekuasaannya yang sudah mampu meluluhkan satu daerah, di antaranya terminal yang berada tepat pada perbatasan kota hujan.
Sekali lagi, andai kata kalian bisa melihat kekejamannya yang terbilang arogan, perusuh, bahkan berani untuk membunuh. Maka hal itu pula yang tampak pada raut wajahnya, meski hanya sebatas terkaan saja, bahwa ia pun ingin membalaskan dendamnya lantaran dunia tidak pernah memberikannya lindungan atas seluruh keterpurukannya selama dua puluh tahun silam.
Begitu pula dengan harap sorot langit yang kini masih menyisakan titik curahan hujan yang tertutup sebagian oleh gulungan awan hitam, terlukis jelas pada kedua jelaga Kelvin, hari ini kian menjatuhkan lagi air kesedihannya untuk kesekian kali lagi, dan lagi. Hingga membasahi ke setiap permukaan bumi.
āTuan kami ingin makan sekarang.ā Bang angkat bicara, suaranya terdengar begitu terbata-bata sambil memandang lekat-lekat pada jalanan yang kian berlubang. Padahal persahabatan ia dengan seorang Kelvin itu sudah sangat lama sekali, bahkan sudah sedari kecil mereka merasakan getir penderitaan selayaknya bocah buangan, merasa lapar di bawah lindungan kolong jembatan, serta selalu dipandang oleh orang-orang dengan tatapan yang terkesan merendahkan.
āIni!, Belilah makanan bersama sat!ā sahut Kelvin terdengar begitu lantang, rahangnya tegas, persis seperti kepribadiannya yang awas.
āBa_baik tuan.ā Jawabnya kembali sambil menundukan muka sebelum pergi meninggalkan Kelvin yang tengah duduk membiarkan hawa dingin itu masuk menusuk tubuhnya yang lelah, berusaha meredamkan seluruh amarah, wujudnya yang terbilang kejam perlahan memudar menampakan diri dari hatinya yang berada pada ujung nestapa, seolah hidup ini hanya sebatas sandiwara bagi orang-orang tanpa jati diri seperti dirinya.
Teringat akan seluruh hidupnya yang ia habiskan pada saat masa kecilnya dahulu, harus berusaha menjadi lebih kuat, selalu menciptakan kerusuhan antar kedua belah pihak Genk jalanan, dihina lantaran martabatnya di sama persis kan selayaknya hewan seekor kucing liar.
Asap rokok kian melingkar di hadapan pandangannya lalu terbang menghilang perlahan setelah terbawa oleh hembusan angin kala hujan.
Mengingat masa lalu terkadang membuatnya tertawa lepas, melupakan seluruh keluh kesahnya sebagai orang yang tak bermartabat, lagi pula siapa yang mau hidup terkekang oleh ancaman, andai kata perempuan yang kala waktu kecil itu ia tahu dimana, siapa namanya. Mungkin ia akan datang untuk berjumpa, meninggalkan seluruh kekuasaannya begitu saja, hanya karena sebuah kata...āaku mencintainya.ā Kelvin tahu jika ia bisa bertemu, akankah ia mengingatnya kembali pada saat kejadian dua puluh tahun silam, mungkin ia akan tumbuh sebagai seorang gadis yang amat cantik, baik Budi bahasanya, dan yang pasti tidak lah pantas untuk dimiliki oleh seorang remaja seperti dirinya.
Wahai Tuhan sang pencipta guratan keindahan alam, sang penulis takdir dikala siang atau malam, sang pemberi pelita di tengah-tengah gelapnya gulita. Kemana orang sepertinya harus melangkah, dalam hati ingin sekali ia meninggalkan semua ini, lalu berjalan di atas tujuan yang lebih pasti untuk ia dapati.
Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi
Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang
Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan
Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. āAyo!ā kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi
Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang
“Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments