Share

7. SALAH SASARAN

Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.

Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.

Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.

Sejak kecil, Fahri memang sudah terbiasa bangun pagi dan kebiasaan itu diteruskannya hingga besar. Itulah sebabnya Fahri tumbuh menjadi sosok lelaki dengan intensitas kedisiplinan yang tinggi dan semua hal itu jelas tak lepas dari peran penting ajaran ke dua orang tuanya selama ini.

Pak Hendrawan memang sangat disiplin mendidik Fahri.

Lelaki itu bilang bahwa semua orang sukses berawal dari usahanya melawan hawa nafsu terhadap rasa malas untuk bangun di pagi hari. Jika seseorang ingin sukses, maka dia harus senantiasa konsisten untuk memulai aktifitasnya di pagi hari dengan penuh semangat.

Bagi Pak Hendrawan maupun Fahri, menerapkan kedisiplinan dalam setiap sendi kehidupan itu penting.

Terlebih dengan posisi mereka sebagai pemimpin di perusahaan.

Jika bos-bos lain meremehkan waktu untuk berangkat ke kantor karena merasa perusahaan itu milik mereka sehingga bisa seenak jidat datang kapan saja, lain halnya dengan Pak Hendrawan dan Fahri sendiri.

Selama ini, walau mereka adalah pemilik perusahaan, namun mereka tak pernah terlambat untuk datang ke kantor.

Mereka memposisikan diri mereka sama seperti karyawan mereka sendiri dengan menerapkan jam masuk kantor sebagai jadwal tetap yang harus mereka ikuti dan patuhi.

Itulah sebabnya Fahri tidak mau dirinya sampai datang terlambat ke kantor pagi ini, terlebih ini adalah hari pertamanya memimpin di kantor cabang baru Jakarta.

"Good morning, beibz..." ucap Adelia yang tampak menggeliat di atas tempat tidur. Adelia merapatkan selimut menutupi tubuhnya yang polos setelah pergumulan panjangnya semalam bersama sang suami. Dilihatnya Fahri sedang berdiri di depan cermin di lemari.

Suaminya itu sudah rapi dan wangi.

"Morning, honey..." sahut Fahri dengan senyuman tipis yang tetap memperlihatkan sebuah lekukan kecil di pipinya.

Adelia menatap sang suami dari tempat tidur.

Sejak tadi Fahri masih berkutat dengan dasi yang tak juga benar dia gunakan.

Entah kenapa, memasang dasi menjadi satu-satunya kelemahan Fahri sejak dulu.

Bahkan hal itu sudah berulang kali dia pelajari dari Ibunya, tapi tetap saja dia tidak bisa memasang dasi dengan baik dan benar.

Merasa gemas melihat kebodohan Fahri dalam memakai dasi, Adelia pun bangkit dari tempat tidur dengan melilitkan selimut menutupi tubuhnya.

"Sini," ditariknya tubuh sang suami agar berbalik menghadapnya. "Pakai beginian aja nggak bisa!"

Fahri hanya terkekeh.

Tatapannya intens menatap ke wajah Adel yang serius memakaikannya dasi.

"Kamu seksi banget sih Del kalau baru bangun tidur begini?" goda Fahri pada istrinya. Sekelebat bayangan antara dirinya dengan Adel saat mereka bercinta tadi malam hadir begitu saja dalam benak Fahri membuat sang junior di bawah sana tiba-tiba berkedut. Apalagi melihat Adelia yang kini hanya berbalut selimut tanpa mengenakan apapun lagi dibaliknya. Pikiran kotor Fahri pun muncul tanpa mampu dia cegah.

Adelia mencebikkan bibir. "Nggak usah gombal, masih pagi!" sewotnya dengan wajah cemberut.

Selesai memakaikan dasi suaminya Adelia hendak beranjak ke kamar mandi tapi tubuhnya sudah lebih dulu ditarik Fahri ke dalam pelukan.

Adelia sontak menjerit terlebih ketika Fahri langsung menghujaninya dengan ciuman panas tepat dibibirnya.

"Hm, Fahri! Aku belum gosok gigi!" elaknya saat itu.

"Emang kenapa? Nggak masalah kok," balas Fahri yang hendak kembali mencium bibir istrinya namun lagi-lagi Adelia mengelak.

"Nanti kamu terlambat,"

Fahri masih memeluk Adelia dan menatap lekat wajah cantik istrinya.

"Sebentar Del, please. Nanti malamkan kita nggak bisa tidur bareng karena kamu harus ke Bandung," Fahri memelas.

Adelia terdiam sesaat dan baru ingat kalau besok dia memang ada pekerjaan di Bandung dan harus berangkat sore ini bersama asisten pribadinya, itu artinya nanti malam mereka memang tidak akan bertemu.

"Oke, just kiss," ancam Adelia.

Fahri tersenyum dan langsung melumat bibir istrinya dengan sebuah ciuman panas yang panjang.

"Beb, nanti aku pinjam mobil kamu ya buat ke tempat pemotretan," pinta Adel ketika mereka selesai berciuman.

"Di garasi masih ada mobil lain, kamu bisa pilih yang kamu mau," beritahu Fahri.

"Nggak ah, aku maunya pakai mobil kamu," rengek Adel manja.

"Yaudah, kuncinya ada di dalam lemari. Biar nanti aku pakai mobil lain," balas Fahri yang memang selalu mengalah pada istrinya.

Adel terlonjak girang seraya mengucapkan terima kasih dan mengecup pipi suaminya sebelum dia beranjak ke kamar mandi.

Pagi itu, Adel mengantar kepergian Fahri sampai di depan teras.

Fahri berangkat ke kantor menyetir mobil sendiri karena Fahri memang tak pernah mau memakai jasa supir pribadi selama ini. Dia merasa lebih nyaman berkendara sendiri tanpa seorang supir sama halnya dengan Adel.

Di tengah perjalanan, mobil mewah yang dikendarai Fahri mogok.

Ada kemungkinan karena mobil ini sudah terlalu lama nganggur dan tidak terpakai di garasi.

Bisa jadi, akinya yang bermasalah atau oli mesinnya yang menggumpal.

Setelah berhasil menghubungi orang bengkel dan mobilnya di angkut pihak bengkel, Fahri memutuskan untuk berangkat menggunakan taksi.

Perjalanan menuju kantor cabang baru itu cukup lama karena jalanan yang macet.

Fahri tahu dirinya akan terlambat, tapi untungnya begitu dia sampai, kedatangannya langsung disambut oleh dua orang security yang sudah ditugaskan manager di kantor tersebut untuk mengantar Fahri menuju ruangan Direktur utama.

Dikawal dua security Fahri pun berjalan sesuai arah yang diinstruksikan sang petugas keamanan itu.

"Silahkan Pak," ucap salah satu security mempersilahkan Fahri untuk memasuki lift khusus direktur utama.

Setelah ke tiganya memasuki lift dan saat pintu lift hampir tertutup, seorang perempuan berkemeja pink tiba-tiba memencet tombol lift dari luar dan kembali membuka pintu lift itu.

Tanpa basa-basi, perempuan itu masuk ke dalam lift dan berdiri tepat di sisi Fahri.

Ke dua security yang tadi mengawal Fahri saling lirik-lirikkan bingung sekaligus takut.

Mereka yakin kalau perempuan ini pasti karyawati baru yang tidak tahu kalau lift yang dia masuki itu khusus digunakan hanya untuk direktur utama di kantor ini saja karena hal semacam ini memang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Sayangnya jika dulu Pak Hendrawan bisa mentolerir kejadian tersebut, tapi bagaimana dengan Pak Fahri?

Beliau baru masuk hari ini dan belum ada satu karyawan pun yang mengetahui perangai aslinya.

Apa lebih baik dari Pak Hendrawan yang terkenal tegas dan sangat disiplin, atau bisa jadi lebih kejam?

Entahlah!

Dua security itu hanya bisa mengira-ngira dalam hati dan berharap si nona cantik berseragam pink yang kini santai berdiri di sisi Fahri, nasibnya akan baik-baik saja setelah ini.

"Eh Mas, bos baru udah datang belum?" tanya perempuan itu tiba-tiba pada Fahri.

Security yang berdiri dibelakang mereka langsung melotot kaget.

"Masnya terlambat juga ya? Kalau gitu, samaan kita. Saya juga terlambat nih, kira-kira bos barunya galak nggak yah?" ucap perempuan itu lagi.

Salah satu security hendak bicara tapi suara Fahri sudah lebih dulu terdengar.

"Kamu kenapa terlambat?" tanya Fahri pada perempuan itu.

"Gara-gara suami saya Mas, rese! Saya nggak boleh pakai-pakaian ketat katanya ke kantor. Coba lihat deh, emang menurut Mas, pakaian saya seksi banget apa? Nggakkan? Mau berangkat kerja jadi ribut dulu deh," oceh perempuan itu yang malah curhat.

Pandangan Fahri menyisir dari mulai ujung kepala hingga ujung kaki si perempuan yang berdiri di sampingnya itu.

Jika dikatakan seksi, mungkin tidak karena pakaian yang dikenakan perempuan itu cukup tertutup. Bahkan roknya pun tidak terlalu pendek. Sayangnya, bentuk tubuh wanita itulah yang justru membuat apapun pakaian yang dia kenakan terkesan seksi di mata lelaki.

"Mas sendiri kenapa terlambat?" tanya perempuan itu balik.

"Mobil saya mogok," jawab Fahri singkat.

Perempuan itu hanya manggut-manggut sambil ber-oh panjang.

"Btw, Mas ini baru ya di sini? Kok saya baru lihat sih?" tanya perempuan itu lagi. "Kenalin Mas, nama saya Rindu,"

"Saya Fahri," ucap Fahri seraya menyambut uluran tangan wanita bernama Rindu itu. "Saya orang baru di sini," lanjutnya lagi.

"Kebetulan kalau gitu, saya juga baru kok di sini. Saya sekretarisnya Bos baru di sini Mas, siapa ya nama bosnya kemarin? Saya lupa," perempuan bernama Rindu itu tampak berpikir.

Dua security di belakang mereka tampak menepuk jidat, frustasi dengan kepolosan sang karyawati baru itu.

Fahri membetulkan sejenak dasinya, diam-diam menahan senyum. Merasa geli dengan apa yang terjadi di dalam lift saat ini.

"Oh iya Mas, saya inget, nama bosnya itu kalau nggak salah Fah..." ri...

Rindu menahan kalimatnya. Terdiam sejenak dengan wajah terkejut hingga ke dua bola matanya yang bulat semakin membesar.

Astaga!

Pekiknya dalam hati.

Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan kesalahan fatal.

Tak lama setelah itu, pintu lift terbuka, pertanda mereka sudah sampai di tempat tujuan.

"Selamat Pagi. Selamat datang, Pak Fahri. Selamat bergabung bersama kami di Pt. He-Market Trijaya TBK cabang Jakarta Baru," sambut seluruh karyawan yang sudah berkumpul di depan lift khusus direktur utama.

Suasana penyambutan kian canggung ketika para karyawan itu mendapati sosok lain yang keluar bersama Fahri dari pintu lift.

Dari ekspresinya mereka tampak terkejut.

Tak berbeda jauh dengan Rindu.

Rindu yang terus saja mengutuki kebodohannya begitu tahu kalau Mas-mas yang berada di lift bersamanya tadi adalah bosnya sendiri.

Aduh! Mati aku, jadi lelaki itu Fahri? Direktur utama di kantor ini?

Keluh batin Rindu sambil berjalan menunduk ke arah kubikel kerjanya.

Tatapan Pak Sultan yang horror sukses membuat kaki Rindu lemas.

Beberapa karyawan tampak bersalaman dengan Fahri dan saling memperkenalkan diri.

Sementara beberapa karyawati yang berada di belakang justru terpaku menatap sosok Fahri yang sukses menghipnotis mereka.

Pesona yang menguar dari dalam diri Fahri seolah memancarkan kharisma tersendiri bagi siapapun kaum hawa yang menatapnya.

Belum lagi senyumannya yang menawan dengan hiasan lesung pipi manis di sisi kiri pipinya.

Finally, Fahri memang selalu sukses mencuri perhatian banyak pihak termasuk para karyawan dan karyawati di kantornya sendiri.

Dan satu-satunya manusia yang tidak tertarik untuk menatap ketampanan Fahri saat itu, hanyalah Rindu.

Entah kesialan apalagi yang akan menanti dirinya pagi ini, Rindu tidak tahu.

Yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah pasrah.

Pasrah menerima nasib atas kebodohan yang telah dia lakukan tanpa dia sadari.

"Rindu, kamu dipanggil ke dalam sama Pak Fahri," beritahu Pak Sultan yang baru saja keluar dari ruangan direktur utama.

Rindu mengangguk patuh.

Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Rindu pun bangkit dari kursi kerjanya dan mulai berjalan ke arah ruangan sang direktur.

Entah kenapa, dia merasa tungkai kakinya saat itu lemas.

Kepalanya yang mendadak pening.

Dan perutnya mual.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status