Share

Bagian 5 : The Last Breath

"NERISSA!" teriak gadis itu.

Hanya ada tanah lapang dengan puing-puing bertebaran. Perlahan Rachel berjalan menuju reruntuhan itu. Mencoba memastikan bahwa itu bukan rumahnya. Berharap salah mengenali reruntuhan di depannya. Namun Rachel justru jatuh terduduk saat tak mendengar jawaban apapun melainkan melihat salah satu lukisan Nerissa yang diletakkan di beranda belakang jatuh di depannya. Reruntuhan itu adalah rumahnya.

Air mata Rachel menetes perlahan saat tahu ia terlambat. Rachel mencari disisi puing reruntuhan yang lain berharap mereka semua selamat dan berlindung di ruang bawah tanah. Namun hal yang ditemukannya justru menghancurkan hatinya. Dia menemukan adik-adiknya tertimpa reruntuhan itu. Merida yang memeluk adik-adiknya dan Nerissa yang masih memegang tangan Lily dan Sophie.

"Oh lihat, ada yang terlewat." Sebuah suara terdengar tak jauh di belakang Rachel.

Rachel berbalik dan memandang seorang wanita yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Dia berdiri diatas salah satu reruntuhan rumah sambil memandang Rachel dengan tatapan mencela. Wanita itu mengenakan pakaian serba merah dengan rambut hitam panjang yang melambai diterpa angin. Wajah wanita itu tertutup kain hitam transparan, namun Rachel masih bisa melihta bibir merah wanita itu yang melengkungkan senyuman.

"Siapa kau? Apa yang telah kau lakukan pada kota ini?" teriak Rachel marah pada wanita itu.

"Kau masih memiliki keberanian untuk bertanya? Aku sarankan kau segera lari sebelum temanku yang lain datang. Atau aku tidak akan bisa menjamin nyawamu aman bersamamu." Balas wanita itu.

Wanita itu berjalan dengan angkuh di atas reruntuhan sambil memamerkan senyumannya.

"Kau membunuh mereka." Gumam Rachel. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan saat menyadari bahwa wanita itu telah membunuh keluarganya.

Wanita itu tersenyum mendengar Rachel. Ia memainkan sebuah tongkat kecil di tangannya dengan jemari lentik miliknya. Tongkat sepanjang lengan Rachel namun sekilas tongkat itu terlihat seperti tulang manusia.

"Aku melihat ada sesuatu yang istimewa padamu. Apa kau memiliki sesuatu yang berharga? Selain nyawamu tentunya?" Tanya wanita itu dengan nada mencemooh. Tatapan matanya menilai Rachel dengan seksama.

"Kau .." wajah Rachel memerah menahan amarahnya.

"Oh lihat ekspresi itu, indah sekali. Apa kau sedang marah? Kau terlihat cantik saat marah." Wanita itu kembali mencibir Rachel. "Tapi aku tidak suka ada orang lain memasang ekspresi seperti itu padaku." Lanjutnya dengan suara yang dingin.

Wanita itu mengayunkan tongkatnya dan dalam sekejap tubuh Rachel melayang.

"Apa yang kau lakukan?” Rachel merasakan tubuhnya sekaan mengetat dan melayang begitu saja. Gadis itu meronta dengan keras dan berteriak, “TURUNKAN AKU!"

"Ah, tentu."

Wanita itu menyeringai pada Rachel, ia kembali mengayunkan tongkatnya dan membuat Rachel jatuh. Tubuh kecil gadis itu jatuh di atas reruntuhan rumahnya dan seketika membuat rasa nyeri menyebar di sekujur tubuh Rachel. Rachel melirik wanita itu yang hanya tersenyum singkat memandangnya yang kesakitan.

"Bukankah kau yang meminta?"

Rachel berusaha bangkit namun sebuah cahaya merah kembali mendekatinya. Cahaya merah itu keluar dari ujung tongkat wanita itu dan mengarah pada tubuh Rachel. Rachel merasakan rasa panas masuk ke tubuhnya. Panas itu menjalar pelan semakin lama semakin besar seakan ada api yang mengelilingi tubuhnya dan membakarnya.

"AHH.." 

Wanita itu mulai tertawa lantang mendengar erangan kesakitan Rachel. Rachel terus meronta mencoba melawan rasa panas itu. Namun semakin keras Rachel meronta semakin besar pula rasa panas yang dia rasakan.

"Le-lepaskan dia." Sebuah suara pelan terdengar di antara reruntuhan.

Rachel melirik ke sumber suara itu dan melihat Nerissa yang perlahan bangkit dan mencoba keluar dari sana. Tubuh gadis itu dipenuhi debu dengan darah mengalir dari luka di tubuhnya.

"HA…HA…. . Memangnya apa yang bisa kau lakukan padaku? Bahkan untuk berdiri tegak saja kau tak mampu?" Ucap wanita itu setelah dia menghempaskan tangannya yang sontak membuat Nerissa terpental sejauh beberapa meter. Tubuhnya membentur reruntuhan bangunan membuat gadis itu kesakitan.

Rachel membelalak melihat apa yang wanita itu lakukan pada Nerissa.

"NERISSA!!" 

Rachel melihat darah mengalir dari mulut Nerissa. Gadis itu masih sadar dan mencoba bangkit lagi.

"Kau... Ja-jangan sentuh saudariku... ." Ucap Rachel dengan suara terputus-putus.

"Aku bahkan tak perlu menyentuhnya untuk melukainya. Lihat!" 

Wanita itu kembali mengayunkan tongkatnya dan rasa panas mendera Rachel semakin kuat.  Rachel berteriak kesakitan membuat Nerissa semakin khawatir. Rasa panas dan sesak di sekitarnya membuat gadis itu meronta dengan keras. Rachel mulai kesulitan bernafas dan terbatuk-batuk pelan hingga cairan kental keluar dari mulut Rachel saat gadis itu mencoba melepaskan diri.

Wanita itu tersenyum puas melihat Rachel kesakitan. Dia melangkah mendekati Rachel dan semakin dekat wanita itu dengan Rachel semakin besar pula rasa sakit yang Rachel rasakan.

"Kau... Le-lepaskan dia…" Nerissa menatap wanita itu dengan tajam.

Tapi wanita itu kian tersenyum lebar. Mengangkat tangannya dan entah apapun itu gerakan singkat wanita itu sangat menyakiti Rachel akrena gadis itu berteriak semakin keras.

Akhhh…..

Setitik air mata meneter dari mata Nerissa saat melihat Rachel disiksa didepannya. Dengan sisa tenaga yang dia miliki gadis itu mengambil sebuah kalung dari sakunya  lalu dengan perlahan mulai menggerakkan tangannya membuat pola tertentu. Sebuah cahaya biru kehijauan keluar dari jejak gerakan Nerissa. Gadis itu perlahan bangkit berdiri dan mengeluarkan sebuah perisai cahaya di sekitarnya.

"Jadi, kau memiliki Armor juga? Aku tebak adikmu ini tidak tahu." Gumam wanita itu melihat Nerissa.

"Lepaskan dia!" gumam Nerissa dengan suara lemah.

"Kenapa?" tanya wanita itu dengan tatapan mencemooh. Dia memiringkan kepalanya dan melayangkan sebuah senyuman mencela saat melihat Nerissa berjalan tertatih-tatih ke arahnya.

"Kau akan menyesal telah menyentuhnya."

Wanita itu tersenyum lebar mendengar ucapan Nerissa lalu tanpa melepaskan mantranya dari Rachel dia mulai menyerang Nerissa.

"Mari kita lihat, apakah aku akan menyesal atau tidak." Ucapnya.

Mata Nerissa menyipit mendengar jawaban wanita itu. Tanpa menunggu Nerissa mengayunkan tangannya dan menggerakkan benda apapun yang bisa dilemparkan ke arah wanita itu. Namun wanita itu dengan mudah menghempaskannya atau menghancurkan semua benda itu dengan cepat.

Nerissa tidak kehabisan akal. Gadis itu menggerakkan tangannya dan mengendalikan air yang ada di sebuah kolam kecil tak jauh darinya. Gadis itu memejamkan matanya sejenak sambil menggumamkan sesuatu, dalam sekejab air di kolam itu bergerak dan melayang kea rah Nerissa. Gadis itu merentangkan kedua tangannya menarik nafas dalam lalu mengepalkan tangan. Gerakannya itu membuat gumpalan air itu berubah menjadi ratusan jarum kecil yang melayang di depan gadis itu.

"Seorang Mermaid, di tanah Crator? apa kau tidak takut manusia akan memburumu?"

"Diam, kau!"

Rachel hanya bisa menahan kesakitan saat tubuhnya terus disiksa. Apalagi dia melihat Nerissa yang berduel dengan wanita di depannya. Rachel melihat Nerissa menggerakkan air didepannya dan mengubahnya menjadi jarum untuk menyerang wanita itu. Namun wanita itu terlalu kuat dan dengan mudah mematahkan semua serangan Nerissa.

"Kau akan kalah, mermaid…" ucap wanita itu sembari tertawa.

Lalu setelah menyelesaikan kalimatnya, wanita itu menyerang Nerissa dengan mantra dan di saat bersamaan dia menusukkan tongkatnya di perut Nerissa. Nerissa yang tak menyadari gerakan wanita itu tak bisa menghindar. Tubuhnya luruh saat wanita itu mencabut tongkatnya menyisakan jejak darah Nerissa di atasnya. Rachel melihat Nerissa jatuh dengan perut terluka.

"Sudah ku bilang dia akan kalah." Ucap wanita itu sembari tersenyum membersihkan tongkatnya.

Rachel marah mendengar ucapan wanita itu. Amarah memenuhi dirinya. Dalam sekejab dia seakan lupa dengan rasa panas yang sedari tadi menyiksanya. Nafasnya naik turun seiring dengan kemarahan yang semakin besar ia pendam. Dalam kalutnya tangan Rachel mengepal hingga buku-buku tangannya memutih.

Melihat perubahan pada reaksi Rachel wanita itu terdiam. Dia melihat Rachel yang seakan tidak tersiksa oleh sihir apinya lagi. Ia kembali mengarahkan tongkatnya pada Rachel meningkatkan pengaruh sihir apinya namun Rachel seperti tidak terpengaruh oleh hal itu.

"Apa? Apa yang terjadi?" gumam wanita itu bingung. "Kenapa sihirku tidak bisa melukainya?" 

Wanita itu kembali mengarahkan tongkatnya. Kali ini ia mengeluarkan cahaya merah kehitaman pada Rachel cahaya itu kembali membuat Rachel kesakitan dan meronta. Rasa panas itu kembali menjalar dan diikuti rasa tersayat di seluruh tubuhnya. Rachel meringis kesakitan merasakan tubuhnya yang disiksa dengan rasa panas itu.

Namun tiba-tiba sebuah cahaya berwarna ungu terang memancar keluar dari tubuh Rachel. Cahaya itu mengikis sihir api yang dikeluarkan dari tongkat wanita itu. Perlahan cahaya itu melingkupi tubuh Rachel. Memberikan perasaan sejuk pada tubuhnya. Saat tubuh Rachel telah terbebas dari siksaan itu, perlahan cahaya itu berbalik dan mendekat ke arah wanita itu dan membuat tongkatnya hancur.

Tubuh Rachel kembali jatuh dengan keras diatas reruntuhan bangunan di bawahnya. Gadis itu memekik pelan dan memuntahkan darah segar dari mulutnya. Rachel tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia tidak mempedulikan wanita itu dan perlahan merangkak mendekati tubuh Nerissa.

"Kenapa bisa begini?” Gumamnya lagi. "Beraninya kau menghancurkan tongkatku!"

Wanita itu bermaksud merapalkan mantra lain saat suara tapak kaki kuda terdengar mendekat bersamaan dengan sebuah panah melesat ke arahnya.

"Sebaiknya kau berhenti sekarang, Lucinda." Teriak seorang pria dikejauhan. Pria berjubah hitam dengan ikat kepala perak. Rachel mengingatnya, pria di hutan malam itu. 

"Vinetree?" wanita itu berbalik memandang pemuda itu.

Derap langkah kaki kuda terdengar samar dikejauhan. Tampak beberapa prajurit muncul di tempat itu. Dipimpin oleh pria yang Rachel kenal, pria dengan ikat kepala perak. Tanpa sadar, raut lega terpancar di wajah Rachel. Setidaknya sekarang dia tidak lagi sendiri.

"Kukira kalian sudah menyerah setelah kalah dalam pertempuran terakhir kita.” Ucap wanita itu dengan angkuh. Pemuda itu tidak menjawab namun tangannya telah bersiap dengan sebuah anak panah lain yang siap dia lepaskan. Wanita itu bersungut marah memandang pemuda itu, dia melirik ke arah Rachel singkat dan menyeringai.

“Sepertinya aku tidak bisa berlama-lama disini. Kalau begitu aku permisi." Ujar wanita itu. Dia melompat ke arah Nerissa lalu menghilang meninggalkan tempat itu.

"Nerissa .. Akhh.."

Bunyi retakan di tubuh Rachel terdengar cukup keras. Pria berikat kepala perak bergegas mendekati Rachel. Dalam keadaan setengah sadar Rachel tersenyum pada pria itu. 

"Kenapa kita selalu bertemu dalam sebuah kekacauan?" Gumam Rachel.

Pria itu tidak menjawab tapi segera mengangkat tubuh Rachel dan membawanya menaiki kuda meninggalkan tempat itu. Setelah itu Rachel tak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status