Share

Bagian 6 : Being a Suspect?

Sekali lagi semuanya kembali terulang. Peristiwa sepuluh tahun lalu kembali terjadi. Pembantaian sebuah wilayah, jika dulu hanya sebuah desa kecil kini seluruh kota dibantai habis. Namun apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu masih menyisakan tanda tanya karena tidak ada yang tahu siapakah pelakunya sedangkan kini, pembataian itu dilakukan salah satu klan terbesar di Crator, Klan Redrock.

Dulu Rachel tak tahu apa yang terjadi dan hanya bisa menangis saat menemukan tubuh kakek dan neneknya tak bernyawa tapi kini dia melihat sendiri bagaimana Nerissa dibunuh di hadapannya. Ingatan saat wanita bernama Lucinda itu menghempaskan tubuh Nerissa dan membuat gadis itu terluka parah kembali muncul di kepala Rachel.

“Kau baik-baik saja?” Seorang gadis menyapa Rachel yang terus diam menundukkan kepalanya. Rachel enggan berbicara pada siapapun jadi dia hanya menggeleng pada gadis itu lalu beranjak pergi.

Tak satupun dari penduduk Delvish yang selamat, kecuali dirinya. Hanya dirinya seorang yang selamat tanpa luka yang parah. Dia memang tak sadarkan diri selama tiga hari, tapi saat dia bangun seluruh luka di tubuhnya telah sembuh sempurna. Bahkan tabib yang merawatnya cukup terkejut melihatnya. Rachel saat ini berada di Camp darurat kerajaan Crator yang didirikan di dekat gunung Mitah tak jauh dari Dewwy, ibukota kerajaan Crator.

Selama beberapa hari dia tinggal disana tak seorangpun mau menyapanya. Bahkan kadang Rachel akan mendengar mereka membicarakannya dengan lantang.  Dari banyak hal buruk yang mereka sampaikan ada satu hal yang tertangkap di telinga Rachel yang membuatnya gusar. Mereka mengatakan bahwa Rachel adalah gadis terkutuk, pembawa bencana dan keturunan penyihir. Mereka berkata bahwa Rachel selamat dengan cara yang aneh. Rachel bisa terbebas dari mantra sihir api anggota Redrock dan sembuh kurang dari satu bulan. Mereka menganggap bahwa Rachel adalah anggota Redrock. Terlebih mereka menyadari bahwa ini adalah kedua kalinya Rachel selamat dari pembantaian serupa.

“Lihatlah gadis itu, aku penasaran apa yang dia lakukan disini? Kenapa dia tidak diusir dari tempat ini?” ucap seorang pemuda dengan sarkas saat melihat Rachel.

"Jangan bicara sembarangan, mereka bilang dia seorang Wizard, jadi hati-hati dengan ucapanmu atau kau akan dalam bahaya,” Ujar pemuda lain menambahkan. Kalimat yang lebih terdengar layaknya cemoohan itu sukses memicu tawa rekannya yang lain.

 “Hei, Wizard! Kenapa kau masih disini? Apa kelompokmu meninggalkanmu?” teriak pemuda tadi.

Rachel mengabaikan mereka dan terus berjalan pergi. Dulu Rachel akan mengagumi klan Vinetree yang terkenal cerdas dan hebat. Namun selama beberapa hari dia tinggal disini, Rachel menyadari bahwa para pengecut juga bisa menjadi anggota klan Vinetree. Terlebih lagi sikap mereka yang tidak jauh lebih dewasa dari adiknya Peter yang jauh lebih tahu bagaimana bersikap sopan pada orang lain.

 “Hei, bagaimana dengan teman Mermaidmu?” teriak pemuda itu masih tidak menyerah.

 Namun kali ini pemuda itu memilih kata-kata yang salah. Karena setelahnya Rachel berhenti dan berbalik menatap mereka.

 Para pemuda itu segera berhenti saat melihat Rachel  berjalan kea rah mereka. Raiut panic jelas terlihat di wajah mereka. Namun dengan angkuh mereka masih mencoba mengangkat dagu mereka dengan tinggi.

 “A-apa yang mau kau lakukan? Kau tidak bisa menyerang kami?” ucap pemuda berwajah runcing dengan terbata-bata saat Rachel berdiri dihadapannya. Rachel menatap pemuda itu dengan tatapan dingin.

 “Kau, ingat kau masih berada di wilayah Crator, kau tidak bisa berbuat apapun.” Lanjut pemuda lain.

 Ada empat pemuda yang meneriakinya. Rachel tidak pernah menganggap mereka sebelumnya, tapi percayalah sekarang Rachel akan mengingat wajah mereka. Rachel maju mendekati pemuda itu yang terus berjalan mundur. Pemuda itu terlihat semakin ketakutan saat tangan Rachel bergerak untuk mengambil sesuatu dari balik jubahnya.

 “Kau tidak diterima disini, sama seperti teman Mermaidmu. Nerissa.”

 PLAKK…

 Suara tamparan itu terdengar sangat keras hingga membuat beberapa orang yang berada cukup jauh dari mereka terkejut dan memandang ke arah Rachel. Dada Rachel naik turun karena menahan amarahnya yang tiba-tiba tersulut. Sedangkan pemuda di depannya tadi telah jatuh tersungkur dengan sudut bibir yang berdarah setelah mendapat tamparan Rachel.

 Teman-teman pemuda itu segera membantunya berdiri dan segera berdiri jauh dari Rachel. Mereka memandang Rachel dengan wajah ketakutan dan tubuh gemetar.

 “Mulut kotormu tak pantas menyebut namanya.”

 Setelah mengucapkan hal itu Rachel meninggalkan mereka yang masih terkejut dan ketakutan. Rachel kembali ke tendanya lalu mengambil Jade Amora dan meninggalkan perkemahan. Mereka benar, tidak ada alasan bagi Rachel untuk tetap berada di tempat itu. Berada di satu tempat dengan orang-orang bermulut kotor yang bahkan menghina orang yang telah tiada.

Semua orang hanya mampu menatap diam Rachel saat gadis itu berjalan keluar perkemahan dengan sebuah busur di punggungnya. Tatapan terkejut dan takut terpampang di wajah mereka. Namun sebagian besar dari mereka justru tampak lega saat melihat gadis itu berjalan menjauh dari wilayah perkemahan.

“Apakah itu Jade Amora?”

“Benar, aku dengar itu senjata ajaib dari Land Of Soul.”

“Bukankah Land Of Soul sudah musnah, kenapa gadis itu memiliki senjata itu?”

“Bersyukurlah karena dia memilih meninggalkan tempat ini. Aku tebak Redrock pasti menghancurkan Delvish karena mencari senjata itu. Pantas saja dia selamat.”

Bahkan saat dia beranjak pergi mereka tak berhenti membicarakannya. Rachel hanya bisa mengepalkan tangannya erat dan mengabaikan mereka semua. Di gerbang perkemahan, gadis yang merawat Rachel menghentikannya.

“Mereka hanya rakyat biasa yang mudah terbawa arus. Jangan mengotori hatimu dengan memendam kemarahan untuk mereka.” Ucap gadis itu sambil meremas pelan pundak Rachel.

Gadis itu menyerahkan sebuah belati kecil pada Rachel. Rachel membuka  sarung belati itu dan melihat belati kecil dan tajam dengan ukiran indah di atasnya. Gadis itu tersenyum melihat Rachel mengagumi belati itu lalu menepuk pundak Rachel pelan lalu beranjak pergi.

“Jaga dirimu baik-baik.”

***

Rachel meninggalkan perkemahan Vinetree dan pergi ke arah Selatan. Dia bermaksud pergi ke kampong halamannya dulu di desa Fleure. Dalam perjalanannya Rachel menyembunyikan Jade Amora dengan membungkus senjata itu. Rachel juga mendapatkan seekor kuda saat dia berjalan sendirian di hutan tadi. Selama seharian penuh dia berkuda tanpa istirahat hingga dia mencapai desa Fleure.

Desa itu kini hanyalah desa kosong dengan berbagai puing usang yang telah ditumbuhi  tanaman liar. Rachel meniti jalan setapak yang telah tertutup ilalang tinggi. Dirinya yang kini tanpa tujuan berjalan mencari rumah lamanya berharap masih ada yang tersisa di tempat itu. Saat gadis itu berjalan dalam diam sebuah suara gemerisik terdengar tak jauh darinya.

“Siapa disana?”

Rachel berbalik waspada saat menyadari ada orang lain dibelakangnya. Meski samar, Rachel bisa mencium aroma lain disekitarnya dan itu bukanlah aroma tumbuhan atau tanaman biasa. Rachel mengamati sekelilingnya dengan seksama. Rachel mengedarkan pandangannya dan saat dia menemukan sebuah ilalang bergerak dia segera berlari ke arah tersebut. Tak jauh di depannya seseorang sedang berlari. Rachel mengejarnya hingga mereka berada di ujung jurang.

“Kau tidak mudah menyerah rupanya.” Dia berbalik dan membuka penutup kepalanya. Seorang pemuda yang dilihat dari tampangnya berusia tak jauh berbeda dengan Rachel. “Senang bertemu denganmu, Rachel.”

Rachel mengernyit karena pria itu mengenalnya. Dia masih dalam sikap waspada dan menjaga jarak dari pemuda itu. Salah satu tangan Rachel bahkan telah siaga di belakang punggungnya dan memegang belati barunya, siap untuk dia keluarkan.

“Siapa kau?”

Pemuda itu tersenyum mendengar pertanyaan Rachel. Mata birunya berkilat saat dia berjalan ke arah Rachel.

“Gadis Ajaib dari Fleure, satu-satunya korban selamat dari Delvish yang di curigai sebagai rekan Redrock dan tersangka pembantaian kota. Semua orang di kerajaan ini tentu mengenalmu, Rachel Chevalier.”

Rachel mendengus pelan mendengar jawaban pemuda itu. Dua kalimatnya benar namun sisanya adalah bualan. Enggan meladeni pemuda itu, Rachel perlahan menarik tangannya dan mundur meninggalkan pemuda itu. Entah dia berbahaya atau tidak, Rachel enggan peduli.

“Sepertinya aku benar.” Gumam pemuda itu lalu berjalan mengikuti Rachel. “Aku penasaran dengan sesuatu, bagaimana caramu bisa mengalahkan Lucinda?” lanjutnya.

“Kau tahu bahkan Raja Julian memilih menghindari Redrock dari pada harus berhadapan dengan berbagai mantra sihir mereka, hanya Vinetree yang berani melawan mereka sejauh ini. Juga kau, sebagai tambahan.”

Rachel menghentikan langkahnya dan berbalik. Pemuda itu seketika berhenti tepat dua langkah di balakang Rachel. “Aku tidak mengalahkan Lucinda. Aku tidak mengetahui tentang Redrock, ataupun mengenal Vinetree. Bisakah kau berhenti mengikutiku?”

“Kalau begitu aku ganti pertanyaanku, bagaimana kau bisa selamat dari pembantaian Fleure?”

“Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?”

“Benar juga. Tapi jika kau diam maka aku akan terus bicara.”

“Terserah.” Rachel memutar bola matanya dan berjalan cepat.

Begitu juga dengan pemuda itu. Tetap berjalan di belakang Rachel dan menggumamkan berbagai macam pertanyaan untuk Rcahel. Rcahel hanya bisa menggeleng dan mendengus pelan mendengar semua pertanyaan yang pemuda itu lontarkan. Sesekali Rachel menatap pemuda itu tajam dan sukses membuat pemuda itu diam. Tapi hal itu tak berlangsung lama karena setelah itu pemuda itu kembali mengikuti Rachel.

“Berhenti mengikutiku!” Pemuda itu berhenti dibelakang Rachel, dia bahkan mengangkat kedua tangannya, tapi setelahnya dia mulai tertawa. “Apa yang kau tertawakan?”

“Aku tidak memiliki kewajiban menjawab semua pertanyaanmu.”

Rachel membelalak jengah lalu kembali berjalan meninggalkan pemuda itu. Dia kembali ke desa dan menuntun kudanya menuju rumah lamanya. Sedangkan pemuda itu, dia hanya mengamati Rachel dari kejauhan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status