Ethan membawa Rachel pergi ke Redrock, tanah para Wizard. Setelah mereka berhasil kabur dari para Vinetree Rachel memilih mencoba percaya pada Ethan meski sebagian dari dirinya masih merasa ragu karena identitas Ethan. Ethan membawa Rachel menuju kediamannya secara diam-diam. Ethan mengatakan bahwa mereka tidak di ijinkan membawa orang luar masuk ke dalam wilayah mereka.
“Mengapa kau pergi kesana?”
Pertanyaan itu sudah ditahan oleh Rachel sejak pertama kali dia tiba di Redrock tapi dia ingin tahu alasan kenapa Ethan membantunya. Ethan tak langsung menjawab pertanyaan Rachel tapi menghindar dengan memberikan beberapa pakaian bersih pada Rachel.
“Sebaiknya ganti pakaianmu dulu.”
Rachel menerima pakaian itu lalu pergi untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai berganti pakaian Rachel keluar dan tak menemukan Ethan disana. Rachel mengelilingi rumah Ethan yang jauh lebih sederhana dari panti asuhannya dulu. Sebuah ruang tamu, ruang makan, dan dapur yang menjadi satu tanpa sekat. Dua buah kamar tidur kecil dan sebuah kamar mandi kecil didalam rumah.
Rachel mencoba mengintip melalui jendela dan melihat bagaimana kaum Redrock beraktivitas di sekitarnya. Semua orang memegang tongkat di tangan atau benda-benda lain seperti kipas, payung, dan bahkan bunga. Mereka hanya mengayunkan semua benda itu dan semua hal bisa diselesaikan.
“Apakah dia juga menggunakan hal semacam itu?” gumam Rachel pelan.
Rachel penasaran dengan wilayah Redrock jadi diam-diam melangkah keluar dengan menggunakan jubah hitam Ethan. Hari masih siang namun cuaca sangat dingin meski salju tak turun hari itu. Rachel melihat kerumunan orang di depannya. Dengan spontan Rachel mengikuti mereka dan bergabung diantara kerumunan. Dia merangsek maju secara perlahan untuk melihat apa yang ada di depannya. Namun saat dia tiba di depannya sebuah pemandangan mengerikan membuat Rachel terkejut. Untung saja dia dengan cepat menutup mulutnya dengan tangannya sendiri sebelum dia sempat berteriak.
Disana, sepuluh orang pria sedang di adu bersama sepuluh ekor srigala didalam sebuah arena berbentuk labirin. Para pria itu dibiarkan begitu saja tanpa senjata apapun di tangan mereka untuk melindungi diri mereka. Ditambah tubuh kurus mereka yang terlihat sangat lemah mereka hanya bisa berlari dan berusaha menghindari serangan binatang buas itu. Hingga pada akhirnya Rachel melihat salah satu pria itu terjatuh dan berakhir menjadi santapan binatang buas itu.
Rachel memalingkan wajah saat dia mendengar sorakan dan tawa keras di sekitarnya. Dia melirik bagaimana orang-orang itu dengan wajah bahagia menatap seseorang tewas diterkam binatang buas. Bahkan di kejauhan Rachel bisa melihat beberapa orang melakukan taruhan untuk pertandingan itu, ralat pembunuhan. Rachel tak tahan dengan semua itu dan memilih pergi. Dia berjalan sambil menunduk bermaksud kembali ke kediaman Ethan. Namun sebelum tiba di kediaman pemuda itu Rachel melihat Ethan berjalan cepat di ikuti beberapa pria dan seorang wanita dibelakangnya. Ethan terlihat tergesa-gesa dan bergegas kembali. Rachel memilih bersembunyi dan menghindari pemuda itu sejenak.
“Dimana dia?” Wanita dibelakang Ethan bertanya dengan suara keras pada pemuda itu. Tunggu. Bukankah itu Lucinda? Wanita itu adalah Lucinda. Apa yang mereka lakukan? Mengapa Ethan bersama Lucinda?
“Aku meninggalkannya disini,” jawab Ethan ketus.
“Tanpa mantra pengunci? Bagus sekali Tuan Muda.”
Rachel membelalakkan matanya saat menyadari situasinya. Semua keramahan dan bantuan yang pemuda itu tawarkan hanya tipuan. Jadi semua ini hanya jebakan. Semua itu hanya sebuah perangkap untuk menangkap Rachel. Wanita itu, dia memanggil Ethan dengan sebutan ‘Tuan Muda’?
“Ketua tidak akan senang jika dia tahu kabar ini.”
“Cari saja dia, dia pasti belum jauh dari tempat ini.” ucap Ethan. Wajah pemuda itu berubah serius saat berbicara dengan mereka. Bahkan sorot mata itu juga berbeda.
“Minta seluruh pasukan memasang mantra pengunci, jangan biarkan siapapun masuk atau keluar dari Redrock hari ini.” Perintah pria itu
Hati Rachel jauh lebih sakit kali ini dibandingkan ucapan dan hinaan pasukan Vinetree untuknya. Dia yang dengan bodohnya percaya pada seorang Redrock dan berakhir di perdaya oleh mereka. Rachel, mengapa kau sangat bodoh. Rachel merutuki dirinya sendiri atas apa yang menimpanya kini. Dia yang seharusnya tidak mudah percaya pada orang lain kini berakhir dalam jebakan yang mereka buat.
“Aku tidak peduli bagaimana caramu menemukannya, tapi aku harus mendapatkan Jade Amora hari ini.” Ucap Lucinda dengan nada gusar.
“Jadi semua ini karena senjata itu?”
Rachel memilih keluar dari persembunyiannya. Lucinda memiringkan kepalanya dan tersenyum melihat Rachel disana. Sedangkan Ethan, dia menatap Rachel dengan dingin.
“Kau pikir ada hal lain yang berharga selain senjata itu? Bahkan nyawamu tak ada harganya disini.” cemooh Lucinda.
Rachel tersenyum getir mendengar kebenaran dalam jawaban Lucinda. Bagaimana mungkin nyawa seseorang sepertinya lebih berharga daripada senjata itu. Meskipun Rachel tidak bisa menggunakannya Rachel tahu bahwa busur yang ia miliki bukanlah busur biasa. Namun bukan Rachel namanya jika dia menyerah begitu saja.
Rachel berjalan mendekati Ethan dan Lucinda yang berdiri dengan tenang. Beberapa pengawal yang berada dibelakang mereka segera membentuk sebuah barisan dan mengelilingi Rachel. Rachel tersenyum tipis melihat mereka. Gadis itu mengeluarkan belati miliknya dan melepaskan belati itu dari sarungnya.
“Sayang sekali, gadis tak berharga inilah satu-satunya orang yang mengetahui dimana letak senjata itu." Ujar Rachel sambil memainkan belatinya. "Bukankah itu artinya, nyawanya kini jadi berharga?” ucap Rachel dengan tenang. Rachel menarik belati miliknya dan dia arahkan ke lehernya.
Rachel bisa melihat mata Ethan yang berkilat marah atas kalimat yang baru saja Rachel lontarkan. Namun pemuda itu menahannya dengan sebuah wajah datar tak peduli. Bahkan Lucinda hanya bisa tersenyum kecut menatap Rachel.
“Serahkan busur itu dan nyawamu bisa kami pertimbangkan,” tegas Ethan.
“Nyawa ini milikku, jadi tak perlu orang lain untuk mempertimbangkannya,” jawab Rachel cepat. “Jika aku mau, aku bisa membunuh diriku sendiri disini. Tidak perlu merepotkanmu Tuan Muda Redrock.”
“Berani sekali kau mengancam kami!” teriak Lucinda.
Pasukan Redrock yang mengelilingi Rachel bergerak mendekat untuk menangkap gadis itu. Tapi Rachel menekan belatinya dan sengaja menyayat dirinya sendiri untuk membuktikan ucapannya. Lucinda mengangkat tangannya dan menahan pasukannya.
“Bukankah kau juga melakukan hal yang sama padaku?” ucap Rachel menahan rasa perih di lehernya saat darah mulai mengalir dari lukanya.
Ethan berbisik pada Lucinda. Wajah wanita itu semakin masam mendengar Ethan namun segera dia kembali tersenyum. Dia mengangguk pada pasukannya dan perlahan mereka meninggalkan tempat itu. Kemudian wanita itu menunduk hormat pada Ethan sebelum pergi meninggalkan Ethan dan Rachel.
“Jadi, Ancaman apa lagi yang kau miliki?” tanya Rachel dengan suara bosan.
“Nerissa.”
Mata Rachel seketika melebar saat Ethan mengucapkan nama itu tapi Rachel segera menguasai dirinya lagi.
“Jangan mencoba menipuku untuk kedua kalinya Ethan. Aku peringatkan kau!”
“Aku tidak menipumu. Nerissa, dia masih hidup dan dia berada di tanganku.”
Pemuda itu mengeluarkan sebuah tongkat sepanjang empat puluh centi dari balik pakaiannya. Mengayunkan tongkat itu pelan dan menciptakan sebuah lingkaran kecil. Menunjukkan sosok seorang gadis yang terbaring tak sadarkan diri disebuah ruang gelap. Rachel menggertakkan giginya saat mengenali sosok itu. Pemuda itu tersenyum melihat kemarahan Rachel lalu kembali mengayunkan tongkatnya dan membuat gambaran tersebut hilang.
“Jika nyawamu tak berharga, bagaimana dengannya?” Kali ini Ethan melayangkan sebuah seringaian licik yang paling Rachel benci. Wajah runcing pemuda itu menunjukkan ekspresi puas atas rasa marah Rachel.
“Aku membencimu.” Ucap Rachel lalu melemparkan belatinya ke arah Ethan. Pemuda itu sama sekali tak menghindar sehingga membuat telinganya tersayat oleh belati Rachel.
“Kau meleset," ucap pemuda itu.
“Aku akan membunuhmu sendiri, setelah aku mendapatkan Nerissa.”
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar da
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan