Rachel melihat apa yang tersisa dari rumah lamanya. Puing-puing yang berserakan dan debu tebal di sekitarnya. Dengan cekatan Rachel membersihkan tempat itu. Gadis mengeluarkan belatinya dan mulai memotong rumput dihalaman itu. Membersihkan tanaman liar dan membuang dedaunan kering yang ada di dalam rumah. Rachel juga mencari beberapa kain bekas untuk selimutnya nanti malam. Saat Rachel keluar, pemuda itu telah duduk dihalaman rumah. Dia tersenyum lebar melihat Rachel sambil menenteng beberapa ikan.
“Aku menangkap beberapa ikan.”
Rachel menghela nafas dan membiarkan pemuda itu membuat api unggun dihalaman rumahnya. Dapur milik neneknya sudah hancur tak bersisa. Dia tak mungkin membersihkan semua puing-puing ini dalam sehari tapi hari sudah mulai gelap.
“Kau bisa memanggilku Ethan, Ethan Bedwyn.” Sekarang Rachel tahu nama pemuda yang selalu menganggunya itu, “dan aku seorang anggota Redrock.”
Gerakan tangan Rachel langsung terhenti saat mendengar lanjutan kalimat Ethan. Hanya beberapa detik setelah itu Rachel kembali melanjutkan makan malamnya tanpa berbicara sepatah katapun. Beberapa kali Rachel juga menolak memandang Ethan saat pemuda itu mencoba memulai percakapan.
“Apakah kau sangat membenci Redrock?” Rachel tidak menjawab.
“Aku akui, kami memang menghancurkan banyak tempat tapi kau tidak bisa menyamaratakan semua orang dan melabeli orang lain sesukamu.”
Ethan mencoba membujuk Rachel, namun Rachel kembali mengabaikannya. Dia memilih meninggalkan Ethan dan pindah menuju beranda dan bersiap untuk tidur. Rachel mendengar helaan nafas pelan dari pemuda itu saat dia tidak bisa membujuk Rachel. Rachel terus diam dan memejamkan matanya.
“Baiklah, Aku tidak bisa memaksamu untuk mempercayaiku. Tapi aku beri tahu satu hal.”
Ada nada kalah dalam kalimatnya. Rachel hanya diam namun telinganya mendengar setiap kata yang Ethan ucapkan.
“Mereka sedang berangkat menuju Dewwy, Istana Kerajaan akan hancur sebelum matahari terbenam esok hari.”
***
Rachel mencoba memejamkan matanya dan menenangkan diri untuk tidur. Namun semakin dia memaksa tubuhnya untuk terlelap, ucapan Ethan semakin keras bergema di telinganya. Pemuda itu menghilang setelah mengucapkan hal itu dan menyisakan Rachel yang sedang bimbang. Akhirnya di tengah malam Rachel mengambil kudanya lalu berkuda ke ibukota Crator. Karena jika benar apa yang Ethan ucapkan maka dia bisa mencegah mereka dari pembantaian Redrock.
Rachel memacu kudanya secepat mungkin untuk pergi ke Dewwy. Namun saat fajar muncul dan dia tiba disana Dewwy telah sirna. Kota itu telah hancur. Bangunan yang terbakar, kereta yang hancur berserakan, dan mayat penduduk yang tergeletak begitu saja di jalanan. Rachel hanya bisa menutup mulutnya saat melihat penduduk kota yang tak bernyawa. Rachel turun dari kudanya dan mencoba memeriksa mereka, mencari satu atau dua orang yang berhasil selamat. Namun sayangnya sepanjang jalan yang dia lalui tak seorangpun yang masih bisa berdiri.
“Kau kembali?” sebuah suara tak asing terdengar di telinga Rachel. Gadis itu memalingkan wajahnya dan melihat wanita yang dia kenal berdiri tak jauh dibelakangnya.
Seketika gejolak amarah terasa didada Rcahel. Tanpa sadar gadis itu mengepalkan tangannya erat saat memandang wajah itu. Masih wajah yang sama dengan senyuman yang sama pula. Berdiri dengan angkuh diujung jalan dengan sebuah seringai yang membuat wanita itu terlihat lebih licik dibanding sebelumnya.
“Aku kira kita tidak akan pernah bertemu,” ucap wanita itu lagi. “Kau memiliki kesan istimewa dalam benakku. Satu-satunya gadis yang bisa lolos dari mantra api milikku,” lanjutnya.
Rachel bangkit dan berdiri menatap wanita itu. Wanita yang ia kenal lima hari yang lalu. Rachel masih bisa mengingat dengan jelas suara tawa wanita itu saat menyiksa Nerissa dan kini dia kembali berdiri di depan Rachel setelah menghancurkan Dewwy.
“Lucinda?”
“Kau mengenalku? Hmm… Aku tersanjung.”
Cih…
“Pembunuh sepertimu memang cukup terkenal. Karena akan ada imbalan besar bagi siapapun yang bisa memusnahkanmu,” balas Rachel.
“Aku benar-benar mengagumimu. Bukan hanya keistimewaanmu, namun keberanianmu untuk berdiri didepanku dan menghinaku. Kau sungguh luas biasa.” Wanita itu tertawa mendengar ucapan Rachel. Dia bahkan bertepuk tangan dan memuji keberanian Rachel. “Sayang sekali kau bukan anggota Redrock.” Tambahnya.
Rachel menggeleng tegas setelah mendengar kalimat terakhir wanita itu. “Aku tidak sudi.”
Rachel mengambil belati yang ada di pinggangnya dan bersiap menarik belati itu saat wanita itu mengayunkan tongkat yang dia pegang. Rachel tahu dia tidak akan bisa menang melawan wanita itu, tapi setidaknya Rachel tidak akan diam saja.
“Mengapa kau membunuh mereka?”
“Mereka? Huh.. nyawa mereka akan jauh lebih berguna jika mereka tiada.”
Rachel sama sekali tak bisa memahami pola pikir wanita itu. Dia dengan mudahnya membunuh ratusan orang dan mengatakan nyawa mereka tak berharga.
“Apakah nyawa sama sekali tak ada harganya dalam pandanganmu?”
“Kau salah, justru nyawa itu sangat berharga. Jika digunakan dengan tepat dan diberikan pada orang yang tepat pula.”
“Apa maksudmu?”
“Kau akan tahu nanti, tapi sebaiknya kau segera pergi atau Vinetree akan menangkapmu disini.” Lucinda menarik tangannya dan menyimpan kembali tongkat miliknya. Mengabaikan Rcael yang masih waspada dengan belati di tangannya. “Kau tahu sangat sulit meyakinkan mereka jika mereka melihat kau disini.”
“Kembali menjadi satu-satunya anak yang selamat untuk ke-tiga kalinya atau…” wanita itu menjeda kalimatnya dan melihat sekitar sebelum kembali berucap, “kembali menjadi tersangka.”
Rachel tidak memahami maksud ucapan Lucinda yang terdengar aneh di telinganya. Tapi sat gadis itu memahami maksud Lucinda semuanya terlambat. Sesuai ucapan wanita itu, Rachel mendengar suara tapak kaki kuda yang semakin mendekat. Rachel bermaksud berlari meninggalkan tempat itu tapi dia telah dikepung. Pasukan Vinetree berdiri mengelilinginya.
“Jadi benar semua ini ulahmu? Lalu kau menggunakan Redrock sebagai alasan?” ucap salah satu anggota Vinetree.
Rachel menggeleng menatap mereka. Tubuhnya bergetar menatap semua orang yang menatapnya penuh kebencian.
“Bukan, bukan aku.”
“Jika bukan kau, lalu siapa lagi? Hanya ada kau seorang disini? Aku tak percaya gadis sepertinya bisa melakukan hal keji seperti ini.”
Rachel tak mampu berbicara saat semua orang mulai menghakiminya dan menuduhnya atas pembantaian ini. Air mata mulai menggenang di kedua pelupuk mata Rachel. Rachel juga melihat gadis yang pernah merawatnya beberapa hari yang lalu memandangnya dengan kecewa.
“Bukan aku.” lirih Rachel.
“Tangkap dia! Bawa dia pada Putri Florian.” Rachel tak bisa pergi atau kabur karena mereka semua berdiri mengelilinginya.
“Rachel, ikutlah dengan kami.”
“Elise, berhenti bersikap lembut padanya.”
Rachel menggeleng pelan saat tiga orang wanita turun dari kudanya dan mendekati Rachel. Mereka mengikat tangan Rachel dan menuntunnya meninggalkan Dewwy namun belum sempat mereka keluar dari gerbang kota sebuah ledakan terjadi yang membuat gerbang kota runtuh dan menutup jalan keluar mereka.
Rachel melihat seklias bayangan seseorang berlari di antara debu yang beterbangan. Ethan?
“Waspada!”
Rachel melihat kepulan asap mendekat ke arah mereka. Disertai angin dingin yang tiba tiba berhembus kencang. Rachel memejamkan matanya saat debu beterbangan mengaburkan pandangan setiap orang. Tiba-tiba sebuah tangan menarik Rachel dan tubuh Rachel terasa seperti tertarik kedalam sebuah lubang yang sempit hingga membuatnya merasa sesak dan kesulitan bernafas.
“Rachel, bernafas, bernafaslah.” Rachel mendengar suara Ethan dan dia membuka matanya lalu segera menarik nafas dalam. Dada Rachel masih berdegup kencang dan dia menatap Ethan dengan penuh tanda tanya. Rachel melihat sekitar dan menemukan dirinya berada di sebuah padang rumput hijau nan luas.
“Dimana ini?”
“Redrock.”
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar da
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan