Share

Bagian 9 : Who's The Swindler?

Rachel membawa Ethan menuju tempat dia menyimpan Jade Amora setelah dia melihat sendiri tubuh Nerissa yang masih bernafas di istana Redrock. Gadis itu ada disana meski nafasnya sangat lemah. Tapi setidaknya ada harapan bahwa dia akan selamat.

Rachel membawa Ethan dan beberapa anggota Redrock kembali ke hutan Fleure karena disanalah dia menyembunyikannya. Rachel mengatakan bahwa mereka harus melewati air terjun yang ada disana. Namun dengan sekali ayunan tangan aliran air terjun itu terbelah dan memperlihatkan sebuah gua kecil disana. Rachel bermaksud masuk ke dalam tapi Ethan menghentikannya.

“Aku tidak tahu jebakan apa yang kau siapkan disana. Sebaiknya kau diam disini bersamaku.”

Ethan menatap pengawalnya dan dua orang di belakangnya masuk ke dalam gua itu. Sesuai perkiraan Ethan tak berapa lama terdengar teriakan dari dalam gua disertai suara geraman keras di dalam sana. Rachel bergidik ngeri mendengar suara geraman itu tapi Ethan biasa saja. Setelah menunggu beberapa saat kedua pria itu tetap tak kembali. Ethan menatap Rachel datar.

“Sudah puas bermain-main? Atau aku juga harus bermain-main dengan nyawa saudarimu?”

Suara itu lebih dingin dari yang Rcahel perkiraan. Tidak seperti suara dan kalimat jenaka yang digunakan pemuda itu saat mencoba mengenalnya dulu. Ethan yang saat ini berdiri didepan Rcahel adalah sosok yang berbeda. Sesaat Rcahel berharap bahwa pemuda itu hanya berpura-pura. Namun saat ini, semua pemikiran itu pupus dengan sendirinya. Rachel hanya bisa menggeram pelan mendengar kalimat Ethan. Tapi gadis itu tak bergeming.

“Masih ada nyawa ribuan prajurit Redrock yang aku miliki, tapi sepertinya saudarimu hanya memiliki satu nyawa,” tambah pemuda itu karena Rachel tak kunjung berbicara.

Rachel membalas kalimat Ethan dengan sebuah tatapan tajam. Tapi pemuda itu justru menyunggingkan sebuah senyuman ringan tak berdosa pada Rachel. “Apakah mempermainkan nyawa adalah hal yang biasa bagi penghuni Redrock?”

“Bukankah kau juga melakukan hal yang sama?” potong Etha cepat. Dia melirik ke arah gua yang di maksud Rachel. Melirik jebakan yang sudah di siapkan Rachel.

“Jika aku tidak menghentikanmu, mungkin aku yang sudah menjadi makan malam binatang apapun itu yang kau simpan di dalam sana.” Jawaban Ethan membuat Rachel terdiam tak terima. “Akui saja, bahwa kau juga merasa bahwa kebiasaan kami adalah hal yang menarik.”

Rachel mendengus marah lalu meninggalkan tempat itu. Ethan dan dua orang bawahannya yang lain berjalan mengikuti Rachel. Dia melangkah kembali ke desa, tepatnya ke kediamannya. Dia meminta Ethan menunggu diluar sedangkan Rachel mengambil Jade Amora yang telah disembunyikan di bawah lantai batu di rumah itu.

Rachel keluar dengan Jade Amora berada di punggungnya. Ethan bermaksud meminta busur itu, namuan Rachel menghentikannya.

“Aku akan menyerahkannya, hanya setelah Nerissa berada di tanganku.” tawar Rachel.

“Baik. Tapi aku harus memastikan jika kau tidak menipu kami lagi. Buka penutup busur itu.” Pinta Ethan.

Rachel kembali mendengus namun dia menuruti permintaan Ethan dan membuka ikatan kain yang menutupi Jade Amora. Ethan mengamati busur itu dari tempatnya berdiri. Busur panjang berwarna abu gelap dengan garis ungu dan emas yang memanjang di kedua sisinya serta dua buah batu berwarna ungu di kedua ujungnya. Ethan tersenyum setelah memastikan busur itu.

Ethan mengangguk, lalu tanpa diduga dua pria di belakangnya maju ke depan ke arah Rachel. Rachel sudah menduga bahwa mereka tidak akan mungkin menepati ucapannya. Gadis itu segera berlari dengan melompati pagar dan puing reruntuhan yang ada di samping rumahnya. Ethan menggeleng malas saat melihat Rachel kabur.

“Rachel, kau tahu aku bisa menangkapmu dengan mudah menggunakan sihirku. Jadi berhenti membuang waktuku dan serahkan busur itu.”

Rachel mendengar suara lantang Ethan tak jauh dibelakangnya tapi Rachel tak peduli. Dia terus berlari dan berusaha menjauh secepat mungkin. Ethan menyeringai pelan saat melihat Rachel tak segera berhenti. Dengan sekali ayunan tongkatnya Rachel terlempar sejauh lima meter ke depan dan membuat tubuh gadis itu terasa remuk saat jatuh diatas tanah bebatuan yang keras.

Akh…

Ethan berjalan pelan mendekati Rachel dengan senyuman licik terpasang di wajahnya. Dengan tubuh yang masih kesakitan Rachel berusaha bangkit mengabaikan rasa sakit diseluruh tubuhnya.

“Tidakkah kau masih menginginkan Nerissa?”

“Kau pikir aku sebodoh itu hingga bisa percaya pada Nerissa palsu yang kau tunjukkan padaku? Kau melupakan detail kecil tentang hubungan kami. Dia memiliki gelang yang sama dengan yang aku gunakan saat ini.”

Ethan tertawa tak percaya dengan penjelasan Rachel.

“Kau mengikutiku sejak aku meninggalkan gunung Mitah, lalu menarik perhatianku disini dan mengarahkanku ke Dewwy. Kau juga berniat mengurungku di Redrock. Menurutmu dari segala hal yang terjadi pada saat ini, adakah alasan bagiku untuk mempercayaimu? Tidak, tidak sama sekali.”

Tawa pemuda itu seakan bergema ditempat itu saat dia tertawa bersamaan dengan hembusan angin yang tiba-tiba datang.

“Kau sebenarnya cukup pintar, hanya saja kau mudah percaya pada orang lain. Itulah kelemahan terbesarmu.”

“Kepercayaan bukanlah kelemahan, tapi kekuatan. Tanpa kepercayaan aku tak akan bertahan hingga hari ini. Aku selalu percaya pada kebahagiaan, aku percaya dengan keadilan dan aku percaya pada keajaiban.”

“Kau berbicara seolah kau telah mendapatkan segalanya, tapi lihat apa yang kau miliki saat ini Rachel. Kau terpuruk saat seluruh saudaramu tewas sedangkan kau adalah satu-satunya yang tersisa. Kau mengatakan keadilan? Lalu apakah keadilan itu seperti mereka yang menghinamu dan dengan mudah menuduhmu sebagai pembunuh?”

“Kau benar, aku telah melewatkan dua hal itu, tapi keajaiban akan selalu terjadi dalam hidupku. Bahkan saat ini.”

Ethan melihat Rachel yang bangkit sambil tersenyum. Ethan mengikuti arah pandangan Rachel dan ternyata dua orang bawahannya telah berhasil dikalakan oleh pasukan Vinetree. Ethan berbalik pada Rachel tapi dia berhadapan dengan orang lain dan pedang yang diarahkan tepat di lehernya.

“Apa kabar? Tuan Muda Bedwyn.”

“Kenneth Alaric.”

Kedua pemuda itu saling berhadapan dengan wajah mencemooh satu sama lain. Disatu sisi adalah Tuan Muda Klan Redrock Ethan Bedwyn sedangkan disisi lain adalah Jendral Vinetree Kenneth Alaric.

“Sepertinya kali ini kita kembali mengejar hal yang sama.” ucap Kenneth sambil melirik Rachel. “Jade Amora, huh?”

Sudut bibir Ethan terangkat membentuk seringai kecil. Dia menengok ke arah Rachel yang diam dibelakang Kenneth, tapi pemuda itu menghalangi pandangannya. Dia menggeleng pelan pada Ethan. Ethan menghela nafas pelan lalu mengangguk. Dia mengangkat kedua tangannya lalu berjalan mundur.

“Rachel, jika kau masih ingin melihat saudarimu sebaiknya pergilah bersamaku sekarang?”

“Aku akan menjemputnya lagi tanpa bantuan siapapun, termasuk dirimu.”

“Kau akan menyesal.”

“Kau yang akan menyesal Ethan.” Ethan terdiam mendengar nada yakin dalam ucapan Rachel. “Jangan lupa, aku adalah orang pertama yang berhasil melukaimu tanpa menggunakan tipuan atau sihir apapun.” lanjut Rachel sambil melirik telinga pemuda itu.

“Kau benar. Aku tunggu pertarungan kita selanjutnya.” Ethan mengangguk lalu dalam sekejap dia menghilang dari tempat itu beserta dua orang bawahannya tadi.

Setelah Ethan pergi Rachel bisa menghembuskan nafasnya lega. Tapi dia segera waspada saat Kenneth berbalik menatapnya. “Jika kau menginginkan busur ini juga sebaiknya kau menyerah, aku tak akan menyerahkannya pada siapapun.”

Kenneth memiringkan kepalanya lalu menatap Rachel heran. Sebelah alis pemuda itu terangkat saat melihat penampilan berantakan Rachel.

“Jika tidak dalam keadaan basah kuyup kau akan terlihat berantakan. Tidak bisakan kau berpenampilan rapi seperti gadis pada umumnya? Bagaimana mungkin kau masih bisa disebut seorang gadis dengan penampilanmu ini.”

Rachel tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Kenneth.

“Elise, sebaiknya segera bawa pergi gadis ini atau mataku akan sakit melihatnya.” Teriak Kenneth pada Elisabeth saat dia meninggalkan Rachel.

Rachel sangat kesal mendengar Kenneth berbicara. Dia bermaksud mendekat dan memukul pemuda itu tapi rasa nyeri segera terasa di sekujur tubuhnya saat dia bergerak. Elise mendekati Rachel dan memeriksa gadis itu. Dia menarik paksa pakaian yang dikenakan Rachel dan melihat lebam dan beberapa luka goresan di sekujur tubuh gadis itu.

“Kenneth, dia terluka lagi.” teriak Elise pada Kenneth.

“Bawa saja dia ke perkemahan.”

“Tidak!” Rachel teringat dengan orang-orang yang menuduhnya membunuh penduduk Dewwy. Mereka adalah Vinetree, dia tak akan mau berada ditempat yang sama dengannya.

Elise seakan tahu keraguan Rachel dan segera berkata, “Camp ini adalah camp khusus. Hanya orang tertentu yang bisa masuk. Kau akan aman disana. Percayalah, aku dan Kenneth akan menjagamu.”

“Kalian masih menginginkan Jade Amora?”

“Ya, aku menginginkannya.” Cetus Kenneth dengan datar yang segera mendepatkan tatapan tajam Elise.

“Kenneth… Bisakah setidaknya kau-..”

“Tak perlu berbelit padanya. Dia bukan orang bodoh yang mudah diperdaya.” Kenneth berbicara dengan nada keras pada Elise memuat gadis itu memilih diam.

“Dengar, sampai kapanpun aku akan tetap menginginkan busur itu. Karena kau tidak tahu betapa berbahayanya busur itu. Tapi jika kau tidak bersedia menyerahkannya padaku, maka aku hanya memiliki satu pilihan untukmu.”

“Mengurungku bersama busur ini, itu maksudmu?”

“Lihat, dia tidak bodoh.”

“Rachel bukan itu maksud kami, kami hanya-..”

“Kau bisa membawaku sekarang, tapi kau harus tahu bahwa kau tidak bisa menahanku selamanya.” Ucap Rachel akhirnya. Lalu dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan mendahului Kenneth dan Elise.

“Jangan hanya berdiri disana, cepat tunjukkan jalannya.”

Kenneth memutar bola matanya lalu berjalan menuju kudanya, sedangkan Elise tersenyum menyadari maksud dari ucapan Rachel. Setidaknya gadis itu bersedia ikut bersama mereka saat ini. Jadi mereka bisa menjaga Jade Amora aman meski hanya sementara.

Hei.. Ken Bodoh. Bantu aku naik kuda.” Teriak Rachel saat dia kesulitan naik kuda dengan kedua lutut yang terluka.

Tsk, keretamu ada di sana, bodoh.” Ucap Kenneth lalu memacu kudanya meninggalkan tempat itu. Rachel membelalakkan matanya heran.

“Entah bagaimana dia meminta kami menyiapkan sebuah kereta sebelum berangkat tadi, sepertinya dia tahu bahwa kita akan bertemu.” Jelas Elise sambil memapah Rachel.

“Atau dengan kata lain, dia mendoakanku agar aku terluka.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status