Share

Jaminan

Penulis: Aru Arumi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-17 12:14:20

Wajah Linggar tampak kusut. Begitu pula dengan Faryn. Semua yang sudah pria itu rencanakan gagal dan harus berubah total. Yang lebih menyebalkan adalah ia tidak mengantisipasi sejauh ini untuk membuat rencana cadangan.

Rencana Linggar sudah cukup matang, tapi dikacaukan hanya dengan satu ucapan dari Hakam.

"Kamu yakin nggak punya hubungan apapun sama Hakam? Teman lama mungkin?"

Faryn menggeleng. Linggar menghela napas panjang. "Aku mengenal Hakam hampir dari kecil. Dan yang aku tahu, dia bukan tipe yang akan mengambil keputusan berisiko secara mendadak."

"Menurut kamu menikahi aku itu sebuah resiko?" tanya Faryn agak tersinggung.

"Ya jelas dong. Dia tahu hubungan kita. Kalau secara logikanya, pelakor seperti kamu akan dijauhkan dari keluarga si korban. Dengan dia menikahi kamu, berarti dia memberikan celah untuk kita bertemu," jelas Linggar diikuti gerakan tangan.

Ya betul juga sih. Secara logika, seharusnya itu yang dilakukan Hakam. Tapi, mengapa justru ini berkebalikan.

"Nggak tahulah," kata Faryn akhirnya. Ia menyerah memikirkan rencana terselubung Hakam. "Sekarang rencana kamu apa?"

"Ya ... nggak ada. Kita lihat dulu situasinya. Nanti kita manfaatkan celah yang ada."

Faryn mendongak frustasi. Ia punya rencana sendiri untuk mencapai tujuannya. Tapi rencana itu akan mudah sekali terbongkar tanpa penggabungan dengan rencana Linggar.

Manik Faryn terpejam. Sebenarnya ada cara paling cepat untuk mengakhiri kekacauan ini. Mereka hanya perlu menyingkarkan Hakam. Terdengar mudah, tapi sebenarnya sulit.

Di tengah kekalutan pikiran mereka berdua, sebuah pesan masuk ke ponsel Faryn. Wanita itu menaikan sebelah alisnya saat membaca isi pesan.

"Dia mengajak aku bertemu," lapor Faryn.

"Malam ini?"

"Ya."

Linggar berpikir sejenak, lalu berkata, "Kita ikuti dulu permainan Hakam untuk saat ini. Kita nggak ada pilihan."

Faryn mendesah pelan.

Kadang Faryn lupa bahwa dengan menyetujui permintaan Linggar beberapa waktu lalu untuk menjadikannya selingkuhan, secara tidak langsung, masalah Linggar adalah masalahnya juga. Dan sekarang, Faryn sedikit menyesal. Tidak pernah terpikirkan ia akan terlibat masalah sekonyol ini.

Faryn pamit dan berniat pergi ke tempat di mana Hakam menunggu. Tapi Linggar menawarkan diri untuk mengantarnya. Sesampainya di sana, Hakam juga terlihat tidak baik-baik saja. Dia juga baru saja diinterogasi oleh keluarganya sendiri karena melamar gadis yang tidak mereka kenal sebelumnya. Padahal Hakam memiliki seorang kekasih yang sudah sangat diharapkan menjadi bagian dari keluarga mereka.

"Orang tua aku ingin bertemu kamu besok," ucap Hakam tanpa basa-basi. Sepertinya emang itu adalah salah satu ciri khas pria ini. Ia sengaja mengubah kalimatnya menjadi tidak formal agar lebih leluasa dalam menyampaikan maksud.

"Memangnya saya mau?" Faryn tersenyum mencemooh.

Tatapan Hakam berubah tidak suka. Lalu Faryn melanjutkan, "Anda seharusnya bertanya terlebih dahulu saya ingin menikah dengan Anda atau tidak. Baru mengajak saya menemui orang tua Anda."

Faryn menatap ke depan. Tempat yang dipilih oleh Hakam kali ini jauh berbeda dari yang sebelumnya. Sekarang mereka tengah berada di sebuah warung jagung bakar di atas bukit dengan pemandangan lampu-lampu malam yang berkelap-kelip. Udaranya terasa sejuk.

Mungkin memang itulah tujuan Hakam membawanya ke sini. Agar ia bisa berpikir jernih dan mereka bisa saling bicara tanpa emosi.

Hakam menyugar rambutnya ke belakang dengan gusar. "Tapi sudah terlanjur. Kamu tidak memiliki pilihan lain."

"Anda yang tidak memiliki pilihan. Saya dari awal memang tidak berurusan dengan Anda. Saya bisa memilih untuk menjadi selingkuhan Linggar."

"Justru itu masalahnya! Aku bilang ke orang tua aku, kalau kamu hamil anakku," ucap Hakam dengan nada tinggi. Untung saja malam ini bukan Malam Minggu dan hujan juga baru saja reda. Jadi, sekitar mereka tidak begitu ramai.

Faryn menyipitkan matanya. "Tapi saya tidak hamil. Kita bahkan tidak melakukannya dengan benar." Meski masih perawan sebelum kemarin, ia tahu bagaimana cara melakukannya melalui film yang pernah ia tonton.

Ucapan itu membuat pipi Hakam memerah seketika. Apa perempuan ini berharap diperlakukan dengan lembut saat itu? Ah, siapa juga yang tidak ingin diperlakukan dengan lembut saat pertama kali melakukannya?

Hakam mengusap tengkuknya, "Y-Ya kalau ingin melakukan dengan benar, kita harus menikah dulu."

Sungguh, Hakam merasa malu mengatakannya. Seolah ia menikahi Faryn hanya untuk memuaskan diri. Padahal tujuannya menikahi wanita itu adalah untuk mengawasi tindak tanduk Faryn sebagai selingkuhan Linggar. Dan juga karena ia merasa bersalah telah merenggut paksa kehormatannya.

"Saya tidak mau," tolak Faryn dengan nada datar.

Penolakan Faryn membuat Hakam kembali memfokuskan diri padanya. "Kenapa?"

Hakam yakin ia memiliki semua kualifikasi dan kualitas sebagai suami yang diinginkan oleh seorang wanita. Lalu mengapa Faryn tidak menginginkannya. "Kamu nggak berniat meminta Linggar menikahi kamu, kan?"

"Memangnya ada seorang selingkuhan yang tidak ingin dinikahi?" tanya Faryn balik.

Rahang Hakam mengetat. Otot di pelipisnya menonjol. "Sebenarnya apa yang kamu inginkan dari Linggar? Harta? Aku bisa berikan lebih dari yang dia kasih. Cinta? Aku bisa mengusahakan supaya bisa jatuh cinta kepada kamu. Yang bisa Linggar beri ke kamu, pasti juga bisa aku berikan. Kamu hanya perlu menjauh dari Linggar," desis Hakam dengan menekan hampir setiap katanya.

Andai Faryn tidak memiliki niat terselubung mendekati Linggar, tentu ia akan menyetujui permintaan Hakam untuk menikah dengannya. Sayangnya, Faryn tidak memiliki tujuan hidup kecuali hanya untuk membalaskan dendamnya.

Hakam masih memberikan tatapan tajam pada Faryn. Lalu wanita itu pun teringat perkataan Linggar. Untuk kali ini, ia akan mengikuti keinginan Hakam. Setelahnya, ia akan mencari cara termudah membalaskan dendam pada keluarga Linggar dan meninggalkan Hakam. Toh, mereka memang tidak seharusnya saling bersinggungan satu sama lain.

"Berapa lama?"

Raut wajah Hakam berubah bingung. "Apanya?"

"Berapa lama saya harus menjadi istri Anda?"

Yah, sepertinya tidak buruk juga dari selingkuhan bayaran menjadi istri pura-pura.

"Aku nggak menawarkan sebuah pernikahan kontrak," jawabnya masih kebingungan dan agak tersingung.

Giliran Faryn yang heran. "Maksud Anda, Anda menawarkan pernikahan seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya?"

"Tentu saja. Kenapa harus menikah kontrak kalau aku bisa menikahi kamu seperti seharusnya?"

"Kita tidak saling cinta."

"Lalu?"

"Kita tidak seharusnya menikah seperti itu."

"Jika itu hanya alasan kamu menolak sekali lagi, bagaimana kalau aku memberikan jaminan?" kata Hakam spontan.

Faryn semakin keheranan. "Jaminan? Jaminan apa?"

"Jaminan kalau sekalipun aku tidak memiliki perasaan kepada kamu, aku nggak akan meninggalkan kamu."

Faryn langsung merubah ekspresinya menjadi malas. Berkebalikan dengan Hakam yang terlihat berharap.

Ah, bullshit.

Belum sempat Hakam mendengar jawaban Faryn atas jaminannya, ia mendapatkan telpon. Ia sedikit bergeser dari tempatnya semula saat mengangkatnya. Suaranya tetap tenang tapi ekspresinya terlihat sedikit kalut.

"Kamu ikut aku sekarang."

"Nggak mau." Setelah beberapa kali mendengar ucapan informal Hakam, akhirnya Faryn mengikuti caranya berbicara.

"Kamu nggak mungkin bisa pulang kalau bukan aku yang antar."

"Aku bisa pesan lewat online."

"Ojek online mana yang mau menjemput ke atas bukit di jam segini?"

Benar juga. Ini sudah hampir tengah malam. Penjual jagung bakarnya sendiri pun sudah mau tutup. Sekitarnya juga mulai sepi.

Dengan terpaksa, Faryn pun mennyambut tawaran itu. Di dalam mobil, ia bertanya, "Kita akan ke mana?"

"Ke rumah sakit. Nenek Gie terkena serangan jantung," jelas Hakam singkat.

Nenek Gie? Nenek dari Linggar?

"Kamu pasti pernah diceritakan oleh Linggar perihal neneknya, kan? Linggar sangat dekat dengan neneknya."

Faryn tidak pernah tahu soal Nenek Gie dari Linggar. Ia tidak perlu tahu. Karena Faryn sudah pernah menemui nenek tua itu dulu saat ia kecil. Hanya beberapa kali bertemu tapi pertemuannya sangat membekas sampai-sampai membuatnya benci.

"Ya. Aku rasa pernah,” bohong Faryn.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, otak Faryn terus berpikir. Mengapa Hakam harus ikut menjenguk nenek tua itu? Apakah hubungan keluarga mereka sangat dekat?

"Keluarga kamu dengan keluarga Linggar pasti sangat dekat," ucap Faryn berusaha memancing informasi.

Hakam menganguk sambil terus fokus menyetir. "Karena mamaku sebenarnya adalah anak asuh Nenek Gie."

Jackpot.

Faryn merasa baru saja memenangkan taruhan. Ia sempat berpikir bahwa akan sangat sulit menjalankan misinya sendiri jika berhubungan dengan Hakam. Tapi ternyata, ini akan lebih mudah dari bayangannya.

Ia memiliki kesempatan lebih besar sekarang. Ia harus memikirkan rencananya matang-matang.

Dan Hakam bisa menjadi batu tumpuannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jadi Istri Dadakan   Inikah Kenyataannya?

    Hakam terduduk kaku di lorong rumah sakit. Entah sudah berapa lama dia di sana. Otaknya masih mencoba mencerna apakah yang terjadi adalah sebuah kenyataan atau hanya mimpi buruk. Jika semua itu benar hanya mimpi buruk, tentu Hakam akan dengan senang hati segera mengakhirinya. Sayangnya, sebagian dari dirinya tahu dan mengatakan bahwa ini adalah kenyataan yang tidak akan mudah diakhiri begitu saja atau dilupakan. Semua terjadi begitu cepat, hingga Hakam rasanya ingin berteriak memaki dan memukul apa saja yang ada di hadapannya. Sepertinya baru semalam sang kakak berbicara padanya dan memohon untuk ditemani setelah melahirkan anak terakhirnya. Lalu, keesokan paginya, Lintang pergi untuk selama lamanya. Ia ingat betul, meski kakaknya terlihat masih pucat, dia tidak akan kehilangan akal sehatnya hingga nekat bunuh diri. Maksud Hakam, kakaknya bukanlah tipe orang yang mudah menyerah begitu saja sesulit apapun keadaannya. Walau ia tahu Lintang sudah mengetahui perselingkuhan Linggar deng

  • Jadi Istri Dadakan   Saling Membalas

    Benarkah itu yang terjadi? Benarkah itu yang selama ini direncanakan oleh pemilik asli dari nama 'Faryn Titis Kemala' ini? Bukankah semua yang dikatakan Bahari semuanya terdengar mengada-ada? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Lava hanya membutuhkan jawaban 'tidak' untuk menyangkal semua tanda tanya di benaknya. Tapi siapa yang melakukannya? Kepada siapa harus bertanya? Siapa yang yang memberikan jawaban itu? Di tengah berkecamuknya batin dan pikirannya, fisik Lava masih berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Bahari yang kini sudah berhasil mengunci pergerakan tangannya. Tubuh besar pria itu berada tepat di atas tubuh mungilnya. Lava sangat ketakutan saat ini. Untuk beberapa saat, ia berhara Hakam akan mencarinya, lalu menemukannya di sini, dan menyelamatkannya. Tapi akal sehatnya dengan cepat menyangkal itu semua. Semuanya tidak akan mungkin terjadi. Hakam tidak akan pernah mencarinya. Karena pria itu tidak akan pernah kembali kepada dirinya. "Anak dan

  • Jadi Istri Dadakan   Panggilan Masuk

    Berulang kali Hakam mengembuskan napas. Berusaha melegakan sesak di dadanya. Ia tidak percaya seratus persen dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya. Tidak. Lebih tepatnya ia enggan percaya. Mana mungkin Faryn berselingkuh dengan Bahari, ayah iparnya? Wanita itu baru mengenal kepala keluarga Jatayu itu saat mereka mulai bekerja. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu mereka bisa langsung saling tertarik. Tunggu dulu. Kenapa itu tidak mungkin? Bukankah mereka sering bertemu di kantor? Tapi apa mungkin seorang karyawan staf biasa bisa sering berkunjung ke ruangan atasan? Tentu saja tidak. Hakam pernah berada di posisi sebagai atasan, dan ia tahu betul tidak semua karyawan biasa bisa mampir ke ruangan kerjanya. Kalau pun bertemu secara langsung, tentu bukan di ruangannya. Melainkan di ruang rapat. Lalu kapan tepatnya Faryn dan Bahari mulai bermain api di kantor mereka saat kemungkinan intensitas berpapasan begitu kecil? Sudah pasti apa yang disampaikan oleh Linggar me

  • Jadi Istri Dadakan   Untuk Apa?

    Paras menatap iba sekaligus gamang pada Hakam. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu orang yang mengenal baik pria itu. Ia tidak ingin menyakitinya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa Paras lebih mencintai Linggar."Jelaskan apa, Paras?" tuntut Hakam.Linggar menatap Paras tajam. Wanita ini, kenapa hanya menjelaskan saja membutuhkan banyak waktu? Akhirnya karena kesabarannya sudah makin terkuras, suami sah Lintang itu mendahului kekasihnya yang baru saja akan bersuara."Kami berpacaran dan sudah memutuskan akan menikah," jelas Linggar langsung ke inti.Hakam terkejut. Otot di tubuhnya terasa kaku. Rasanya jantung di balik tulang rusaknya berusaha melompat keluar. Dan tenggorokannya terasa tersekat bongkahan batu besar, hingga membuatnya sulit bernapa. Seolah seluruh oksigen di dunia sudah habis tak bersisa."A-apa?" tanyanya terbata. Informasi ini terlalu sulit diterima oleh otaknya. Bagaimana mungkin Linggar yang masih berstatus sebagai suami kakaknya, bisa mengatakan tengah me

  • Jadi Istri Dadakan    Akhir

    "Selamat datang, Sayangku." Sapaan yang diucapkan dengan nada yang dibuat seolah menyambut bahagia, menyapa telinga Faryn tatkala ia memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, hanya ada Bahari yang duduk sendirian di kursi kebesarannya. Mata Faryn dengan cepat memindai isi ruangan. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Namun, hal itu tidak mengurangi sikap waspada wanita itu. Siapa yang tahu kalau Bahari sudah memasang jebakan? "Kenapa wajah kamu cemberut begitu?" tanya Bahari sembari bangkit dari posisinya. Kakinya berjalan pelan menghampiri Faryn yang bergeming dengan tatapan tajam menelisik. Pikirannya dipenuhi dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya saat mantan atasannya itu mendekat. Yap, Faryn secara resmi sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dua minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Bahari. "Apa uang, properti, dan saham yang saya berikan untuk kamu masih kurang?" lanjut Bahari sarkas. Faryn masih tetap diam mem

  • Jadi Istri Dadakan   Di Luar Rencana

    Seharusnya Faryn bertemu dengan Bahari pagi ini. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Saat dirinya terbangun beberapa waktu lalu, nyeri menghantam kepalanya begitu keras sampai membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Setelah menghirup napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan melalui mulut, dia dapat mengendalikan sedikit rasa sakit di kepala. Meski dengan langkah sempoyongan, Faryn berhasil mencapai meja makan dan meneguk setengah gelas air putih yang tersisa dari minumnya semalam. Ia kira, rasa sakitnya bisa berkurang lagi setelahnya, sayangnya tidak. Rasa mual malah muncul. Dia berusaha secepat yang ia bisa untuk melangkah ke kamar mandi sebelum isi perutnya mengotori lantai yang akan menambah pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di kamar mandi, tidak ada satu pun sisa makanan yang dicernanya yang keluar. Meski begitu, rasa mualnya masih belum berkurang. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di atas closet. Napas terengah, muka basah, dan bibirnya pucat. Ia kem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status