Meski memiliki masalah dengan Hakam karena rahasianya dengan Linggar terbongkar, Faryn tidak pernah berpikir kalau ia akan dilamar oleh adik selingkuhannya ini. Terlebih dilamar di depan umum. Meski sempat terkejut, tapi hal itu justru memberikan ide baru bagi Linggar dan Faryn. Mereka ingin memanfaatkan keadaan tersebut. Hakam terus saja berusaha mengendalikan Faryn agar biduk rumah tangga kakaknya, Lintang, tetap utuh tanpa sentuhan pelakor seperti Faryn. Sayangnya,yang tidak diketahui oleh Hakam adalah bahwa baik Faryn maupun Linggar memiliki rahasia masing-masing. Mereka memiliki tujuan berbeda yang membuat mereka memanfaatkan siapa saja di sekeliling mereka. Termasuk Hakam. *** “Ternyata perempuan kalau sudah menjadi perawan tua, lebih memilih menjadi pelakor ya?”
View MoreWanita berambut hitam yang berbaring telentang di bawahnya, tak henti menggaungkan desahan di tengah peraduan tubuh mereka.
Kedua tangan atletisnya memegang kedua kaki mulus wanita itu yang terangkat dan terbuka lebar. Sekilas dia menggigit bibir bawahnya sendiri dan mengerang pelan kala himpitan pada kejantanannya mulai terasa kian menjadi-jadi. “Chris ... lebih cepat ...,” lenguh wanita itu sembari berusaha menggapai salah satu tangan Chris, menuntun tangan yang keras itu untuk menyentuh salah satu gundukan dadanya. Chris meremasnya dengan penuh nafsu, lantas menunduk untuk meraup bibir merah wanita itu yang sedari tadi terbuka, lantas membawanya ke dalam ciuman panas. Bunyi dari penyatuan mereka tak henti-hentinya mengisi seluruh penjuru ruangan. Ditambah bunyi decak dari ciuman panas mereka, lalu napas berat mereka saling berlawanan. Kamar luas yang di sudutnya terdapat tumpukan barang bayi yang baru dibeli dan belum disusun itu seperti menjadi kotak panas yang menggairahkan. “Chris ... Ya Tuhan ....” Nama Tuhan terlalu suci untuk keluar dari mulut wanita itu yang terus meluncurkan desahan nista. Wanita itu memeluk Chris dengan erat ketika Chris kembali menunduk, membuat tubuh mereka semakin rapat selagi Chris bergerak menghujamnya lebih dalam dan cepat. Chris tahu ini tidak benar. Dia sudah punya istri. Emily Olsen Alison atau yang lebih dikenal sebagai Emma Alison—istrinya—pun sedang hamil besar. Namun, saat ini ia justru malah menikmati tubuh Evelyn, kakak kandung Emma, alias kakak iparnya sendiri. Sebentar lagi Emma mungkin akan pulang. Sejujurnya Chris lumayan panik dan khawatir jika Emma tiba di rumah ketika ia belum selesai menuntaskan gairah liarnya dengan Evelyn. Kepanikan dan kekhawatiran di tengah gairah yang menggebu-gebu, sebenarnya bukan pertama kali ia rasakan. Selama beberapa minggu belakangan, tiap kali ‘bermain’ dengan Evelyn, ia pun selalu merasakan hal yang sama. Panik, khawatir, tetapi juga senang dan nikmat. Ia menikmati segala perasaan campur aduk itu. Adrenalin yang berpacu tiap kali bertemu Evelyn, membuatnya merasa bahwa jiwanya sebagai pria dan hasratnya seperti terasah, membawanya terlena dalam perselingkuhan ini. Tentu, sebenarnya ada rasa bersalah yang kerap timbul dari dalam diri Chris. Hanya saja, rasa bersalah itu tidak lebih besar dari gairah dirinya dan Evelyn yang seimbang. Persetan soal rasa bersalah, ia menyukai kenikmatan yang ia dapatkan dalam hubungan rahasianya dengan kakak iparnya sendiri. Tak lama kemudian, ketika akhirnya sampai pada klimaks yang ia harapkan, Chris menjatuhkan tubuhnya menindih tepat di atas Evelyn yang sejak tadi berbaring di atas kasur, kasur yang merupakan tempat tidur Chris dan Emma. Chris tertegun di tengah embusan napas beratnya yang berusaha ia kontrol. Evelyn pun melakukan hal yang sama, sebelum kemudian dia tertawa kecil sambil mengelus-elus bahu Chris dan berkata dengan suara menggoda, “Kau memang ahlinya, Chris .... Aku benar-benar mencintaimu ....” Chris tersenyum. Dia mengangkat kepalanya dan melayangkan kecupan di pipi kiri Evelyn, lalu melepaskan penisnya dari Evelyn sebelum bergeser ke samping dan duduk tepat di samping kiri wanita itu. Chris meraih ponselnya dari atas meja kecil di sebelah kasur. Sebenarnya ia sadar kalau sejak tadi ponsel itu bergetar berkali-kali, menandakan ada telepon dan pesan pesan masuk. Akan tetapi, ia mengabaikannya karena memang ingin menikmati waktu ‘bermain’ dengan Evelyn. Ia mengaktifkan mode getar pada ponselnya itu bukan tanpa alasan. Begitu menyalakan ponsel, Chris mendapati ada tiga panggilan tak terjawab dan enam pesan masuk dari Emma. Istrinya yang lebih muda tiga tahun darinya itu mengabari kalau dia akan pulang terlambat lagi hari ini. Chris langsung mengetik balasan pesan ke nomor Emma. Tapi baru satu balasan singkat saja yang terkirim, tiba-tiba Evelyn bangkit dari baring dan mengambil alih ponsel dari tangannya. Wanita itu menggeletakkan ponsel Chris sembarangan di atas kasur. Dengan tubuhnya yang masih telanjang bulat, dia menaiki tubuh Chris dan duduk tepat di atas kedua paha Chris. Chris bergeming sesaat menatap wanita itu. Sebelah alisnya terangkat, bibirnya yang tipis mengulas senyum miring ketika Evelyn sengaja mulai bergerak-gerak di pangkuannya dan membuat bagian intim mereka saling bergesekan. “Apa kau menyukai ini?” tanya Evelyn tanpa menghentikan gerakannya. Chris menempatkan tangan kanannya di pinggul kiri Evelyn, melirik pinggul yang masih bergerak sensual itu dengan kilatan nafsu di kedua matanya. “Itu adalah sesuatu yang tidak perlu kau tanyakan, Eve.” “Kau punya kesempatan untuk merasakan ini sejak dua menit yang lalu. Tapi ... kau malah langsung fokus pada ponselmu dan seperti mengabaikanku. Apa kau tidak ingin melanjutkan permainan kita? Aku masih menginginkanmu ...,” tutur Evelyn seraya menopang kedua tangannya di bahu Chris, sengaja memajukan dadanya di depan wajah Chris, lantas tersenyum nakal dan terus bergoyang di atas paha suami adiknya itu. Alih-alih menjawab penuturan Evelyn, setelah beberapa saat memandangi dada Evelyn yang sangat menggoda, Chris menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore kurang beberapa menit. Setelah beralih menatap wajah Evelyn, Chris berkata, “Emma lembur. Dia bilang, dia baru pulang pukul delapan.” “Bukankah itu bagus?” Evelyn tersenyum semringah. "Tadi saat aku mengabarimu bahwa hari ini aku tidak bekerja dan sedang libur, kau meneleponku dan menyuruhku datang ke sini karena kau pulang lebih cepat. Dan seingatku, begitu aku baru sampai di rumah ini ... kau membujukku untuk langsung melepas baju bersamamu dan berkata kalau kau menginginkan tubuhku. Sekarang, ternyata Emma akan lembur. Bukankah ini berarti semesta sangat berpihak pada kita? Aku libur, kau pulang cepat, dan Emma lembur.” Chris tertawa pelan seraya memegang dagu Evelyn dan mencium bibir merah wanita itu. Evelyn membalas ciuman Chris tanpa menghentikan gerakan pinggulnya. Dengan cepat, dia berhasil membuat Chris kembali menegang. Mereka melakukan penetrasi lagi dalam posisi itu selepas Chris mengambil kondom dari laci meja nakas dan memakai pengaman tersebut dengan cepat. Chris tidak tahu harus berkata apa melihat tubuh seksi kakak iparnya itu bergerak dengan penuh semangat di atas tubuhnya, bergoyang tanpa henti selagi ia setengah berbaring dengan punggungnya yang bersandar pada headboard kasur. Tak hanya tubuhnya yang seksi, suara Evelyn pun terdengar seksi sekali di telinga Chris ketika Evelyn bertanya, “Apakah semuanya masih aman? Emma sama sekali tidak curiga, ‘kan?” Pandangan Chris terkunci mengagumi tubuh Evelyn. Suaranya agak pelan namun tajam kala dia menjawab, “Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu. Akan kupastikan semuanya aman dalam kendaliku.” *** Bersambung .....Hakam terduduk kaku di lorong rumah sakit. Entah sudah berapa lama dia di sana. Otaknya masih mencoba mencerna apakah yang terjadi adalah sebuah kenyataan atau hanya mimpi buruk. Jika semua itu benar hanya mimpi buruk, tentu Hakam akan dengan senang hati segera mengakhirinya. Sayangnya, sebagian dari dirinya tahu dan mengatakan bahwa ini adalah kenyataan yang tidak akan mudah diakhiri begitu saja atau dilupakan. Semua terjadi begitu cepat, hingga Hakam rasanya ingin berteriak memaki dan memukul apa saja yang ada di hadapannya. Sepertinya baru semalam sang kakak berbicara padanya dan memohon untuk ditemani setelah melahirkan anak terakhirnya. Lalu, keesokan paginya, Lintang pergi untuk selama lamanya. Ia ingat betul, meski kakaknya terlihat masih pucat, dia tidak akan kehilangan akal sehatnya hingga nekat bunuh diri. Maksud Hakam, kakaknya bukanlah tipe orang yang mudah menyerah begitu saja sesulit apapun keadaannya. Walau ia tahu Lintang sudah mengetahui perselingkuhan Linggar deng
Benarkah itu yang terjadi? Benarkah itu yang selama ini direncanakan oleh pemilik asli dari nama 'Faryn Titis Kemala' ini? Bukankah semua yang dikatakan Bahari semuanya terdengar mengada-ada? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Lava hanya membutuhkan jawaban 'tidak' untuk menyangkal semua tanda tanya di benaknya. Tapi siapa yang melakukannya? Kepada siapa harus bertanya? Siapa yang yang memberikan jawaban itu? Di tengah berkecamuknya batin dan pikirannya, fisik Lava masih berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Bahari yang kini sudah berhasil mengunci pergerakan tangannya. Tubuh besar pria itu berada tepat di atas tubuh mungilnya. Lava sangat ketakutan saat ini. Untuk beberapa saat, ia berhara Hakam akan mencarinya, lalu menemukannya di sini, dan menyelamatkannya. Tapi akal sehatnya dengan cepat menyangkal itu semua. Semuanya tidak akan mungkin terjadi. Hakam tidak akan pernah mencarinya. Karena pria itu tidak akan pernah kembali kepada dirinya. "Anak dan
Berulang kali Hakam mengembuskan napas. Berusaha melegakan sesak di dadanya. Ia tidak percaya seratus persen dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya. Tidak. Lebih tepatnya ia enggan percaya. Mana mungkin Faryn berselingkuh dengan Bahari, ayah iparnya? Wanita itu baru mengenal kepala keluarga Jatayu itu saat mereka mulai bekerja. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu mereka bisa langsung saling tertarik. Tunggu dulu. Kenapa itu tidak mungkin? Bukankah mereka sering bertemu di kantor? Tapi apa mungkin seorang karyawan staf biasa bisa sering berkunjung ke ruangan atasan? Tentu saja tidak. Hakam pernah berada di posisi sebagai atasan, dan ia tahu betul tidak semua karyawan biasa bisa mampir ke ruangan kerjanya. Kalau pun bertemu secara langsung, tentu bukan di ruangannya. Melainkan di ruang rapat. Lalu kapan tepatnya Faryn dan Bahari mulai bermain api di kantor mereka saat kemungkinan intensitas berpapasan begitu kecil? Sudah pasti apa yang disampaikan oleh Linggar me
Paras menatap iba sekaligus gamang pada Hakam. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu orang yang mengenal baik pria itu. Ia tidak ingin menyakitinya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa Paras lebih mencintai Linggar."Jelaskan apa, Paras?" tuntut Hakam.Linggar menatap Paras tajam. Wanita ini, kenapa hanya menjelaskan saja membutuhkan banyak waktu? Akhirnya karena kesabarannya sudah makin terkuras, suami sah Lintang itu mendahului kekasihnya yang baru saja akan bersuara."Kami berpacaran dan sudah memutuskan akan menikah," jelas Linggar langsung ke inti.Hakam terkejut. Otot di tubuhnya terasa kaku. Rasanya jantung di balik tulang rusaknya berusaha melompat keluar. Dan tenggorokannya terasa tersekat bongkahan batu besar, hingga membuatnya sulit bernapa. Seolah seluruh oksigen di dunia sudah habis tak bersisa."A-apa?" tanyanya terbata. Informasi ini terlalu sulit diterima oleh otaknya. Bagaimana mungkin Linggar yang masih berstatus sebagai suami kakaknya, bisa mengatakan tengah me
"Selamat datang, Sayangku." Sapaan yang diucapkan dengan nada yang dibuat seolah menyambut bahagia, menyapa telinga Faryn tatkala ia memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, hanya ada Bahari yang duduk sendirian di kursi kebesarannya. Mata Faryn dengan cepat memindai isi ruangan. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Namun, hal itu tidak mengurangi sikap waspada wanita itu. Siapa yang tahu kalau Bahari sudah memasang jebakan? "Kenapa wajah kamu cemberut begitu?" tanya Bahari sembari bangkit dari posisinya. Kakinya berjalan pelan menghampiri Faryn yang bergeming dengan tatapan tajam menelisik. Pikirannya dipenuhi dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya saat mantan atasannya itu mendekat. Yap, Faryn secara resmi sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dua minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Bahari. "Apa uang, properti, dan saham yang saya berikan untuk kamu masih kurang?" lanjut Bahari sarkas. Faryn masih tetap diam mem
Seharusnya Faryn bertemu dengan Bahari pagi ini. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Saat dirinya terbangun beberapa waktu lalu, nyeri menghantam kepalanya begitu keras sampai membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Setelah menghirup napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan melalui mulut, dia dapat mengendalikan sedikit rasa sakit di kepala. Meski dengan langkah sempoyongan, Faryn berhasil mencapai meja makan dan meneguk setengah gelas air putih yang tersisa dari minumnya semalam. Ia kira, rasa sakitnya bisa berkurang lagi setelahnya, sayangnya tidak. Rasa mual malah muncul. Dia berusaha secepat yang ia bisa untuk melangkah ke kamar mandi sebelum isi perutnya mengotori lantai yang akan menambah pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di kamar mandi, tidak ada satu pun sisa makanan yang dicernanya yang keluar. Meski begitu, rasa mualnya masih belum berkurang. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di atas closet. Napas terengah, muka basah, dan bibirnya pucat. Ia kem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments