[Notifikasi! Jika Majikan tak kuat untuk melihatnya, diharapkan agar menutup mata dan tak melihat adegan yang begitu menyakitkan ini!]
Aku menggelengkan kepala, tak bisa mengalihkan fokusku sedikitpun dari adegan kehancuran dunia yang seperti kiamat ini. Di saat meteor itu terpecah, terlihat seperti gelas yang jatuh secara perlahan. Begitu indah untuk dilewatkan.
[Notifikasi! Sistem sudah memperingatkan!]
Hanya mengangguk sebagai jawaban. Begitu pecahan-pecahan meteor di depan mataku ini menembus atmosfer, semuanya langsung jatuh dengan cepat karena tarikan gravitasi.
Ribuan teriakan meminta tolong, maaf, penyesalan, marah, khawatir, takut, semuanya bercampur aduk dalam gema alunan di gendang telingaku, sebelum pecahan meteor ini merenggut nyawa mereka.
Booomm! Dentuman keras terdengar di mana-mana pada saat yang bersamaan. Embusan angin yang lebih cepat dari topan bergerak ke setiap sudut mata angin tanpa berhenti sedikitpun.
Abu merah yang lebih panas dari gunung merapi menyapu setiap daratan, dan kawah besar bermunculan di mana-mana. Pemandangan ini membuat tubuhku bergetar hebat.
"Apa ini yang namanya Kiamat? Sudah pasti tak ada manusia yang bisa selamat dari kehancuran ini!" gumamku merasa bagian dada sesak.
[Notifikasi! Semua adegan kehancuran yang dinamakan Kiamat ini tak berhenti sampai menyapu bagian atas daratan saja!]
Persis seperti yang sistem katakan, sisa-sisa meteor yang terjatuh tadi berkumpul di udara, membentuk sebuah gerbang.
"Gerbang apa itu?" tanyaku spontan karena penasaran. Gerbangnya tak hanya satu atau dua bentuk saja, semakin lama waktu berlalu, semakin banyak jumlah gerbang yang bermunculan di depan mata.
[Notifikasi! Itu adalah Gerbang Portal Dungeon!]
Tak terlalu panjang dan langsung ke intinya, membuatku melirik ke arah sistem sambil melemparkan pandangan tak percaya. Tak ada jawaban, aku kembali melirik ke arah gerbang-gerbang yang bermunculan. Gaungan Monster yang membuat bulu kuduk para pendengarnya merinding.
[Notifikasi! Menampilkan data dan peringkat setiap Dungeon ... berhasil!]
Suara sistem terdengar, tapi perhatianku tak teralihkan dari momen-momen terbentuknya Gerbang Portal Dungeon ini. Kemudian, sebuah kata-kata atau kalimat aneh, dengan peringkat rank muncul di atas masing-masing Gerbang Portal Dungeon.
Alisku terangkat sebelah, kembali melemparkan pandangan bertanya ke arah sistem yang berada di sisiku ini. Tanpa banyak bacot, sistem seperti mengetahui isyarat dari ekspresiku saat ini.
Crack! Retakan perlahan muncul, dengan suara menggema pada Gerbang Portal Dungeon. Suara menggaung kemudian terdengar berteriak, beberapa makhluk seperti Goblin, Orc, dan monster-monster lain mulai melangkah keluar.
Makhluk dengan beragam rupa dan bentuk yang mengerikan, juga memiliki kesan aneh pada saat bersamaan di depan mataku itu berseru, kemudian menyebar dan menyerang Dungeon lain.
Sebuah pertanyaan langsung muncul menerangi isi kepalaku. Melirik ke arah sistem, aku mulai bertanya ; "Kenapa mereka saling menyerang satu sama lain? Dan untuk apa ada rank di atas Gerbang Portal Dungeon?"
[Pada dasarnya, para Penghuni Dungeon sangat tidak suka jika ada ras lain yang menginvasi lahan sekitar mereka. Ini juga sebagai ajang perebutan tempat, sekaligus tempat unjuk kekuatan, agar ras lain tidak berani menggangu mereka!]
Keningku tertarik untuk mengerut, ketika mendengar penjelasan tak masuk akal dari sistem. Bukannya Monster Penghuni Dungeon itu adalah makhluk yang sama sekali tidak memiliki akal? Aku ingin bertanya, tapi sistem kembali menyela lebih dulu.
[Rank yang muncul di atas Gerbang Portal Dungeon itu, semuanya dimulai dari rank F-, di mana, Penghuni Ras Dungeon itu akan memakan atau menaklukkan Dungeon lain, kemudian memakan sebuah 'Core' atau 'Inti Kehidupan' makhluk lain, untuk membuat mereka berevolusi!]
Aku hanya bisa terdiam seraya melihat ke arah para Penghuni atau Monster Dungeon. Semuanya persis seperti apa yang sistem jelaskan padaku barusan.
[Sistem tak bisa menjelaskan lebih banyak, selanjutnya, Majikan harus memperhatikan secara cermat bagaimana Monster-monster Penghuni Dungeon itu bergerak, jawaban dari pertanyaannya akan Anda temukan sendiri!]
Tanpa sempat bertanya, atau mengeluarkan pendapat melalui lisan. Panel hologram di sampingku ini langsung menghilang, membuatku kembali terfokus pada apa yang terjadi di bawah sana.
Goblin dan Orc yang tadinya level F- perlahan meningkat, begitu juga dengan Monster dari Dungeon lain. Beberapa Monster ada yang mundur kembali ke Dungeon mereka, dan kemudian Gerbang Portal Dungeon mereka menghilang.
"Ada yang menyerah?" aku berucap dengan pelan pada diri sendri, melihat pola pertarungan beberapa monster yang terbilang mengesankan, seakan mereka itu bisa berpikir.
Tubuhku tiba-tiba tersentak kaget, memikirkan kalimat yang barusan melintas. Di mana, aku berpikir kalau para Monster Penghuni Dungeon itu memiliki akal. Sangat mustahil bukan? Siapa yang ingin percaya kalau mereka memiliki akal coba?
Aku kembali memperhatikan, ternyata memang benar kalau merekaitu bertarung menggunakan pola. Pertarungan terus berlanjut, Dungeon-dungeon lain beberapa hancur, dan beberapa lagi mundur pergi tanpa jejak.
Entah ini sekadar kebetulan atau memangnya ada di sana. Seekor Tupai kemudian terlihat meloncat-loncat dari pohon yang cukup jauh itu. "Woah! Tatapan Nona Cantik tajam! Itu betul-betul Tupaai! Ini pertama kalinya Leon liat Tupai langsung!" seru Leon dengan nada kegirangan. Hufft! Aku hanya bisa menghela napas lega secara diam-diam ketika mereka percaya kalimatku barusan. Aku melirik panel yang menampilkan 'Dual Mission' tadi. Tidak ada jalan lain selain menerima-nya.Aku tak ingin ada Meqsesa lain di dunia ini. Cukup biarkan dunia modern ini berjalan dengan semestinya tanpa ada gangguan. Jariku pun bergerak menyentuh tombol 'iya' yang melayang di udara.[Notifikasi! Anda menerima 'Dual Mission'!]"Apa kau benar-benar yakin ingin pergi sendiri-an? Ini sudah mau malam. Rasanya, tidak baik bagi perempuan sepertimu yang masih gadis untuk keluyuran," tanya Roland memastikan sekali lagi.Aku tersenyum dan mengangguk dengan tegas sambil berkata, "Iya. Lagi pula, aku memiliki sesuatu yang pe
Secara otomatis, ingatan-ingatanku menerawang pada masa di mana kami masih bermain dan berseko-lah di SMA. Ah iya, SMA. Tiba-tiba aku teringat dengan SMA yang sebelumnya aku tempati untuk belajar dan menuntut ilmu. Aku masih belum lulus dari SMA. Bisa dibilang hampir lulus. Malam ketika aku dan Fero ditabrak oleh mobil. Itu adalah malam perpisahan. Tak terkira kalau kami akan benar-benar berpisah sampai beda dunia. "Kenangan yang menyakitkan, sekaligus menye-nangkan untuk diingat. Fero," gumamku mendongkak ke atas sambil terkekeh pelan.Langit mulai berwarna jingga kegelapan, tanda malam akan menghiasi cakrawala. Aku segera berdiri. "Aku tak bisa berlama-lama di sini, ini waktunya aku pergi," ungkapku tersenyum dan berbalik menatap Roland dan Leon yang hanya menunggu di pintu masuk makam.Mendekat ke arah mereka, aku membungkukkan badan sedikit. "Sebelumnya, terima kasih karena telah mengantar saya sampai di sini. Sekarang saya tak lagi ikut dengan kalian, sebab ada yang harus say
"Papa memang mengenal Nona ini. Nama nonanya adalah Lania. Tapi, Nona ini adalah pasien Papa yang diceritakan setiap malam itu. Pasien yang kabur dari rumah sakit," jelasnya membuatku melototkan mata malu ke arahnya. Bagaimana bisa dia menceritakan kebohongan besar seperti itu!"Itu bohong! Hei Dokter, sejak kapan aku kabur dari rumah sa–kit." Semakin mendekati akhir, kalimatku semakin nadanya terdengar ragu-ragu karena aku mengetahui alasannya. Waktu itu, setelah menangis dan meminta waktu untuk berdua saja bersama Fero yang telah tidak bernyawa. Aku berlari keluar dari rumah sakit. "Kaumengingatnya bukan? Waktu itu kauberlari sangat cepat, hingga para satpam tak mampu mengejarmu," jelas Roland diakhiri dengan kekehan pelan.Pipiku langsung terasa panas, seakan sedang dikukus di tempat tertutup dengan suhu tinggi. "Sete-lah dia berlari keluar. Nona cantik ini hanya kembali dengan keadaan koma, sebelum dibawa ke Rumah Sakit Mi ...." Direktur Roland tak melanjutkan kalimatnya, dia m
Lagi dan lagi, aku kembali menahan rasa gemas luar biasa agar tidak membuat pipi itu menjadi korban dari keegoisan jari-jemariku. "Mau Nona gendong atau jalan sendiri?" tawarku tersenyum lembut."Leon mau digendong!" serunya dengan mata berbinar yang lucu, dan tangan yang melebar seakan sudah siap untuk digendong. Di dalam hati aku mengeluh, sampai kapan akan menahan rasa gemas ini setiap melihat tingkah Leon yang imut ini? Kemudian, aku segera mengambil dia ke dalam gendonganku dan berjalan menuju lift menuju lantai empat, tempat direktur rumah sakit berada. Sampai di lantai empat. Tak seperti yang kuperkirakan sebelumnya, tempat ini cukup sepi. Mengikuti arahan seperti yang dikatakan oleh resepsionis tadi. Aku berhenti melangkah di depan pintu yang memiliki papan nama 'Direktur'. "Leon, jangan nakal ya di dalam. Nanti kena marah sama orang yang duduk di dalam. Nanti kamu gak dibolehin masuk rumah sakit lagi," pesanku mengusap kepala dan mencium pipinya.Aaakk! Akhirnya bisa j
Menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan, aku menguatkan diri untuk melangkah mengi-tari bangunan, menuju bagian depan tempat pintu masuk terpasang. Di depan pintu rumah sakit, beberapa orang terus menerus menatapku tanpa henti. Itu membuatku merasa sedikit risih. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?" Aku bertanya pelan pada diri sendiri sambil mendo-rong pintu untuk masuk. [Notifikasi! Bisa dibilang seperti itu. Kecantikan Anda saat ini berada di level Siren, yang berada di bawah tingkatan Dewi Cariella sendiri. Jika di Bumi ada alat untuk mengukur kecantikan, maka Anda adalah pemenangnya!]Aku tersentak ketika membacanya, lalu melihat ke sekeliling. Semuanya masih menatapku dengan tatapan itu. Mau tak mau, aku sedikit bergegas mendorong pintu rumah sakit dan masuk ke dalamnya. Mempercepat langkah mendekat ke arah resep-sionis, aku mengedarkan pandangan. Beberapa orang di dalam sini juga sama. Mereka menghentikan kegiatan dan terus menatapku. Aku kembali menatap si
"Ta–tapi ini tugas kami Queen," tolak salah satu prajurit secara halus. Aku langsung menatapnya, begitu juga dengan Queen of Siren yang berada di sampingku. Melirik ke arah wajahnya, dia tersenyum lembut. "Baiklah. Buka Palatium Maris-nya, aku hanya akan membantu kalian," usulnya menawarkan cara lain. "Seperti yang Anda pinta, wahai Queen kami!" tutur para prajurit Siren dengan nada riang. Diam-diam aku tersenyum tipis melihat mereka. Terlukis jelas ekspresi bahagia mereka, saat Queen mau memahami dan memberikan usul yang adil. Bersamaan dengan itu, aku juga miris melihat-nya. Bagaimana tidak? Queen sebelumnya menjelas-kan padaku secara langsung, bahwa hidupnya tak lagi lama. Makanya dia mencari seorang pewaris atau sebutannya Heres agar tak khawatir lagi, jika nanti dia pergi secara mendadak. Alunan mantra dengan bahasa yang tidak ku-pahami mengalun. Lingkaran sihir muncul di per-mukaan gerbang besar berwarna putih bersih ini. Gerbang yang diberi nama Palatium Maris atau Gerbang