Share

Part 6 Oleh-oleh Bergizi

Author: Rat!hka saja
last update Last Updated: 2022-10-26 23:39:49

Ibu mertuaku yang tadinya berlutut kini bersimpuh di lantai sembari menggeleng pelan melirik suami dan mertuanya. Terhenyak memikirkan nasib yang bahkan belum ditanggapi oleh suaminya sendiri. Raut wajahnya kian mengiba. Sungguh dia wanita luar biasa, tidak rela dimadu tapi tega berselingkuh. 

"Mas mau jemput sendiri atau minta orang lain yang ke sana dan mereka mulai bertanya-tanya? Melibatkan orang lain hanya akan menjadikan kita semua ini bahan gibah." Kembali kuingatkan Mas Adi agar segera bergegas ke rumah kepala desa.

Melihat anggukan kakek, Mas Adi beranjak walau kulihat dia seakan enggan. Semakin didesak maka mereka akan semakin kalut. Jika kutunda, mereka hanya akan menyusun rencana dan berbalik menuduhku. 

Bukan berburuk sangka, hanya saja setahun mengenal mereka aku tahu kemungkinan yang dipikirkan kakek. Pria tua ini akan menyogok kepala desa. Akan kupuji kakek jika hal itu berhasil.

Terdengar suara mobil di halaman depan. Kami semua menoleh dan penasaran siapa gerangan yang bertamu siang ini? Dari jendela kutahu itu mobil yang cukup mewah dan keluaran baru yang muncul di televisi.

"Hen, bawa masuk uang itu. Kalian bertiga juga ikut masuk, itu tamuku yang dibawa Dadang," kata kakek yang memberi perintah disertai arahan dagunya.

Aku masuk ke kamar Mas Adi dan langsung mengunci kamar. Kusandarkan tubuh lelah ini di balik daun pintu berbahan jati itu. Suara salam tamu dan Mas Dadang, sepupur iparku menyapa rungu. Penasaran, kudekatkan daun telinga ke pintu.

"Kabar Kakek bagaimana? Kakinya masih sering kram?" tanyanya yang kudengar beriringan dengan suara kantong kresek. "Ini salak yang dipesan khusus sama cucu Kakek, kata dokter berkhasiat mengatasi diabetes. Tadi kami ke rumahnya Adi, Kek. Tetangganya bilang lihat mobilnya Adi ke arah sini, jadi saya pikir pasti ke rumah Kakek." Suara Mas Dadang seperti biasa terdengar sopan. 

"Iya, memang mereka ke sini. Istrinya kan sempat dirawat di rumah sakit, kami minta mereka tinggal di sini dulu sampai cucu menantu benar-benar pulih," timpal Tuan Santoso. Pandai sekali kakek bermain kata, kini terdengar begitu bersahaja.

Entah apa yang mereka lakukan aku tak tahu. Samar suara ayah mertuaku turut menyapa mereka. Suara ibu mertua tidak terdengar, mungkin sengaja bersembunyi di kamar karena matanya sembab. Pasti Mas Dadang akan bertanya penyebabnya dan dia tidak ingin repot menjawabnya.

"Kenalkan, ini putra pemilik restoran di Surabaya. Tiga bulan ini restoran mereka yang di mall selalu pesan daging sapi sama saya, Paman, Kakek," jelas Mas Dadang.

"Ini kartu nama saya, restoran kami memang masih baru di Surabaya. Saya butuh pasokan daging segar yang terjamin mutunya. Mas Dadang mengajak saya untuk meninjau langsung dan memilih sesuai kriteria," jelasnya tenang dan dari suaranya kutaksir dia pria yang masih muda tapi berwibawa. Dia tidak berbasa-basi dan langsung mengutarakan niatnya.

"Saya sudah dengar kemarin dari Dadang. Peternakan keluarga kami memang memiliki beberapa kandang dan dikelompokkan berdasarkan jenis sapi dan jenis pakannya. Kita bisa mengecek langsung ke sana. Anda juga bisa menentukan sapi-sapi mana yang dikhususkan untuk dikirim ke Dadang. Nanti di tempatnya Dadang, sapinya dipotong dan diantarkan ke restoran," jelas Tuan Santoso yang pamit sejenak, sepertinya beranjak untuk bersiap-siap.

Pembicaraan tamu itu dengan Mas Dadang dan ayah mertuaku beralih pada jenis menu yang disajikan di restorannya. Tiba-tiba tamu itu pamit hendak mengambil sesuatu di mobilnya. Aduh … ingin sekali aku minta tamu itu bicara terus karena aku menyukai caranya bertutur kata.

Kudengar ayah dan Mas Dadang berbincang sejenak. Mas Dadang membahas tentang kedekatan Mas Adi dan Devi yang ternyata sudah jadi buah bibir di kecamatan sebelah. Mas Dadang ternyata mendengarnya dari salah satu kurir usaha ayam potong milik Mas Adi.

"Pak Hendra, ini dibuat khusus untuk menantu Anda. Setelah mendengar kabar dari Mas Dadang kalau menantu Anda sedang hamil, saya minta koki restoran untuk membuatkan menu ini. Kandungannya kaya akan asam folat dan baik untuk perkembangan janin," ucap tamu kakek yang membuat air mataku luruh seketika.

Pria asing itu begitu perhatian sampai memikirkan gizi janin dalam kandunganku. Sementara ayahnya sendiri sama sekali tidak peduli aku makan atau tidak. Jangankan memastikan soal gizi, bertanya apakah aku sudah makan atau belum, tidak pernah lagi dilakukan suamiku.

Suara ketukan pintu membuatku tersentak. Di balik pintu ada ayah yang memintaku keluar. Daun pintu mulai kutarik dan yang pertama kali kulihat adalah kotak makanan yang menyerupai rantang kotak. Ada tiga susun dan benda berwarna abu-abu itu semakin mendekat ke arahku.

"Masuklah ke dapur, Nak! Nikmati makan siangmu. Memang sudah waktunya kamu makan siang dan harus minum obat dari dokter kandunganmu. Ingat, lakukan yang terbaik untuk cucu ayah," pintanya. Kuterima kotak makanan itu sembari mengangguk.

Tidak dipungkiri, perutku memang sudah lapar. Selain berbadan dua dan butuh asupan lebih, tenagaku terkuras karena stres. Ketika kubuka masing-masing tiga susun kotak makanan itu, air mataku kembali jatuh. 

Baik sekali pria itu menyiapkan menu lezat bergizi ini. Ada olahan daging dengan bumbu yang menggugah selera dan ada sup brokoli. Kotak dengan bahan stainless di bagian dalamnya membuat makanan itu masih tetap hangat. Senyumku terbit merasakan lidahku mengecapi rasanya yang lezat. 

Di kotak paling bawah ada puding dengan aneka potongan buah segar. Sungguh makanan itu rasanya terlalu mewah untukku. Baru kusadari setelah penutup kotaknya kubalik, ada nama koki yang membuat makanan itu. Kelak jika aku ke Surabaya, akan kucoba walau sekali saja untuk menikmati menu ini lagi. 

Samar masih kudengar suara mereka di ruang tamu. Tampaknya kakek sudah selesai berganti pakaian. Ingin rasanya mengucapkan terima kasih secara langsung pada putra pemilik restoran itu, tapi makananku belum habis. Kuharap rezekinya terus bertambah dan menebar kebaikan seperti ini.

Mulai besok aku juga akan mengupayakan gizi terbaik untuk janin dalam kandunganku. Oleh-oleh bergizi ini sudah menjadi petunjuk bagiku. Bukan hanya egoku untuk berpisah yang harus kuwujudkan, tapi hak anakku pun demikian. Aku harus belajar mengontrol emosi agar ia tetap sehat.

"Bagaimana, Nak? Apa rasanya enak?" tanya ayah yang datang menghampiri dan ikut duduk di meja makan. 

Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum karena mulutku penuh. Kutawarkan ayah puding yang belum kusentuh tapi ia menolaknya. Katanya itu jatah puding untuk cucunya.

Kembali kulihat raut sendu di wajahnya. Kelak jika Mas Adi menua, wajahnya pasti sangat mirip dengan ayah mertuaku ini. Foto hitam putih saat ayah masih kecil sangat mirip dengan foto Mas Adi saat masih SD.

"Ayah minta maaf karena putra ayah sudah menyakitimu, Nak," ucapnya parau ketika aku sudah menghabiskan dua kotak menu di hadapanku.

"Tidak ada yang perlu disesali Ayah. Dulu saat aku dan Mas Adi menikah, bukankah caranya memang sudah tidak wajar? Aku tahu jika ibu tiriku menjualku pada Kakek," ujarku yang membuatnya tersentak.

"Ka-kamu tahu? Sejak kapan? Si-siapa yang memberitahumu, Nak?" tanya ayah gelagapan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 112 Jangan Gombalin Ibu

    'Carisa Masayu, ibunya Agam Putrajaya, menikahlah denganku. Izinkan aku di sisi kalian selamanya.''Kamu boleh menghindariku, tapi jangan lari dariku.''Kamu silakan menjauh, nanti aku kejar.' Aku mengerjap saat mendengar suara pengingat dari oven. Kue kesuakaan Bu Uma yang kubuat akhirnya matang. Sengaja kubuat sekarang agar besok pagi bisa dinikmati saat wanita itu sarapan.Malam ini, Bu Uma ikut pulang denganku. Tetapi, Agam memilih tinggal. Papanya Riswan, calon papa mertuaku juga datang dan memilih menginap di apartemen itu. Melihat kedekatannya dengan Agam, aku tak hawatir lagi meninggalkan putraku bersama mereka.Pria yang merupakan jaksa senior itu tidak banyak bicara. Pembawaannya memang tidak sehangat Tuan Hendrawan. Bukan hanya aku saja yang segan dengan wibawa yang terpancar dari sosoknya. Namun, meski begitu, aku bisa merasakan ada kasih tulus dari tatapannya.Setiap kali Agam mengajaknya bicara, calon papa mertuaku pasti menyahut. Suaranya bahkan melunak. Lebih lembut d

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 111 Undangan Pernikahan

    Aku tak tahu semerah apa wajahku saat ini. Melihatnya tersenyum berusaha menahan tawa, aku memukul lengannya dengan tasku. Entah kenapa, semakin hari dia semakin usil saja.Ceklek!“Ibu kenapa pukul, Ayah?” tanya Agam.“Agam, badan ayah sakit semua. Orang Cantik di samping ayah tadi ada yang gombalin. Habis itu marah-marah dan pukul ayah,” adu Riswan.Aku hanya bisa melongo. Sementara Agam dan Kemal menatapku bingung. “Siapa yang bikin Ibu marah?”“Orang gila, Nak!”“Tapi orang gilanya sudah pelgi kan, Ibu?” tanya Agam celingak-celinguk sambil menggenggam tangan kiriku.“Sudah, tadi ayah usir,” ucap Riswan yang kembali membuatku mendelik kesal. Dasar muka dua!“Ibu, di dalam ada Nenek Uma sama Nenek Falah. Agam tadi dibeliin mainan balu sama Nenek Falah. Katanya, hadiah kalena Agam sudah hapal lima doa,” ucapnya pamer.“Agam sudah bilang terima kasih, belum?” tanyaku. Jangan sampai putraku terlalu senang dapat hadiah sampai lupa berterimakasih.Langkah Agam terhenti lalu mendongak pad

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 110 Sandi Laptop

    Pagi ini aku kelabakan di lobi gedung fakultas seperti orang bodoh. Pagi cerah ini sama sekali tidak bersahabat dengan suasana hatiku. Bisa-bisanya aku berangkat tanpa membawa laptop milikku. Semakin resah karena Tita tidak menjawab telponku.Selang beberapa menit, lobi kembali dipadati beberapa orang. Suara ketukan alas kaki mereka ada yang seirama dan ada pula yang seperti beradu. Menit berganti, lobi kembali kosong menyisakan diriku yang duduk pasrah kebingungan.Kedua kelopak matanya terpejam perlahan. Tanpa sadar aku menggigit bibirku. Kala rasa sakitnya terasa, barulah aku merutuki diriku lagi.Sekujur tubuhku membeku kala mataku menangkap siluet seseorang. Dari pintu lobi kulihat dosen mata kuliahku untuk jam berikutnya sudah tiba.Langkahnya pelan, namun dari alas sepatunya memperdengarkan serangkaian suara lirih ketukan tak beraturan. Aku kembali menggigit bibirku mengingat betapa menakutkannya dosen wanita itu. Dia benci keterlambatan, apalagi jika tidak mengumpulkan tugas a

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 109 Hadiah Pilihan Agam

    Kualihkan pandangan keluar menembus kaca jendela mobil. Biar saja keduanya mengira aku marah. Ya, aku memang merasa dongkol, sehingga kupilih mendiamkan mereka.“Nda usah pusing, Ayah. Om Kemal bilang, pelempuan memang suka malah. Palingan tunggu dibujuk-bujuk. Disogok coklat atau eskelim. Kalau masih nda senyum, ajak saja jalan-jalan atau belanja,” tutur Agam yang kembali membuatku menoleh dan melotot pada putraku.Awas saja si Kemal. Bisa-bisanya ia mengajari putraku seperti itu. Tak pelak tawa Riswan berderai. Lirikan matanya padaku seakan mengejekku.“Saat acara ultah itu, Agam juga diminta Safwan sekalian pilih hadiahnya. Agam pilih kotak kado. Safwan bilang, benda apa yang paling Agam inginkan? Terus Agam jawab apa waktu itu?” ucap Riswan menoleh setelah melajukan mobilnya beberapa meter dan kembali berhenti.Agam cekikikan sambil menutup kedua mulutnya. Kemudian putraku membuka buku sekolahnya. Ia mendekat dan menunjukkan gambar hewan yang sedang makan rumput.“Sapi?” gumamku m

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 108 Konglomerat Sejati

    Riswan kembali berbisik, “Saya yang membawa puding itu, jadi masalah ini harus saya selesaikan juga. Pilih saja daripada dia bikin kamu pusing.”Aku tidak mengerti isi kepala dua pria ini. Memberi orang hadiah dengan cara memaksa. Daripada berlarut-larut, kupilih kartu bergambar pensil saja.“Kenapa Anda tidak bertanya dulu makna kartunya, Nona Carisa? Kenapa tidak memilih kartu berlian atau mobil? Kalau mau ditukar juga boleh,” tawar pria itu lagi.“Anda bisa memberikan saya pena sebagai ucapan terima kasih. Itu sudah lebih dari cukup,” balasku.Pria bernama Zayyan itu tidak membalasku. Ia justru beralih menatap Rizwan. “Kak Riswan pakai jampi-jampi apa sampai bisa dapat Ibunya Agam?” tanyanya.“Doa siang malam,” jawab Riswan dan kedua pria itu kembali tertawa.“Maaf, Nona Carisa. Hadiah dari saya tidak bisa ditolak. Kak Riswan akan membantu mengurusnya di Pradipta Foundation.” Lagi-lagi aku dibuat bingung.“Maaf, tapi maksudnya apa?” tanyaku bingung.Belum sempat pria itu menjelaska

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 107 Atasan Riswan

    Kuakui dia pria yang karismatik. Dia tegas dan tidak suka berbelit-belit. Apa yang dilakukan dan diucapkannya bagaikan pemantik semangat.Dalam sekejap dia mencuri perhatian. Begitu mudah tutur katanya menyapa rungu. Semua orang menyimak. Mereka benar-benar menyimak, bukan hanya sekedar berlagak mendengarkan omongannya.Kuakui, aku pun seakan tersihir dengan kepiawaiannya dalam berkomunikasi. Bahasa tubuhnya tak berlebihan. Isyarat matanya tegas, tapi juga lembut menyiratkan perintah.Kali ini kulihat dia tak berucap pada seseorang yang berdiri di sampingnya. Hanya dua jari yang diacungkan. Perlahan segaris senyum, terlukis di wajah rupawannya seolah menebus ungkapan terima kasihnya.Terkenang olehku saat pertama kali bertemu dengannya di bagian pusat informasi bandara. Dia memijat keningnya lalu melirik jam tangannya. Setelah duduk tak jauh dari tempatku duduk, dia sibuk dengan ponselnya. Setiap beberapa saat, ia kembali menoleh ke jam tangannya lalu menoleh menatap Agam. Seulas seny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status