Share

Jandaku Ternyata Seorang Mafia
Jandaku Ternyata Seorang Mafia
Author: Anita

Pengkhianatan

“Ke pasar aja lama banget, sih!? Beli keperluan atau jalan-jalan kamu?!”

Bentakan seorang perempuan paruh baya menyambut kedatangan Regita. Telinganya sudah harus dikepung kebisingan yang berasal dari omelan Malini. Padahal keringat sebiji jagung yang menggantung di pelipisnya akibat perjalanan jauh juga belum sempat ia hapus. Hembusan napasnya juga belum keluar masuk secara teratur.

Regita memilih diam karena sadar bahwa Malini adalah ibu mertuanya yang tidak boleh ia lawan. Lagi pula dia sudah cukup terbiasa dengan omelan ibu dari suaminya itu. Bukan sekali itu saja, hampir setiap hari Regita harus mendengarkan kemarahan Malini yang semakin hari semakin kreatif pula alasannya. 

“Maaf, Ma. Tadi jalannya macet. Bahkan aku sudah turun di tengah jalan dan memilih berjalan kaki agar cepat sampai di rumah,” ujar Regita berusaha menjelaskan kondisi perjalanan yang ditempuhnya.

“Banyak alasan kamu ya. Semakin hari kerjamu juga semakin lamban. Seharusnya kamu bersyukur karena Raka mau menikahi yatim piatu tidak jelas seperti kamu. Sekarang hidupmu jadi lebih enak karena menjadi bagian dari keluarga kami. Setidaknya kamu bisa membuat dirimu menjadi sedikit berguna di rumah ini,” hina Malini bahkan mulai menyinggung asal usul Regita.

Malini memang selalu membahas tentang status Regita yang merupakan anak yatim piatu. Sejak awal Malini memang tidak menyukai Regita karena tidak punya orang tua. Satu-satunya keluarga yang dimiliki Regita hanya seorang kakak. Malini menganggap Regita tidak sederajat dengan keluarganya. 

Sebenarnya Regita sudah merasa tidak aneh dimarahi seperti itu. Perkataan dan hinaan Malini memang sangat pedas. Bahkan sampai mengalahkan pedasnya sambal kesukaan Raka.

Ya. Raka adalah alasan utama Regita bertahan di sana. Di sebuah rumah yang sebenarnya tak terlalu mewah namun cukup membuat mertuanya menjadi sangat angkuh. Malini selalu menyombongkan kekayaan dan kedudukannya sebagai pengusaha mini market yang sukses di daerah itu. 

Awal pertemuan Raka dan Regita terjadi saat mereka menempuh pendidikan di kampus yang sama. Salah seorang teman mengenalkan mereka berdua. Lambat laun hubungan mereka berkembang dari sekedar teman hingga berakhir di pelaminan. Sudah terhitung satu setengah tahun mereka menjalani kehidupan pernikahan. 

Regita sadar sejak awal Malini memang tidak menyukainya. Dia mengira sikap Malini akan berubah lembut seiring berjalannya waktu. Tapi harapannya itu tak pernah terwujud walau seujung kuku. Bahkan sebaliknya, sikap bengis Malini semakin menjadi-jadi. Melihat perlakuan Malini, posisi Regita lebih cocok dianggap sebagai babu dari pada menantu. 

Tapi berbeda halnya dengan Raka, laki-laki itu selalu bersikap manis pada Regita. Hanya cinta Raka yang menjadi sumber kekuatan Regita untuk bertahan di sana. Raka selalu meminta Regita bersabar menghadapi sikap ibunya. Walau tidak pernah jelas Regita harus menahan kesabaran itu sampai kapan. 

Raka tidak pernah memperlakukan Regita dengan buruk. Selama satu setengah tahun hidup bersama, Raka selalu memperlakukan Regita dengan lembut. Walau ada satu sifat Raka yang membuat Regita tak suka. 

Raka adalah sosok laki-laki yang terlalu patuh pada perkataan ibunya. Setiap kali ada masalah antara Malini dan Regita, Raka tidak menunjukkan pendirian yang tegas hendak membela siapa. Dia hanya meminta Regita bersabar dan mengalah pada orang tua. 

Bahkan tidak hanya Malini, ipar perempuan Regita juga kerapkali ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Tak jauh berbeda dari mertuanya, sang ipar juga memperlakukan Regita layaknya seorang pembantu. Mereka menganggap Regita hanya menumpang hidup dan keberadaannya harus dimanfaatkan. 

Malini merasa Raka yang bekerja di perusahaan besar tidak cocok dengan Regita yang hanya memilih menjadi ibu rumah tangga. Padahal sejak awal memang Malini mengatakan ingin menantu yang bisa membantu pekerjaan rumah. Bahkan sebenarnya Regita adalah lulusan sarjana seni. Dia memilih tidak bekerja setelah menikah karena ingin menuruti keinginan sang ibu mertua. 

Regita berharap pilihannya itu membuat Malini akan menyukai dan menerimanya dengan baik sebagai menantu. Tapi kini Malini justru mengeluhkan Regita yang dianggap tidak dapat mengangkat derajat keluarganya. Terlebih lagi dengan keadaan Regita yang tak kunjung hamil, Malini semakin mencaci maki Regita dan memperlakukan perempuan itu seenaknya. 

“Eh, kenapa jadi bengong di situ? Lagi pula untuk menarik simpati siapa kau menunjukkan wajah sedih yang dibuat-buat itu? Kalau memang itu bagian dari keahlianmu, kenapa tidak menggunakannya untuk mengiba belas kasih orang-orang di jalanan sana? Bahkan jika menjadi pengemis mungkin keberadaanmu akan lebih berguna bagi kami,” tegur Malini dengan caci maki yang semakin menorehkan luka di hati Regita. 

Rasanya Regita ingin menangis. Usahanya sama sekali tidak dihargai. Terkadang dia sangat mengimpikan mendengar pujian dari mertuanya walau sekali saja. Dia juga sama seperti perempuan lain yang ingin disayangi oleh ibu mertuanya. Tapi hal itu tidak pernah dia dapatkan sepanjang menjadi istri Raka. 

“Sabar, Gita. Kamu harus kuat menahan diri demi cintamu pada Raka,” batin Regita memberikan dukungan pada dirinya sendiri. 

“Jangan hanya diam saja! Lebih baik sekarang kamu ke dapur dan buat masakan yang enak. Ada tamu penting yang akan datang hari ini,” perintah Malini dengan nada membentak.

“Memangnya siapa yang akan datang, Ma?” tanya Regita penasaran. Dia memang merasa daftar belanjaan yang diberikan Malini cukup banyak hari itu. Tapi dia tidak diberitahu sebelumnya bahwa akan ada tamu. 

“Bukan urusan kamu. Sudah jangan banyak tanya. Cepat ke dapur dan masak yang enak. Kalau sampai hidangan belum siap saat tamu itu sudah datang, kamu akan merasakan akibatnya!” kata Malini dengan bengis. 

Regita hanya bisa menurut dan berlalu menuju dapur. Dia mulai mengerjakan apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya. Dia melakukan semuanya sendirian tanpa ada yang membantu. 

Setelah masakan siap, Regita langsung menghidangkannya. Pada saat yang sama, Malini kembali datang untuk memeriksa hasil pekerjaan menantunya. Dia bahkan mengoreksi rasa dengan teliti sudah seperti juri lomba memasak di televisi. Melihat dari tingkah Malini, Regita bisa menduga kalau tamu itu benar-benar penting.

Tak lama kemudian, deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Kedatangan tamu yang dinantikan itu membuat wajah Malini berubah sumringah. Regita benar-benar penasaran siapa orang yang kedatangannya begitu menggembirakan sang ibu mertua. Regita berniat untuk melihatnya, tapi Malini justru mengusir Regita dari sana. 

“Cepat masuk ke kamarmu! Mama tidak mau tamu itu tahu kalau mama punya menantu jelek dan dekil seperti kamu. Pergi dan jangan membuat malu!” kata Malini membuat Regita memperhatikan penampilannya sendiri. 

Regita akui penampilannya memang cukup buruk. Dia hanya mengenakan daster lusuh khas baju dinas ibu rumah tangga. Aroma dapur dan debu-debu dari pasar bercampur jadi satu. Tubuhnya yang belum mandi terasa lengket dengan keringat. 

Regita menurut dan masuk ke kamarnya. Dia membersihkan diri, berganti baju dan sedikit berdandan agar penampilannya lebih enak dipandang jika tak sengaja dilihat oleh para tamu itu. Saat sedang memoles lipstik tipis di depan cermin rias, Regita mendengar gelak tawa yang ramai. 

Regita penasaran dengan keseruan yang terjadi. Dia pun mendekati ruang tamu untuk mencari tahu. Dia bisa melihat ada seorang perempuan yang duduk bersebelahan dengan Raka. Dia juga baru tahu kalau Raka ada di sana bersama tamu-tamu ibunya. Ada sepasang perempuan dan laki-laki paruh baya yang juga berada di antara mereka. 

Regita memperhatikan perempuan cantik yang duduk di dekat suaminya. Dia mulai merasakan gelagat yang aneh saat menyadari ada sikap yang berbeda di antara mereka. Raka dan perempuan itu tampak malu-malu dan saling curi pandang. 

Ditambah lagi dengan pujian-pujian yang mengatakan bahwa keduanya adalah pasangan serasi. Regita belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi hingga dia mendengar pernyataan mengejutkan dari Malini. 

“Saya merasa terhormat dengan kedatangan bapak dan ibu ke rumah kami. Saya juga sudah tidak sabar ingin segera menjadikan Nadia sebagai menantu. Senang rasanya karena kalian menyambut baik rencana pernikahan putra putri kita yang akan dilaksanakan bulan depan,” kata Malini. 

Mendengar pernyataan itu membuat perasaan Regita semakin tidak tenang. Dia tidak tahu apa yang sedang direncanakan Malini sebenarnya. Tapi satu yang pasti, sepertinya kali ini dia sudah tidak bisa tinggal diam lagi.

“Pernikahan bulan depan? Siapa yang akan menikah?” ujar Regita tiba-tiba menunjukkan diri di hadapan semua orang. Para tamu itu terkejut dan memandang aneh pada Regita. Sementara Malini menunjukkan ekspresi tidak suka karena Regita datang menyela. Raka juga tak kalah kagetnya.

“Gita, lebih baik kamu masuk,” kata Raka seolah tidak menginginkan keberadaan Regita di sana. Tapi bukannya pergi, Regita justru semakin mendekat ke arah Raka. Dia memandang laki-laki itu dengan tatapan tak percaya.

“Katakan padaku dengan jujur. Apa maksud semua ini? Apa Mas Raka akan menikah lagi?”

“Iya. Aku akan menikah dengan Nadia.”

“Apa?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status